Mohon tunggu...
Riduannor
Riduannor Mohon Tunggu... Guru - Penulis

Citizen Journalism

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Pemberian PR Digantikan dengan 2 Jam Pendidikan Karakter, Sudah Tepatkah?

27 Oktober 2022   14:54 Diperbarui: 28 Oktober 2022   07:55 1447
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi anak mengerjakan PR (Sumber: Shutterstock)

Kohn mengatakan "Pemberian PR adalah sebuah praktek yang sia-sia, dan buang-buang waktu. Tanpa fantasi hanya mengarahkan anak-anak menjadikan sekumpulan tikus penghisap jiwa sebelum usianya matang."

Menurut pemikiran Ki Hajar Dewantara (KHD), pendidikan dan mengajar adalah proses memanusiakan manusia. Memerdekakan manusia dari segala bentuk aspek kehidupan, baik fisik, mental dan jasmaninya. 

Setiap anak mempunyai kodrat alam dan kodrat zaman. Pemberian tugas berupa soal latihan, yang dikerjakan di rumah merupakan warisan kolonial belanda. Di mana setiap pekerjakan yang tidak diselesaikan, akan mendapatkan hukuman dan sangsi. 

Bahkan orang tua yang pernah merasakan bangku sekolah di zaman belanda, yaitu Sekolah Rakyat (SR), bercerita kerasnya hukuman pendidikan di zaman itu. Bisa berupa hukuman berdiri di depan kelas sampai pulangan bahasanya "distrap." 

Atau menerima pukulan rotan, di tangan bila tidak mengerjakan tugas, tidak bisa menjawab pertanyaan. Tujuannya baik, untuk mendisiplinkan anak. Tapi sistem pendidikan yang diterapkan oleh Belanda setelah Indonesia merdeka, sudah tidak relevan lagi di kodrat zaman yang sudah serba internet.

Penguatan Pendidikan Karakter

Pemikiran dan filosopi dasar-dasar pendidikan, sampai saat ini relevan dan menjadi acuan pendidikan di Indonesia. Di antara pemikiran beliau, guru adalah sebagai penuntun. 

Menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. Baik anak sebagai manusia dan juga sebagai anggota masyarakat. 

Pertanyaan yang mendasar, "Apakah pemberian PR membuat anak senang, dan merdeka dalam belajar?"

Jawabannya memang pro kontra berkenaan penghapusan PR di sekolah dasar, lanjutan, dan menengah. 

Sebenarnya penghapusan PR secara keseluruhan di sekolah, bukan berarti tidak ada sama sekali. Tapi pemberian PR hendaknya disederhanakan. Tidak dipungkiri, masih ada guru yang mengajar dengan banyak memberikan tugas, latihan soal dikerjakan di rumah sehingga membuat anak terbebani.

PR diarahkan ke pembentukan karakter anak. Secara kodrat anak adalah individu yang unik. Setiap anak mempunyai kemampuan yang berbeda. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun