Tidak jauh dari rumah pak Mufid, sekitar 200 meter ada sebuah danau yang cukup besar di belakang rumah pak Warnoto. Danau itu selama musim kemarau, juga menjadi kering.Â
Semalaman hujan, danau tersebut penuh kembali terisi air. Seakan danau itu menjadi waduk alami di desa ini. Bila musim hujan menjadi penyangga penampung air yang datang dari berbagai lereng bukit yang mengelilingi desa ini.Â
***
Para petani di desa ini tersenyum dan bergembira penuh suka cita. Mereka memanjatkan puja dan puji serta syukur kepada Tuhan yang telah menurunkan hujan di desa ini.
D ibilik-bilik rumah yang berlentera lampu minyak tanah, warga desa bercengkerama bersama keluarga. Para orang tua sibuk menadahkan air yang mengalir dari genteng-genteng rumah, membuat pancuran air ke drum-drum kosong di rumah mereka.
Pak Mufid dan Mang Ujun, mengatur rencana bertanam kacang panjang, yang bisa menghasilkan buah yang banyak di musim penghujan. Sejak kemarau mereka sudah menyiapkan turus-turus kacang, yang diambil dari ranting pohon karamuting yang tumbuh liar di sekitar hutan di desa ini.
Turunnya hujan dengan deras di desa ini menjadi berkah buat semua warga. Mereka dapat mempunyai persediaan air yang banyak ketika musim hujan.Â
Bisa bertanam sayuran, dan menyemai bibit di gundukan tanah yang keras, menjadi lembut dan subur karena tersiram air hujan. Tanah hitam berhumus tidak mengeras lagi, lahan-lahan di pekarangan dan samping rumah warga bisa produktip lagi.Â
Hewan ternak pun bisa berenang dengan riang gembira di danau yang terletak dibelakang rumah pak warnoto. Bebek peliharaan pak warnoto tidak kekurangan air lagi (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H