Beberapa kali penghuni mess yang enggan meninggalkan rumah karyawan tersebut melakukan demo. Menuntut agar ada jalan tengah di usahakan oleh Dinas tenaga kerja dan Pemerintah Daerah, membantu agar gaji mereka di bayar oleh perusahaan.
Namun usaha itu sia-sia. Akhirnya kata Ilham, semua karyawan hanya bisa pasrah, bila hasil keringat mereka tidak dibayarkan. Dan sebagai pengganti mereka menempati rumah mes karyawan tersebut tanpa perlu bayar sewa. Dan sampai bangunannya lapuk, dan hancur di makan usia.
***
Pernah bangunan dan mess karyawan tersebut diminta oleh pemilik baru, agar para penghuni rumah meninggalkan kediamannya. Karena sudah berpindah tangan dan telah dijual melalui lelang.
Namun, warga mess yang berdiam di sana tidak menerima begitu saja. Mereka tetap bertahan. Dianggap permintaan tersebut hanyalah akal-akalan. Mereka mau meninggalkan semua mess karyawan kayu lapis itu, bila hak-hak mereka berupa gaji, uang lembur dan THR telah dibayarkan.Â
Banyak spanduk dipasang disekitar mess karyawan tersebut bertuliskan, bangunan dan tanahnya beserta aset yang ada di atasnya sudah dijual.
Dan spanduk-spanduk itu akhirnya diturunkan oleh penghuni mess karyawan. Karena pemilik yang membelipun tidak jelas. Hingga saat ini mess usang dan lapuk dimakan usia tetap dihuni, walaupun seadanya. Rumah bocor disana-sini. Bila hujan deras, air bah bisa saja suatu saat masuk kerumah. Karena di sekitar perumahan ada tambang batu bara yang dibuka.
Di akhir tulisan ini, saya berharap agar teman saya Ilham waktu SD dan penghuni lainnya selalu diberi keselamatan dan kesehatan di keluarganya. Mess Karyawan kayu lapis itu menjadi kenangan masa kecil yang masih ada, dan tetap bertahan sampai saat ini. Layaknya rumah-rumah lain yang nyaman dan melindungi penghuninya dari cuaca buruk, hujan dan panas. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H