Filosopi panjat pinang
Banyak orang menganggap lomba panjat pinang hanya membawa kenangan buruk, di masa kolonial belanda. Waktu itu, masyarakat indonesia, yang diberi label  oleh penjajah kolonial orang pribumi kelas 3 (tiga), ataupun kelas kambing.Â
Dijadikan bahan hiburan, dan lelucon, tertawaan para menir, dan noni belanda, serta para indo, keturunan belanda campuran. Yang notebene, adalah bangsa lain, yang datang ke nusantara, dengan tujuan awal berdagang, kemudian menjajah.
Namun, tidak sedikit juga yang menilai lomba panjat pinang merupakan bagian dari upaya meneladani perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajahan.Â
Ada filosofi panjat pinang, yang bisa diambil sebagai pelajaran bagi orang sekarang, dalam mengisi dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia, yaitu semangat kerjasama, rasa patriotisme, dan pantang menyerah untuk meraih sesuatu.
Lomba panjat pinang, ada sisi positip yang bisa di ambil, sehingga selalu dilestarikan dan diadakan setiap hari Kemerdekaan RI, di bulan Agustus. Kalau dulu, juga diadakan lomba panjat pinang untuk memperingati hari ulang tahun ratu belanda, Wilhelmina. Dan sekarang dalam rangka memeriahkan dan merayakan hari Kemerdekaan RI.
Apakah tradisi panjat pinang harus dihapuskan?
Bung karno, mengatakan "JAS MERAH", jangan lupakan sejarah. Tradisi panjat pinang merupakan jejak kolonial, yang tersisa dan tertinggal dan menjadi tradisi lomba, di setiap hari kemerdekaan RI.Â
Walaupun tradisi panjat pinang, merupakan bagian rekam jejak kelam penjajahan belanda, yang waktu itu menjadi hiburan, dan lelucon untuk mentertawakan bangsa kita ditengah penjajahan, yang hidup dalam belenggu kemiskinan dan kemelaratan.
Namun pesan moralnya, panjat pinang buat masyarakat pribumi waktu itu, menjadi hari bahagia, karena bisa mendapatkan hadiah-hadiah, yang dalam ukuran saat itu tergolong mewah.Â