Mohon tunggu...
Riduannor
Riduannor Mohon Tunggu... Guru - Penulis

Citizen Journalism

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Guru Penggerak Bukan Zona Nyaman bagi Guru yang Ingin Nyaman

14 September 2023   17:28 Diperbarui: 15 September 2023   08:08 1104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Zona nyaman adalah musuh besar keberanian dan kepercayaan diri" - Brian Tracy-

Jujur saya pun berpikir bila ingin nyaman jadi guru itu mengajar saja, menyusun administrasi pembelajaran, turun kesekolah, pulang. Waktunya gajian, ya.. gajian. Terima ini dan itu, tunjangan tambahan seperti sertifikasi guru dan insentif dari daerah.

Tidak bisa ditampik, pola pikir ini terbentuk karena guru pada umumnya selalu ingin berada di zona nyaman. Tidak mau repot, dan disibukkan dengan tugas di luar fungsi sebagai guru.

Menjadi guru penggerak tidaklah mudah. Dan tidak semua guru bisa mengikutinya. Ada syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi. Misalnya berumur di bawah 50 tahun, ketika mendaftar melalui sim PKB. Itu baru awal.

Belum lagi melalui tahapan seleksi yang perlu kemampuan literasi saat mengerjakan esai. Bahkan ada teman saya satu sekolah, sampai beberapa kali mengikuti seleksi tahap 1 tidak pernah lulus. Hingga umurnya mencapai 50 tahun, tahun berikutnya tidak bisa lagi mendaftar.

Pro dan kontra tentang Guru Penggerak

Di sebuah artikel yang ditulis sesama kompasianer, dengan judul Guru Penggerak Itu Berat, Kamu Gak Akan Kuat. Bahkan beliau menggambarkan dalam tulisannya guru menjadi terbelah. Terjadi Pro dan Kontra.

Ada yang mendukung program Pendidikan Guru Penggerak (PGP) dan ada pula yang tidak. Ada yang bilang program ini tidak berguna. Ada pula yang bilang program ini sangat bermanpaat.

Begitulah, kalau kita dengar keluh dan kesah, puja dan puji tidak akan ada habisnya berkenaan program guru penggerak. Belum lagi stigma positif-negatif tentang guru penggerak ketika mengikuti pendidikannya.

Secara pribadi, banyak nilai positif yang saya dapatkan saat mengikuti pendidikan guru penggerak. Saat menyandang status Calon Guru Penggerak, banyak ilmu baru yang saya dapatkan. Bagaimana berbagi aksi nyata dan praktik baik dengan warga sekolah.

Menciptakan budaya positif di sekolah. Membuat keyakinan dan kesepakatan kelas. Yang sangat bermanpaat bagi seorang guru menjadi pemimpin pembelajaran di kelas.

Jadi Guru Penggerak bukanlah zona nyaman. Tapi kok banyak yang mengikuti seleksi? Mengapa?

Begitulah, yang dilihat biasanya peserta yang sudah lulus. Dan memang tidak banyak. Biasa hanya hitungan puluhan tiap angkatan. 

Guru Penggerak angkatan 7 dari Kota Samarinda yang telah dinyatakan lulus dan menyandang "Guru Penggerak" berjumlah 51 orang. Dan akan mengikuti pengukuhan tanggal 20 September di Balai Guru Penggerak (BGP) Provinsi Kalimantan Timur.

Angkatan sebelumnya malah lebih sedikit lagi. Sekitar 21 orang saja yang dinyatakan lulus mengikuti Pendidikan Guru Penggerak. Kalau dihitung secara keseluruhan jumlahnya belum mencapai 100-an orang.

Cover Story Aksi nyata berbagi Praktik baik dengan Komunitas Praktisi Pendidikan, Diseminasi Implementasi Kurikulum Merdeka (Dokpri)
Cover Story Aksi nyata berbagi Praktik baik dengan Komunitas Praktisi Pendidikan, Diseminasi Implementasi Kurikulum Merdeka (Dokpri)

Guru Penggerak diproyeksi menjadi Kepala Sekolah?

Sangat beralasan kalau guru penggerak diproyeksikan menjadi Kepala Sekolah. Menurut Plt.Sekretaris Direktorat Jenderal (Sesditjen) Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud, saat berkunjung ke Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, Praptono mengatakan, "Guru penggerak merupakan orang-orang pilihan yang sudah menjalani seleksi dan pendidikan ketat."

