Sampai Artikel ini ditulis saya sudah bertugas sebagai Kepala Sekolah dari Guru Penggerak selama 126 Hari sejak dikukuhkan oleh Walikota Samarinda.
Seratus hari kerja sudah dilalui. Setiap pekerjaan yang saya laksanakan, baik berupa rapat kepala sekolah, Acara yang dilaksanakan disekolah baik berupa supervisi, monev oleh Kepala Sekolah terhadap guru, kunjungan dari instansi dan pejabat tertentu saya catat dalam buku Jurnal Kepala Sekolah.
Termasuk juga menghadiri Rapat Kerja (Raker) Kepala Sekolah yang melaksanakan Sekolah Inklusi. Sekolah Inklusi merupakan sekolah yang menyelenggarakan dan menerima siswa yang berkebutuhan khusus (ABK). Dan tidak semua sekolah menyelenggarakannya.
***
Tidak Mempunyai Rapor Pendidikan
Jadi Kepala Sekolah dari Guru Penggerak memang tidaklah mudah. Banyak tantangan yang saya hadapi di sekolah. Terutama bagaimana caranya memajukan sekolah.
Tantangan pertama adalah sekolah tidak mempunyai rapor pendidikan. Serasa aneh sebuah sekolah tidak mempunyai rapor pendidikan. Itulah yang terjadi. Saya sangat kaget di awal bertugas, yang saya cek pertama kali adalah rapor pendidikan. Dan ternyata sekolah tempat saya bertugas tidak memilikinya.
Langkah awal yang saya lakukan adalah melakukan pembelian komputer yang digunakan sebagai proktor pada saat Asesmen Nasional (AN) yang dilaksanakan di bulan Oktober 2023.Â
Sekolah tempat saya bertugas, tidak memiliki komputer. Hanya beberapa laptop jadul yang menjadi inventaris sekolah. Laptop itu digunakan untuk membuat laporan bendahara pada aplikasi Arkas. Dan sebuah laptop yang lumayan bagus, sebagai laptop Dapodik untuk mengirim dan mengupdate data sekolah.
***
Sebagai Guru Penggerak saya memang tidak ditempatkan di sekolah yang mempunyai fasilitas sekolah yang lengkap. Guru-guru yang berkemampuan IT yang baik. Dan jumlah siswa yang banyak.
Namun sebuah sekolah yang mempunyai berbagai keterbatasan. Tidak memiliki sarana komputer dan laptop buat menyelenggarakan Asesmen Nasional (AN). Guru yang tidak banyak, dan masih kurang menguasai IT. Serta jumlah siswanya yang sedikit.
Bahkan bangunan gedung dan ruang yang sudah mengalami rusak berat. Dan beberapa rumah dinas yang sudah tidak layak lagi dihuni.Â
Di sekolah belum mempunyai ruang UKS dan Kantin sehat sekolah. Saya berusaha meminta bantuan ke Dinas Pendidikan dan bagian aset daerah. Tapi semua itu butuh proses dan waktu yang mungkin cukup lama.
Sedangkan memperbaiki bangunan sekolah yang katagori rusak sedang dan berat, tidak diperbolehkan menggunakan dana Bantuan Operasional Satuan Pendidikan (BOSP). Dan ini termasuk salah satu larangan penggunaan dana BOSP pada Juknis penggunaan dana di tahun 2023.
***
Menyelesaikan Surat Tanah Sekolah
Pekerjaan sekolah yang saya harus lakukan adalah menyelesaikan pengurusan surat tanah sekolah sampai bersertifikat. Namun hal itu tentunya bukanlah hal yang mudah.
