Aku senang banget, besok hari minggu. Kata mama, kai Haji, baru beli tv baru, kalau mau nonton tv, tidak usah kebalai desa. Tapi bisa kerumah Kai, dan ngumpul dengan beberapa cucu kai lainnya.
Televisi Baru, hitam putih
Kai (kakek) biasa dipanggil dengan depan Haji, karena semua orang kampung memanggil Kai Haji, beliau diantara beberapa orang yang pertama berangkat haji dikampungku menggunakan kapal ke tanah suci.
Malam minggu, dengan pagi dan siangnya, banyak acara tv yang rame. Ada flm Aku anak indonesia (ACI), Aneka ria safari, flm boneka si unyil, Ria Jenaka, dan juga ada flm rumah masa depan.
Perlahan, orang dikampung mulai banyak memiliki televisi. Walaupun warnanya masih hitam putih. Dan acara tv-nya, masih hanya TVRI. Bagi yang belum punya televisi, biasa numpang nonton dirumah tetangga.Â
Untunglah, tidak beberapa lama, Abah (Bapak), juga ikut membeli televisi, yang warnanya hitam putih. Aku bisa nonton dirumah saja. Tidak lagi nonton di balai desa, di rumah kai, ataupun ditempat tetangga.
***
Sepulang sekolah, di sore hari. Aku menonton acara tv mari menggambar, yang diasuh Pak Tino Sidin. Sambil ditemani makanan buatan mama yaitu singkong goreng, atau terkadang bubur kacang hijau.Â
Dari layar kaca tv, aku memperhatikan setiap gambar lukisan yang diperlihatkan Pak Tino Sidin, kiriman dari seluruh anak Indonesia.Â
" Baik anak-anak, Pak tino bacakan lagi, ini kiriman dari temanmu?," Kata Pak Tino sidin, sambil membetulkan letak kacamatanya.
"Kiriman dari teman kita, RIDUAN, RIDUANNOR Siswa Kelas 4 SD 001 , dari Samarinda, Kalimantan Timur. Gambarannya Pemandangan, dipinggir pantai...BAGUS!!, " baca Pak Tino Sidin, sambil tersenyum melihat depan gambar, yang di tayangkan di televisi.
"Maaaaa, gambar kirimanku masuk tv!!," teriakku kegirangan. Mama berlari keruang tamu, sambil membawa susuk rinjing.Â
"Mana, mana, gambarnya, sudah sampai ke TV?, tanya mamaku.
"Itu ma, lagi dibacakan Pak tino," tunjukku, sambil kegirangan. Mamapun ikut senang, karena kiriman gambar yang dua minggu lalu, kukirimkan melalui Kantor Pos, sudah sampai ke meja Pak Tino Sidin, dan telah ditayangkan.
Aku pergi bersama bapak, naik motor honda 70, mengantar kiriman gambar tersebut, di kantor pos yang terletak di jalan Gajah mada. Kantor pos itupun masih berdiri sampai sekarang. Hanya saja bangunannya sekarang, tambah megah dan bagus.Â
***
Layar Tancap
Sebuah mobil  "COLT" berkeliling kampung, sambil lewat pengeras suara yang dipasang di atas mobil colt, mengumumkan, kalau malam ini ada film layar tancap, dan penyuluhan KB.Â
Penyuluhan KB, dengan diikuti pemutaran flm bioskop di lapangan bola lembang. Lapangan lembang, yang merupakan lapangan bola menjadi pusat kegiatan di kampung. Setiap ada acara kampung selalu diadakan disana.Â
Apalagi, menjelang 17 Agustus, yang merupakan hari kemerdekaan. Berbagai lomba diadakan disana, terutama turnamen Sepak bola Cup, yang berhadiah uang dan piala bergilir Kepala Kampung.
Diakhir acara 17-an, biasa diisi dengan lomba panjang pinang, yang dipasang di tengah lapangan bola yang luas tersebut. Hampir 20 buah pohon pinang di tanam disana, dengan berbagai hadiah yang menarik peserta lomba panjat pinang. Mulai hadiah, baju kaos, panci, kipas angin, sampai dengan sepeda di taruh diujung pohon pinang.
Dikampungku, bila ada pemutaran layar tancap, sebuah kain putih besar, yang dikasih tiang. Dipasang ditengah lapangan, hampir semua isi kampung datang, memenuhi lapangan bola. Mulai dari anak-anak, sampai dengan orangtua.
Sampai ada yang membawa karpet dari rumah, kemudian di hampar ditengah lapangan, yang diduduki oleh satu keluarga. Orang kampung, setelah magrib, sudah memenuhi lapangan. Datang lebih awal, supaya bisa duduk paling depan.
***
Ketika, Aku datang kelapangan, separuh lapangan bagian depan sudah penuh, manusia menyemut memenuhi lapangan bola. Para penjual makanan dan minuman, berada di depan lapangan bola. Penjual kacang rebus, singkong goreng, sampai dengan Pakle penjual mainan anak-anak, memenuhi pojok-pojok lapangan, tempat strategis berjualan.
Setelah waktu isya, flm pun mulai diputar, iklan seputar Keluarga berencana (KB) menghiasi layar lebar. Anjuran pemerintah mempunyai anak cukup dua, merupakan program yang digenjarkan Pemerintahan Soeharto, sampai ke pelosok-pelosok kampung, yang belum tersentuh lampu penerangan PLN, maupun masih tahap perkembangan pembangunan.
Lapangan bola, yang sangat luas sudah dipenuhi manusia. Sampai dipojok lapanganpun, orang berjejal, ingin menyaksikan layar tancap. Film Roma irama, begadang sedang diputar. Baik anak-anak, tua, muda, terbawa alur cerita flm Roma. Bila lucu, semua tertawa, seperti koor disebuah paduan suara. Bila sedih, ada yang sampai menyeka air mata.
Sampai akhirnya, pukul 12.30 Wita, pemutaran flm berakhir. Penonton, berangsur-angsur pulang, meninggalkan lapangan bola. Aku, bersama teman sekelas, yang juga nonton, pulang kerumah masing-masing. lagu-lagu Roma yang syahdu, terngiang-ngiang ditelinga, sampai terbawa mimpi.
***
Musim kelereng
Bulan Januari 1985, musim wayang, dan musim layang-layang sudah berlalu. Musim layang-layang, biasa di bulan Oktober-Desember, karena perubahan cuaca, dan bertiupnya angin, sangat baik buat bermain layang-layang.Â
Musim layang-layang, bukan hanya anak kecil memainkannya, tapi orang dewasa juga banyak yang ikut bermain layang-layang di waktu sore hari. Hampir di tiap jalan kampung, yang masih pengerasan, dan tanah merah. Anak-anak, orang tua yang senang bermain layang-layang, berkumpul di satu titik jalan.
Musim layang-layang berlalu, datang musim wayang, kemudian muncul musim kelereng. Permainan anak, sepanjang tahun silih berganti. Berbagai permainan, mewarnai masa kecil.Â
Musim kelereng, membuat anak-anak di kampungku bermain saat istirahat sekolah, waktu libur. Terutama di hari minggu, sehari-harian, aku bermain kelereng, bersama teman-teman sebaya.
Main kelereng, ditemui di samping rumah, yang mempunyai pekarangan yang luas. Aku, biasa bermain kelereng, di gang sukaramai, atau gang pelita, tempat biasa anak dikampungku berkumpul dan mencari peruntungan permainan kelereng.
Yang bidik, menuju kelereng lawan permainan, dan mengena, dia yang mengambil kelerengnya. Si Madi, teman bermain kelereng yang bidik, sampai kentong baju kokonya penuh kiri dan kanan akibat, menang permainan kelereng.
Aku sendiri, tidak pintar-pintar betul dalam bermain kelereng. Lebih banyak kalahnya daripada menang. Kalau musim kelereng berlalu, kelereng tersebut disimpan disebuah tempat sabun plastik. Semua bahan bermain, semua disimpan di bawah ranjang besi. Seperti kelereng, wayang, karet, dan juga layang-layang. Untuk dimainkan kembali bila musimnya tiba.
***
Penyewaan Komik
Dipertengahan tahun 1985, penyewaan komik di kampung makin kian banyak. Disetiap tempat penyewaan komik, dipenuhi penyewa, bahkan sampai berjubel. Bukan hanya di tempat kai utar, namun mulai tersebar ditiap RT.
Komik, merupakan cerita bergambar. Walaupun tidak bisa membaca, anak-anak bisa melihat gambar-gambar yang terdapat dibuku komik yang sangat bagus. Beberapa komik yang laris di sewa, yaitu cerita petruk dan gareng, si buta dari goa hantu, golok setan, panji tengkorak, dan beberapa jenis komik lainnya.
Aku senang, nongkrong di penyewaan buku Harry Pradesa, yang koleksinya lebih lengkap. Satu buku, biasa sewanya Rp.500,- dengan uang jaminan Rp.5000,- sebagai anggota. Apabila kita menghilangkan buku disewa, maka uang jaminan sebagai penggantinya.
Selain komik bergambar, tersedia juga buku novel, serta cerita berseri Asmaraman Kho Ping Ho. Yang paling kugemari, untuk disewa, dan dibaca sampai habis serinya, Kisah Pendekar Bongkok.Â
Kosakata :
Mobil Colt = Mobil mitsubishi jadul
Bidik = tepat sasaran
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H