Walaupun diprioritas menjadi Kepala Sekolah, seorang Guru penggerak harus memenuhi persyaratan yang telah ditentukan sesuai dengan Permendikbud Ristek nomor 40 tahun 2021 tentang penugasan guru sebagai Kepala Sekolah.

Di antaranya selain memiliki sertifikat Guru Penggerak, mempunyai kualifikasi akademik Sarjana (S1), memiliki sertifikat pendidik, berpangkat/golongan ruang minimal III/b bagi guru yang berstatus PNS. Dan guru ahli pertama bagi ASN PPPK. Memiliki kinerja guru minimal baik selama 2 tahun terakhir, memiliki pengalaman manajerial paling singkat 2 tahun terakhir, organisasi pendidikan dan pada Komunitas pendidikan.

Selain itu tidak pernah menjalani hukuman disiplin, sehat jasmani dan rohani dan bebas narkotika. Tidak menjadi tersangka atau terdakwa. Dan berusia paling tinggi 56 tahun pada saat diberi penugasan sebagai kepala sekolah.

Kegiatan Aksi Nyata Diseminasi Implementasi Kurikulum Merdeka yang dihadiri oleh berbagai sekolah dari komunitas Praktisi Pendidikan (Dokpri)
Kegiatan Aksi Nyata Diseminasi Implementasi Kurikulum Merdeka yang dihadiri oleh berbagai sekolah dari komunitas Praktisi Pendidikan (Dokpri)

Menjadi Guru Penggerak bukanlah zona yang nyaman bagi seorang guru yang ingin nyaman. Tidur siang, setelah mengajar akan menjadi terganggu karena harus mengikuti google meet bersama fasilitator. Berdiskusi, mengerjakan tugas di lms, dengan berbagai aneka tugas berbatas waktu (Due date).

Belum lagi di saat ngumpul bersama keluarga di hari weekend, harus mengikuti lokakarya yang dilaksanakan secara luring seharian penuh.

Berbagi praktik baik, berdiskusi dengan sesama calon guru penggerak dibimbing oleh pengajar praktik yang dibagi beberapa kelompok.

Kemudian di saat malam hari, bekerja sampai jauh malam di depan laptop membuat powerpoint untuk presentasi tugas kelompok. Membuat jurnal dwi mingguan di blog yang disediakan di lms ataupun menerbitkan pada media sosial seperti di Kompasiana, atau blog pribadi dan berbagi yang dikelola oleh Komunitas guru.

Pendampingan ke sekolah oleh pengajar praktik saat calon guru penggerak berbagi praktik baik dengan sesama warga sekolah dan rekan sejawat di komunitas praktisi pendidikan.

Dan mengirimkannya dalam betuk video pada channel YouTube, Google Drive ataupun platform Merdeka Belajar sebagai tugas yang harus diselesaikan dan dinilai oleh fasilitator pendidikan Guru Penggerak.

Para peserta diseminasi IKM sedang mengikuti kegiatan selama 2 hari oleh K3S kecamatan di wilayah kerja penulis (Dokpri)
Para peserta diseminasi IKM sedang mengikuti kegiatan selama 2 hari oleh K3S kecamatan di wilayah kerja penulis (Dokpri)

Sesuai dengan slogan guru pengerak "Bergerak, Tergerak dan Menggerakkan", bukan hanya slogan saat mengikuti pendidikan saja. Tapi saat dinyatakan lulus menjadi guru penggerak. Bukan saja di ruang lingkup kelas dan sekolah, bahkan lebih luas lagi ke berbagai komunitas praktisi pendidikan.

Penulis sendiri, yang diberi amanat menjadi Kepala Sekolah oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Samarinda, terus memberi warna bagi berbagai komunitas pendidikan.

Baik di kelompok kerja kepala sekolah (K3S) wilayah kerja penulis, dengan mengadakan aksi nyata berupa desiminasi Implementasi Kurikulum dengan memberikan pelatihan, bimtek penyusunan Kurikulum Operasional di Satuan Pendidikan.

Bila ingin berada di zona nyaman, menjadi guru penggerak bukanlah tempat yang tepat. Dari sini penulis menyadari betul, mengapa seorang Guru Penggerak diprioritaskan menjadi Kepala Sekolah.

(*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun