Mohon tunggu...
Riduannor
Riduannor Mohon Tunggu... Guru - Penulis

Citizen Journalism

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Berkaca ACT, "Sekali Lancung ke Ujian, Seumur Hidup Orang Tak Percaya"

8 Juli 2022   18:09 Diperbarui: 12 Juli 2022   23:18 328
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

" Sekali lancung ke Ujian, seumur hidup orang tak percaya", Pribahasa ini, sangat cocok disematkan kepada Oknum pejabat tinggi Aksi Tanggap cepat (ACT), yang didirikan oleh Ahyudin.

ACT, sebagai lembaga sosial dan amal, seharusnya berpegang pada prinsip-prinsip, sifat sidiq (jujur), amanah (dapat dipercaya), tabligh (menyampaikan), dan fathanah (cerdas).

Sebagai lembaga sosial dan amal, ke-4 prinsip dan sifat tersebut, merupakan modal dasar bagi lembaga yang bergerak dibidang filantropi. Karena, yang dilakukan oleh ACT, adalah mengumpulkan sumbangan, dana umat, yang dipercayakan oleh penyumbangnya sampai kepada orang yang berhak menerimanya.

Yang terjadi memang berbanding terbalik, dengan harapan dan tujuan para penyumbang, yang menitipkan uang mereka, bisa membantu orang yang tidak mampu, fakir miskin, membantu kemanusiaan diakibatkan bencana alam, bencana perang, dan sebagainya.

Ada pameo yang berkembang di masyarakat, dan sering kita dengar, Ketika kita berdonasi kepada sebuah lembaga amal, sosial, ataupun sedekah, yang duluan kenyang itu adalah pengurusnya. 

Sehingga, masih banyak masyarakat yang berpikiran tradisional, lebih baik menyalurkan sumbangan, sedekah, zakat dan infaq nya secara langsung ke tempat ibadah yang memerlukan, membagikan zakat secara langsung ke fakir miskin, anak yatim, tanpa melalui perantara lembaga ataupun yayasan amal. 

Para petinggi ACT, justru berprilaku hedonisme dengan cara hidup bermewah-mewah, membeli rumah dan mobil, dan keperluan lainnya dari uang donasi. Publik memang terperanjat, dengan laporan Majalah tempo, mengenai penggunaan uang donasi yang di dapatkan oleh ACT.

Akhirnya, buah perbuatan tersebut, Kemensos mencabut izin ACT terkait pengumpulan uang dan barang (PUB). Menteri sosial Ad Interim, Muhadjir Effendy menegaskan pencabutan izin dilakukan sampai ada hasil pemeriksaan lebih lanjut.

Kejadian ACT, merupakan pelajaran berharga, bagi setiap lembaga sosial, dan amal, yang bergerak dibidang filantropi, dengan cara mengumpulkan dana umat. 

Ruang lingkup ACT, memang sangat luas. Dalam pengumpulan donasi masyarakat Indonesia, semua lini dilakukan. Baik dana kemanusiaan, dana keagamaan, berupa zakat, berkurban, dan bantuan buat rumah ibadah. 

Gaji petinggi ACT, yang besar

Sebagai organisasi filantropi, Aksi Cepat Tanggap (ACT), menurut Ibnu Khajar, Presiden ACT yang baru menjelaskan gaji dan operasional ACT diambil dari 13,7 persen dari donasi yang dikumpulkan pada rentang tahun 2017-2021. 

Bila, dilakukan perhitungan, dana yang diambil 13,7 persen dengan nominal anggaran di tahun 2020, ACT memakai dana operasional kurang lebih Rp.71,10 milyar.

Ditahun 2020, donasi yang terkumpul dari 348.000 donatur terkumpul sebanyak Rp. 519.35 milyar. Sementara menurut laporan Majalah tempo, mantan presiden ACT mendapatkan gajinya Rp.250 juta setiap bulannya, ditambah dengan aneka tunjangan lainnya.

Berbagai Renumerasi, yang diterima dari gaji dan aneka tunjangan oleh Presiden ACT, Ahyudin, mengalahkan gaji pejabat tinggi BUMN, bahkan seorang presiden sekalipun. 

Miris, melihat dan menyaksikan sebuah lembaga sosial dan amal, yang dibalut dengan dalil-dalil agama, menyalah gunakan kepercayaan donasi umat. Para pemimpin, dan petinggi ACT mempertunjukkan kehidupannya, jauh dari hidup sederhana. 

Uang donasi, dibuat membeli rumah seharga Rp.2,86 milyar yang diduga untuk istri ketiga, mobil mewah pajero sport, mobil Alphard. Dan berbagai keperluan lainnya, yang mencapai milyaran rupiah. Semua ini, berdasarkan laporan investigasi majalah tempo edisi 2 juli 2022.

Mendirikan lembaga sosial dan amal yang baru

Setelah hengkang, dari ACT, mantan presidennya, Ahyudin, malah mendirikan lembaga amal filantropi yang baru, dengan nama Global Moeslim Charity (GMC). 

Dikutip dari laman Instagramnya, Ahyudin, berstatus sebagai presiden Global Moeslim Charity (GMC). Namun, apakah lembaga amal, yang baru didirikannya tersebut, akan mendapat simpati dan kepercayaan umat?.

Ada istilah, kepercayaan, dan kejujuran itu sangat mahal. Hanya bermodalkan dua sifat tersebut, seseorang akan mendapat tempat yang mulia di mata setiap manusia. 

Namun, bila sudah tercoreng, sulit untuk membuat orang bisa percaya kembali seratus persen. Apalagi yang berkenaan dengan penyaluran dan pengelolaan dana umat. 

Ada istilah pribahasa lama, " Sekali lancung ke ujian, seumur hidup orang tak percaya", maknanya, sekali saja kamu berbohong/ menghianati orang lain, orang lain tidak akan mempercayaimu. Bahkan sepanjang hidup kita. 

Hilangnya budaya Malu

Godaan, untuk menggunakan dana sosial dan amal, yang berjumlah ratusan milyar pertahun, bahkan hampir menyentuh 1 triliyun. Tentu sangat besar sekali. Gaji yang dibayarkan buat petinggi, mencapai 18 bulan pertahun, sungguh luar biasa. 

Seorang ASN, pejabat pemerintahan sekalipun dalam setahun, tidak ada yang mendapatkan gaji sampai 18 bulan dalam setahun. Memang, ada pemberian bagi ASN, dan pejabat pemerintahan, gaji ke-13 dan 14. Namun, nominal, dan jumlahnya masih wajar, di sesuaikan dengan pangkat dan golongan serta grade bagi ASN PPPK. 

Bahkan, seorang ASN dengan golongan tertinggi sekalipun, sampai pensiun, tidak akan pernah mendapatkan gaji Rp.250 juta perbulannya.

Seperti, layaknya yang di dapatkan oleh Presiden ACT dan pengurus atau pejabat tinggi lainnya, yang mencapai ratusan juta, puluhan juta, perbulannya. Padahal, notabene, gaji sebesar itu diambil dari dana donasi. Sungguh ironis, 

Hilangnya budaya malu, membuat krisis kejujuran, dan budaya hedonisme, yang menghinggapi petinggi ACT, membuat lembaga amal dan sosial yang bergerak dibidang filantropi tersebut, saat ini menjadi sorotan publik, dan viral. 

Puncaknya, pencabutan  izin ACT terkait pengumpulan uang dan barang oleh Menteri Sosial Ad Interim, Muhadjir Effendy, dan pembekuan 60 rekening yang dimiliki ACT, dan rekening turunan lainnya tersebar diberbagai yayasan. Hingga berita, terakhir mencapai 300 yang dibekukan oleh PPATK. 

Kedepannya, perlu pengawasan yang melekat oleh Kementerian terkait, penegak hukum, berkenaan penggunaan dana yang diambil dari donasi umat, diberbagai bidang filantropi.

Adanya Audit keuangan, yang transparan dari lembaga seperti PPATK, dapat memberikan jaminan penggunaan dana umat sesuai dengan peraturan yang berlaku, tepat sasaran, sehingga lebih dirasakan keperuntukannya bagi masyarakat yang tidak mampu, fakir miskin, orang-orang terlantar, sesuai dengan amanat UUD 1945, pasal 34 Ayat 1.

Sehingga, kedermawanan orang Indonesia, yang suka menyumbang, bersedekah, membantu sesama yang mengalami kesusahan, tidak di salah gunakan, oleh lembaga sosial dan amal yang tidak jujur, amanah, dapat dipercaya, yang pengurus ataupun pejabat organisasi yang bergerak dibidang filantropi, yang hanya memperkaya diri sendiri, dan hidup bermewah-mewah, menggunakan donasi umat.

Diakhir tulisan ini, tentunya kita harus tetap optimis, masih banyak lembaga sosial dan amal, yang di dalamnya diisi, oleh orang-orang yang tulus dan iklas beramal, membantu menyalurkan donasi umat, tanpa berharap imbalan, dan berjuang dengan tujuan yang mulia.

Masih banyak orang jujur, orang baik dan amanah, dalam mengelola dana titipan umat. Disana ada hak anak-anak yatim piatu, ada hak fakir miskin, orang terlantar dan tidak mampu.

Serta berbagai keperluan lainnya, untuk peningkatan pendidikan, perbaikan rumah ibadah, dan berbagai misi kemanusian, lainnya baik di dalam negeri maupun di luar negeri (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun