Bila sebuah bangsa, ingin bertumbuh menjadi bangsa yang sehat lahir dan batin. Pendidikan yang diberikan harus berpegang pada dasar prinsip nasional, kultur dan budaya (Ki Hijar Dewantara, 1922)
Sejak Lokakarya pertama CGP Angkatan 7 yang diadakan di SMA 5 Kota Samarinda, penulis serasa mendapatkan pasokan ilmu pengetahuan, dan semangat baru sebagai seorang pendidik dan Guru pembelajar.Â
Selama ini saya sebagai guru hanya mendengar tentang Guru Penggerak. Apa itu guru penggerak, secara persis saya kurang begitu memahami. Saya hanya membaca beberapa literatur buku yang bercerita tentang guru penggerak secara umum.
Setelah 13 hari mengikuti Pendidikan Calon Guru Penggerak (CGP) angkatan 7 mulai terbentuk pemahaman secara jelas. Dari pemikiran dan filosofis pendidikan Ki Hajar Dewantara, saya mulai mengetahui apa yang sebenarnya di cita-citakan Bapak Pendidikan Nasional.
Ki Hajar Dewantara di dalam pemikirannya bahkan menyangkal sebuah teori terkenal yaitu "Tabula rasa". Sebuah teori yang berkembang di negara barat yang memandang manusia dilahirkan layaknya sebuah kertas putih yang masih kosong.Â
Teori tabula rasa dipengaruhi oleh pendapat seorang filosofi John Locke pada pemikiran empirisme Prancis Bacon (1561-1626). Teori ini ini memusatkan proses belajar pada orang dewasa bukan pada anak. Sehingga keterlibatan anak tidak dianggap penting baik pendapat dan inisiatif mereka.
Bagi Ki Hajar Dewantara tentu saja teori tabula rasa tidak memerdekakan anak di dalam pengajaran dan pendidikan. Dan tidak menempatkan anak sebagai pusat proses pembelajaran.Â
Guru sebagai penuntun
Filosofis Pendidikan yang di letakkan Ki Hajar Dewantara adalah pendidikan yang berpusat pada anak. Filosofi pendidikan ini mengharuskan guru sebagai pengajar dan pendidik memberikan tuntunan.Â
Guru berperan sebagai sang penuntun. Guru memberi tuntunan pada anak atau siswanya sesuai dengan tahap-tahap perkembangan anak. Baik secara budi terdiri dari Cipta, rasa dan karsa. Dan pekertinya (tenaga) sesuai dengan kodrat sang anak.Â
Sejak lahir seorang anak sudah di bekali kodrat alam dan kodrat zaman. Namun kodrat yang dibawa itu masih  garis samar-samar. Ketika dia bersekolah, maka kewajiban gurulah untuk menebalkan garis samar-samar tersebut.
Dan sebagai guru menjadi penuntun anak didiknya sesuai kekuatan kodratnya. Dengan tujuan mulia agar anak sebagai manusia dan bagian masyarakat mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya.
Pengalaman Baru Konsep Pendidikan
Konsep Pendidikan selama ini yang penulis terapkan dan dapatkan sejak dari bangku kuliah di Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD), dasar-dasar pendidikan yang digunakan lebih condong kepada teori tabula rasa.
Saat mengikuti CGP Angkatan 7 yang sudah berlangsung 13 hari, banyak ilmu dan pengalaman yang penulis dapatkan baik dari materi modul 1.1 yang dipelajari atau interaksi saat berdiskusi dengan instruktur CGP atau teman sekelas.
Sebelum mempelajari konsep pemikiran Ki Hajar Dewantara dan sesudahnya, ada perubahan yang lebih baik kearah positip. Positip dalam artian merubah pemikiran guru sebagai pusat informasi atau proses belajar. Menjadi anak sebagai pusat belajar dan informasi lainnya.
Pemikiran yang berubah dari pengalaman mengikuti CGP dan mempelajari materi modul 1.1 saya harus bisa dan mampu memberikan tuntunan kepada siswa sebagai anak didik.Â
Banyak cara yang saya lakukan untuk merubah pola pikir selama ini, sebelum mengikuti Pendidikan Guru penggerak. karena kebetulan penulis juga mengampu kelas 4 yang tahun ini mulai menggunakan Kurikulum Mandiri belajar sebagai Implementasi Kurikulum merdeka.
Baik kurikulum merdeka belajar dan pemikiran Ki Hajar Dewantara serasa sejalan dan searah. Penguatan Karakter  yang ada di kurikulum Merdeka berupa propil pelajar pancasila (P5) sangat sesuai dengan pemikiran pendidikan Ki Hajar dewantara.Â
Belajar yang menyenangkan, sangat di minati oleh siswa. Adanya kegiatan praktik. Mengurangi ,metode ceramah, membuat siswa lebih aktip dalam proses belajar-mengajar.Â
Dari pemikiran dan filosofis pendidikan Ki Hajar Dewantara, penulis mengambil banyak pengetahuan dan juga pengalaman baru setelah menggali materi modul yang dipelajari, dan selama proses diskusi yang di adakan melalui google meet.
Penerapan prilaku sosio kultur budaya, sesuai potensi dan kearipan lokal merupakan hal menarik bagi siswa. Misalnya membiasakan 5 S (Senyum, sapa, salam, sopan, santun) setiap bertemu, dan akan memasuki ruang kelas.
Selain itu membangkitkan dan menggali potensi serta bakat siswa sesuai dengan kegemarannya masing-masing. Kebetulan penulis, mempunyai kegemaran menggambar dan membuat kartun. Saya membuka kelas seni rupa, yang sangat di minati oleh siswa.
Dari pemikiran Ki hajar dewantara, yang segera saya lakukan adalah membiasakan siswa membawa bekal makanan dari rumah. Setelah jam istirahat pelajaran, baik guru dan siswa menyantap bekal makanannya bersama.
Pembiasaan membawa bekal dari rumah, selain melatih siswa saling berbagi makanan dengan teman sebangku atau lainnya. Terjalin juga rasa kebersamaan dan kekeluargaan. lambat laun prilaku ini, bila dilaksanakan secara kontinyu sesuai Trikon Ki Hajar Dewantara.
Yang menebalkan laku anak dan membentuk karakter anak yang berprilaku propil pelajar pancasila sesuai dengan cita-cita beliau. Mewujudkan sebuah pendidikan yang merdeka belajar.Â
Refleksi DiriÂ
Setelah mengikuti Pendidikan Calon Guru Penggerak (CGP) Angkatan 7 banyak pengelaman baru yang dapat penulis gali dari materi modul 1.1 tentang pemikiran dan filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara (KHD).Â
Selain itu selama 13 hari, sejak Lokakarya satu di selenggarakan banyak pengetahuan dan informasi baru yang penulis dapatkan baik melalui Learning Management System (LMS) di web sekolah.penggerak.kemendikbud.go.id dengan cara belajar mandiri, dan mengirimkan tugas dari Instruktur.
Pemberian materi secara daring melalui Instruktur kelas dengan menggunakan aplikasi Google Meet. Di kegiatan ini para Calon Guru Penggerak (CGP) diajak berkolaborasi dan berdiskusi antara sesama CGP baik yang tergabung dalam satu kelas, ataupun dalam kelompok diskusi yang terdiri 4 orang CGP.
Dengan kegiatan Kolaborasi di Pendidikan CGP, penulis melakukan refleksi diri, sebagai seorang guru harus terus belajar. Dan menggali berbagai ide, pengetahuan, pemahaman, serta filosofi pemikiran Ki Hajar Dewantara (KHD).
Sisa dan warna pendidikan zaman kolonial yang masih ada, perlahan harus di tinggalkan. Perbedaan perilaku kepada anak, membedakan anak yang pintar, dan tidak pintar.Â
Memaksakan kepada anak seragam dalam menerima pelajaran. Sesuai keinginan guru. Adanya pemberian hukuman dan sangsi sudah tidak selayaknya lagi di sistem pendidikan zaman sekarang.
Setiap anak adalah unik, dan mempunyai kesukaan dan bakat alam yang berbeda. Ada anak yang menyukai pelajaran Matematika. Sebagian lagi ada yang menggemari pelajaran Bahasa indonesia. Dan ada juga yang berbakat dan hobi menggambar dan melukis.
Sebagai seorang guru, menurut pemikiran Ki Hajar dewantara (KHD), saya hanya menuntun, mengarahkan, dan membantu anak sebagai among mencapai cita-cita dan bakat yang dimilikinya sesuai kodrat alam dan kodrat zamannya. Guru hanyalah menebalkan laku tersebut, dan menghantarkannya pada kebahagiaan dan keselamatan diri setinggi-tingginya.
Sesuai dengan semboyan Tut Wuri Handayani, guru memberikan dorongan dan arahan dari belakang. Memberikan semangat dan motivasi, dan memberikan arahan yang tepat sehingga tidak membahayakan anak.
Saya  memberikan refleksi diri selama mempelajari materi antar relasi (Koneksi) materi modul 1.1 dan kegiatan belajar mandiri dari tugas yang penulis kerjakan. Dan pemberian materi melalui Google Meet oleh Instruktur. Dan juga kolaborasi diskusi kelompok, yaitu :
- Dengan mempelajari materi modul 1.1 dan koneksi antar materi modul, saya mendapatkan pengetahuan dan pengalaman baru yang bisa saya gunakan dan praktikkan saat pembelajaran di dalam kelas.
- Bisa memahami, dan memaknai pemikiran Ki Hajar dewantara dengan menempatkan diri sebagai penuntun kepada siswa atau anak. Menghambakan diri kepada anak, dan menebalkan laku siswa sesuai kodrat yang dimilikinya.
- Secara berproses saya memperbaiki diri, mengikuti dan menjadi penggerak pemikiran-pemikiran Ki hajar dewantara yang menjadikan anak sebagai pusat belajar. Di kelas saya menciptakan suasana belajar yang menyenangkan, dengan mengkaitkan materi pelajaran dan nilai-nilai dasar pendidikan dalam upaya menebalkan laku anak.
- Memberikan contoh langsung dengan membawa bekal makanan di dalam kelas kepada semua siswa, dan setelah jam pelajaran memakan bekal tersebut bersama-sama di ruang kelas. Tujuannya meningkatkan rasa kebersamaan, kepekaan dan empati antar siswa, dan siswa dengan guru. Sehingga terbangun komunikasi yang baik antar siswa dan siswa, serta siswa dan guru.Â
- Dari mempelajari materi, dan koneksi antar materi dan kolaborasi sesama CGP dan instruktur, mengenai pemikiran Ki Hajar dewantara, saya banyak mendapatkan ilmu baru. Dapat terus meningkatkan Kompetensi guru, melalui 6 dasar pemikiran Ki Hajar Dewantara serasa mendapatkan bekal tak ternilai harganya.
Akhirnya lewat tulisan ini, sebagai Calon Guru Penggerak (CGP) Angkatan 7 Kota Samarinda, saya perlu terus belajar dan belajar. Menggali pemikiran Ki hajar Dewantara (KHD) dan memaknainya pada pembelajaran di dalam kelas.Â
Masih banyak yang perlu penulis perbaiki sebagai seorang guru yang memberikan pengajaran dan pendidikan. Sebagai guru pembelajar dan penuntun, peningkatan kemampuan dan pemahaman dasar pendidikan menurut Ki Hajar dewantara (KHD) akan terus saya kembangkan.
Nilai yang berpihak pada siswa menjadikan siswa mandiri, inovatif, kolaboratif, dan reflektif. Dan juga bisa bersinergis dengan rekan guru dan Kepala Sekolah di lingkungan sekolah.Â
Teori Trikon yang di sampaikan oleh Ki Hajar dewantara, dengan menyangkal teori Tabularsa, yang saat ini mempengaruhi kurikulum dan pembelajaran di sekolah, perlahan kembali kepada pemikiran dan filosofis pendidikan Ki Hajar Dewantara dengan Kurikulum merdeka yang saat ini diterapkan.
Menurut teori Trikon yang dikemukakan Ki hajar Dewantara untuk melestarikan dan mengembangkan kebudayaan nasional indonesia. Trikon terdiri atas tiga asas yaitu Kontinyu (berkesinambungan), konvergen (pengembangan sumber luar) dan Konsentris (sesuai kepribadian sendiri). (*)
Salam Guru penggerak
Samarinda, 05 November 2022.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H