Apalagi seorang Kepala Sekolah yang tidak mengetahui latar belakang sekolah secara persis. Sengketa dan pengakuan hak terhadap bagian tanah sekolah juga terjadi.Â
Tanah sekolah merupakan tanah hibah dari masyarakat, yang seiring waktu diakui oleh ahli warisnya. Namun setelah mediasi, pertemuan rapat dengan difasilitasi oleh kelurahan, RT, dan juga dihadiri perwakilan aset Daerah. Akhirnya pengurusan surat tanah berjalan dengan lancar. Dan saat ini dalam proses penerbitan Sertifikat di Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Pentingnya melindungi aset-aset yang dimiliki oleh sekolah merupakan tugas dan tanggung jawab yang cukup berat bagi seorang Kepala Sekolah yang baru. Salah berkomunikasi, bisa memunculkan polemik dan gesekan dengan masyarakat yang mengakui hak terhadap tanah sekolah.
***
Kedatangan Guru Indispliner ingin Mutasi Ke Sekolah
Beberapa kali saya dichat melalui WA oleh seseorang yang tidak memperkenalkan namanya. Ia hanya bertanya tentang siapa saya, sekarang ada di sekolah atau tidak. Bolehkah saya menelpon. Namun tidak mengutarakan maksud dan tujuannya secara jelas.
"Pak, kemaren ada seorang guru dari sekolah lain mencari Bapak," ujar Bu Ani memberitahukan kepada saya.
"Ada perlu apa ya, bu Ani?" tanyaku.
" Dia guru olahraga Pak, katanya mau mencari tempat pindah mengajar. Alasannya rumahnya jauh dari sekolah, sehingga sering terlambat. Sedangkan dengan sekolah kita, katanya rumahnya dekat." Jelas Bu Ani.Â
Setelah itu, diikuti kedatangan kedua, ketiga ke sekolah. Di saat saya ada kegiatan di luar sekolah. Rapat kepala sekolah, ataupun saat mengikuti upacara bendera di Dinas Pendidikan Kota Samarinda.
Dan juga melalui WA secara intens. Saya merasa terganggu dengan pesan-pesannya, yang hal pokok untuk menyebutkan nama, tujuan tidak dijelaskan.Â
Saya pun mencari tahu siapa guru tersebut. Dimana sekolahnya bertugas mengajar. Dan datanya pun saya dapatkan. Ternyata seorang guru yang sering datang terlambat ke sekolah. Kadang datang siang, jam 10an.Â
***
Saya pun merasa aneh kalau seorang guru datangnya siang, sedangkan kepala sekolah pun datang pagi. Bahkan kadang datang lebih awal dari guru-guru.
Saat pertama kali diangkat menjadi kepala sekolah, pagi-pagi saya sudah berangkat, karena jarak rumah menuju sekolah cukup jauh.Â
Untuk mengetahui datanya secara langsung, siapa guru ini, di mana rumahnya. Apa betul rumahnya jauh. Saya pun membalas wanya dan menanyakan dimana sekarang ia berada.
Ia membalas katanya saat ini sedang berada di sekolah. Sedangkan saya sedang mengikuti rapat kelompok kerja kepala sekolah (K3S) berkenaan pembubaran kepanitiaan Diseminasi Kurikulum Merdeka dan pelaporan penggunaan keuangan selama kegiatan yang telah dilaksanakan beberapa waktu yang lalu.
Ia memberikan alamat rumahnya. Setelah rapat saya langsung pulang dan mampir ke rumah si guru yang mau mutasi karena alasan rumah jauh dan sering terlambat.
***
Saya malah kaget. Ternyata rumahnya cukup mewah dan memiliki sebuah mobil di teras rumah. Saya mengetok pintu rumah dan istrinya membuka pintu. Sebelumnya saya telpon yang bersangkutan tapi WA-nya tidak aktif.
Saya berkesimpulan bukan alasan rumah jauh dan datang sering terlambat ke sekolah. Ternyata si guru mempunyai mobil. Kalaupun hujan masih bisa datang ke sekolah menggunakan kendaraan roda empat.Â
Saya pun memutuskan untuk tidak menerima menjadi guru di sekolah saya, sekaligus tidak menerima alasan tersebut. Karena pada dasarnya seorang guru siap ditempatkan di mana saja. Apalagi sebuah sekolah yang masih berada di tengah kota, bukan di kampung dan pelosok. Masih bisa ditempuh dalam jarak 10-20 menit sudah sampai ke sekolah (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H