Pagi-pagi, Pak Achmad Mustofa seorang guru yang bertugas di daerah Kecamatan Segah bersiap untuk berangkat ke Kota kabupaten mengikuti Bimtek guru berkenaan Implementasi Kurikulum Merdeka (IKM).
Medan perjalanan menuju ke kota kabupaten bukanlah hal yang mudah. Dari lokasi sekolah, di desa tepian buah sampai ke kota bisa ditempuh dengan perjalanan sekitar 13 jam dengan jarak 471,3 Km.Â
Sebuah perjalanan yang sangat melelahkan. Desa tepian buah Kecamatan segah berada di pelosok kabupaten. Bisa dikatakan tempat Pak Achmad Mustofa bertugas adalah daerah terpencil.Â
Jalan darat melalui jalur logging yang merupakan jalan yang dibuat oleh perusahaan kayu. Banyak jalur-jalur logging yang dulunya ketika perusahaan kayu masih jaya. Jalan tersebut dipergunakan untuk mengangkut kayu gelondongan untuk diproduksi dan dikirim ke ibukota kabupaten.
Seiring berjalannya waktu, sekarang banyak perusahaan kayu yang tutup. Kemudian, bermunculan perusahaan tambang batu bara, kemudian berlanjut dengan dibukanya lahan-lahan kelapa sawit.Â
Hampir di setiap desa, kampung, dan daerah transmigrasi, sekitar tahun 1990-an, banyak guru-guru yang dikirim dan ditugaskan pada daerah tersebut. Dulu dikenal dengan istilah guru Khusus Daerah Terpencil (Kudacil), dan guru daerah transmigrasi.
***
Desa tepian buah, untuk mencapai ke sana selain melalui jalur darat yang tanahnya bila musim hujan sangat becek dan susah dilewati kendaraan, juga melalui jalur sungai.Â
Melalui jalur sungai ditempuh menggunakan perahu, yang dimotori mesin ketinting atau domping dengan ukuran 5 PK atau 10 PK. PK itu diambil dari bahasa belanda "Paadenkracht" yang artinya daya kuda alias horse power.
Beliau seorang guru yang penuh semangat dan pantang menyerah. Sebenarnya, ada banyak guru yang di awal tahun 1990-2000 yang ditugaskan di sana dan tersebar di berbagai kecamatan.
Penulis pun sempat bertugas di daerah transmigrasi selama 11 tahun dengan medan jalan yang tak kalah susahnya, dan penuh tantangan.Â
Jalan berlumpur dan rusak, terkadang harus bermalam di hutan kalau mobil ataupun sepeda motor yang diikuti mengalami kerusakan di jalan.
Guru yang bertugas di daerah terpencil kebanyakan berasal dari pulau Jawa, Bali, dan juga dari Samarinda. Dan biasanya, pendidikannya waktu itu berasal dari Sekolah Pendidikan Guru (SPG).Â
Sedangkan guru yang bertugas di daerah transmigrasi berasal dari pulau Jawa, Bali, Lombok yang mengikuti program transmigrasi ke Kalimantan, dan juga guru-guru yang berasal dari pulau Kalimantan Timur.Â
Dan biasanya pendidikannya berasal dari Diploma dua Pendidikan Guru Sekolah dasar (PGSD), dan lulusan S1 untuk yang bertugas di SMP.
***
Guru Perintis
Sebutan ini sangatlah tepat disematkan pada guru-guru perantau. Rata-rata sekolah yang mereka mengajar belum memiliki guru PNS. Kebanyakan masih tenaga honor.Â
Ada yang masih belajar di balai desa karena belum memiliki gedung sekolah dan masih proses pembangunan. Dan ada juga yang sekolahnya masih baru dan berada di tengah hutan.Â
Karena desa yang ditempati, merupakan daerah hutan belantara yang dibuka menjadi pemukiman warga yang mengikuti program transmigrasi. Sebuah program unggulan yang disandingkan dengan SD Inpres di zaman orde baru.
Guru yang ditugaskan di daerah terpencil dan transmigrasi, memang rata-rata guru yang masih berusia muda. Guru yang baru lulus pendidikan di universitas.Â
Memang zaman orde baru, rata-rata guru yang bisa lulus seleksi tes CPNS masih berusia 23-30 tahun. Karena memang waktu itu persyaratan usia memang maksimal 35 tahun. Namun bila ditelisik lebih jauh, kebanyakan yang lulus masih muda, dan belum menikah alias jomblo.Â
Saya berpikir waktu itu diangkat CPNS, menempati daerah-daerah transmigrasi, masih usia muda dan bujangan, mungkin supaya lama pengabdiannya, dan juga masih lama pensiunnya. hehehe.Â
***
Medan tugas yang sulit
Diangkat yang muda-muda sementara yang sudah berumur banyak yang tidak lulus. Bisa jadi, penyebabnya pertimbangan medan tugas yang tidak mudah, lewat darat jalannya yang rusak, berlumpur bila musim hujan, dan berhari-hari dalam perjalanan.
Sementara yang melalui jalur sungai, tidak jauh beda, perjalanan yang berhari-hari. Dan terkadang melalui jeram-jeram yang memicu adrenalin, dan salah-salah juru mudi perahu tidak pandai, nyawa taruhannya.
Sebab itulah, pemerintah lebih meluluskan yang muda karena masih semangat dan masa pensiun yang lama. Serta lebih kuat melalui medan perjalanan yang sulit.
Di tengah keterbatasanÂ
Guru dulu dan sekarang banyak perbedaan. Kalau dulu guru hanya tenang mengajar di tempat lokasi tugas di daerah pedalaman terpencil, yang perjalanannya berkilometer dari pusat kabupaten dan kota. Tidak ada tuntutan ini dan itu.
Sejak kewajiban guru harus mempunyai ijazah strata 1, harus mengikuti sertifikasi guru, dengan mengikuti pendidikan latihan profesi guru (PLPG), kemudian berubah nama menjadi Pendidikan profesi Guru (PPG).Â
Durasi waktu pelatihan dan pendidikan pun tidak sama, kalau dulu PLPG durasi waktunya 10 hari, namun di PPG bisa mencapai 3 bulan.Â
Keterbatasan internet dan jaringan operator yang belum tersedia, juga menjadi permasalahan bagi guru dan sekolah mengirimkan Data Pokok Pendidikan (Dapodik), yang harus dikirimkan secara online ke server kemendikbud ristek.
Mau tidak mau, suka tidak suka, guru-guru pedalaman dan terpencil, mengikuti perkuliahan S1 di universitas terbuka, ke ibu kota kabupaten. Dan juga mengikuti PPG di sana dengan menempuh perjalanan yang cukup melelahkan.Â
Dan juga saat pengiriman data sekolah melalui Dapodik mengharuskan Pak Achmad mustofa ke kota untuk mengirimkan data melalui internet dengan jaringan yang lebih stabil.Â
***
Begitulah potret guru-guru perantau, bertugas di daerah-daerah untuk menyukseskan pendidikan dan menjadi ujung tombak mencerdaskan anak-anak bangsa.Â
Sekarang, pak Achmad mustofa, sebagai guru tidaklah muda lagi, beliau mengabdi dengan penuh tanggung jawab, mencapai 20 tahunan. Makin bertambah usia, tentunya kekuatan berada di medan perjalanan tidak sekuat dan segesit masih muda.
Semoga selalu diberi kesehatan, dan tetap bersemangat dalam bertugas sebagai guru, di daerah pedalaman dan terpencil. Dan selalu bersemangat mengikuti kegiatan pelatihan, maupun berbagai Bimtek, workshop yang diadakan di ibukota kabupaten.Â
Dan berharap, semoga ke depannya, jalanan tambah bagus, jaringan telekomunikasi dari berbagai operator sudah menjangkau ke daerah-daerah pedalaman. Sehingga tidak ada jarak dan ruang yang membatasi, serta bisa mengikuti kegiatan secara online, tanpa harus ke kota kabupaten menempuh perjalanan berhari-hari (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H