Mohon tunggu...
Riduannor
Riduannor Mohon Tunggu... Guru - Penulis

Citizen Journalism

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kanibalisme dan Barbar di Sekitar (Antara) Penulis

24 Januari 2023   22:06 Diperbarui: 24 Januari 2023   22:12 519
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Saat berada di Gramedia | Dokumen pribadi/Istimewa

Kanibalisme dan barbar mempunyai arti yang berbeda.  kanibalisme adalah perbuatan memakan sesama manusia. Setidaknya ada 4 arti kata Kanibalisme di kamus besar Bahasa Indonesia (KBBI). Sedangkan Barbar menurut KBBI adalah tidak beradab. Menarik kedua kata ini bila dihubungkan dengan penulis.

Baik Kanibalisme dan Barbar mempunyai arti berkonotasi negatif. Namun kedua kata tersebut, tidak memiliki sinonim sama sekali. Kanibalisme sinonim katanya dengan predator. Hanya saja Kanibalisme lebih identik kepada manusia. Sedangkan predator lebih ditujukan kepada binatang atau hewan.

Dikaitkan dengan penulis tidak tepat di sematkan kata predator, lebih tepat kanibalisme. Adapun Barbar di Tesaurus Bahasa Indonesia terdapat 66 sinonim untuk kata "barbar".

Sedangkan penulis merupakan pelaku kreatif yang menciptakan suatu karya tulis baik karya fiksi maupun non-fiksi. Bila ketiga kata ini di rangkai menjadi satu kalimat, akan membentuk sebuah opini yang akan di gambarkan secara utuh pada artikel ini.

Terbayang tidak, sebuah puisi, cerpen, ataupun cerita fiksiana lainnya yang di tuangkan di Kompasiana dari buah pikiran penulisnya bernilai sastra, diakui oleh orang lain tanpa seizin pemiliknya dalam sebuah buku. Kemudian dikomersilkan dan menghasilkan cuan.

Baca juga: Penulis Gado-Gado

Saat Karya-karya tersebut, ditulis dan dipublikasikan di Kompasiana, ada perilaku kanibalisme dan barbar yang menguntungkan diri sendiri dan merugikan pemilik karya tulisan tersebut.

Dengan cara mengakui dan mengambil karya kompasianer dengan menerbitkan sebuah buku kumpulan ber-ISBN. Dan saat sipemilik tulisan menerbitkan karyanya dan mengumpulkan tulisan tersebut, ternyata telah melanggar hak cipta.

***

Plagiat menghancurkan masa depan penulis

Salah satu tulisan dikompasiana | Dokumentasi pribadi/Istimewa
Salah satu tulisan dikompasiana | Dokumentasi pribadi/Istimewa

Beberapa sesama sahabat Kompasianer yang menerbitkan ulang karyanya yang sudah menjadi buku, ditulis kembali di Kompasiana terkena Plagiarisme. Plagiarism checker tak mengenal siapa itu penulisnya, yang dikenal adalah tulisan itu pernah ditulis, dimuat diedarkan dan dijual pada media lain.  Baik berupa media cetak, online, ataupun dalam bentuk buku.

Bagaimana jadinya berbagai tulisan puisi, cerpen, ataupun fiksiana yang ada di Kompasiana, di kanibalisme dengan barbar seseorang yang membuatnya menjadi sebuah buku tanpa mencantumkan nama pemilik karya tersebut pada buku yang diterbitkan.

Perilaku Kanibalisme dan barbar di sekitar (antara) penulis bisa saja terjadi. Saya sendiri pernah mengalami, sebuah Karya ilmiah yang saya tulis di plagiat bulat-bulat sebagai tugas akhir menyusun skripsi.

Semua kata, kalimat di dalam skripsi tersebut sama persis tanpa diubah sedikitpun. Semua bab sama persis, yang beda hanya judulnya. Saya ajukan protes dan akan mengadukan ke kampus yang bersangkutan. 

Walaupun diawalnya, si mahasiswa tidak mengakuinya. Begitu saya ajak diskusi dan membedah semua isi di skripsi tersebut, akhirnya, ia mengakuinya.

***

Penulis harus jujur

Saat membuat tulisan di Perpustakaan | Dokumentasi pribadi/Istimewa
Saat membuat tulisan di Perpustakaan | Dokumentasi pribadi/Istimewa

Modal utama seorang penulis adalah jujur. Jujur dalam mengakui hak intelektual orang lain. Kalaupun mengutip, harus mencantumkan sumber tulisan. Di Kompasiana perilaku ini dijunjung tinggi. 

Memang menulis di Kompasiana dengan menulis buku tidak bisa di samakan. Sebuah gambar, sekalimat tulisan pun harus dicantumkan sumbernya bila kita mengutip. Penghormatan dan penghargaan terhadap hak intelektual orang lain perlu kita jadikan prinsip penulis.

Diakhir tulisan ini saya ingin mempertanyakan "Kita sendiri berada dimana?." Sebagai Kanibalisme atau menjadi barbar?. 

Setiap penulis di media Blog bersama Kompasiana suatu saat, pasti ada keinginan mengumpulkan tulisannya menjadi sebuah buku. Baik itu berupa Antologi Puisi, kumpulan cerpen, dan lainnya.

Menulis dengan gaya bahasa sendiri lebih baik ketimbang mengambil sebagian atau semua gaya bahasa orang lain dalam menulis. Boleh-boleh saja sebagai perbandingan. Tapi ciri khas dan formula menulis dengan warna sendiri tetap ada. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun