Ketika, membaca topik ini yang dikirimkan admin dikotak masuk akun saya, saya tersenyum geli. Â Karena teringat kejadian pembagian rapor beberapa hari yang lalu, saat Kenaikan kelas.Â
Saya, memang seorang guru, yang merupakan Wali kelas, yang mempunyai hak untuk menetapkan siswa yang naik atau tidak naik, dengan ketentuan penilaian selama satu semester berjalan.
Bagi guru, diera zaman sekarang, tidak bisa dibayangkan akan mendapatkan hadiah yang wah, dari orang tua murid, yang sampai dianggap sebagai grafitasi.
Kalau kita tarik, lima belas tahun kebelakang, mungkin bisa jadi. Ada orang tua, yang ingin memberikan sesuatu yang bisa diingat oleh gurunya, berupa kado kain baju, atau celana, bisa juga sepatu.Â
Namun, selama saya sendiri menjadi guru 25 Tahun, tidak pernah menemukan orang tua yang royal memberikan hadiah berupa uang misalnya, sampai jutaan rupiah. Atau berupa benda berharga lainnya.
Hadiah sebungkus Nasi kuning
Dua tahun pandemi, tidak ada kegiatan pembelajaran tatap muka, semua di selenggarakan secara online. Saat pembagian raport, para siswa kangen, dengan kebiasaan saat bagi rapor, sebelum dibagi rapor, mengadakan makan-makan di dalam kelas berupa nasi kuning.
Saya pun menyetujuinya, namun tetap harus mencuci tangan, dan menjaga prokes. Dari 23 siswa di kelas, satu orang kedepan membawa sebungkus nasi kuning. Dan menarohnya di meja.
"Pak, ini dari ibu saya, katanya dikasihkan buat bapak, " kata siswa yang memberikan nasi kuning.
" Terimakasih ya," jawab saya.
Diantara 23 siswa tersebut, hanya satu siswa yang terpikir membawakan gurunya, hadiah sebungkus nasi kuning, yang dititipkan oleh orang tuanya.
Mungkin, kalau seluruh siswa berpikiran yang sama, orang tuanya. Mungkin saya akan menerima hadiah 23 bungkus nasi kuning. Saya hanya tertawa geli di dalam hati.
Nasi kuning itupun, saya berikan kepada seorang siswa yang tidak membawa bekal di saat bagi rapor. Seorang anak yatim, dikelas saya, yang kesehariannya dirumah tinggal bersama nenek.Â
Mungkin saja di saat anak-anak yang lain bergembira, akan menerima rapor, sambil makan-makan di kelas. Sedangkan anak tersebut, belum makan sedari rumah.Â
Mungkin saja, karena saya mengajar di SD, jadi hadiahnya cuman sebungkus nasi kuning, dengan lauknya sebiji telor ayam. Entahlah, kalau ngajar di SMP, SMA/SMK. Mungkin lain lagi ceritanya.
Apa masih bisa terjadi Gratifikasi di Sekolah?
Mungkin iya, mungkin juga tidak. Karena yang namanya guru di Sekolah Dasar, jangankan pemberian hadiah yang wah, untuk keperluan buku pelajaran berupa paket pun, disediakan sekolah yang dibelikan dari dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
Membeli seragam sekolah, buku, dan kelengkapan atribut di SD, sudah lama dilarang oleh dinas. Bahkan lambang lokasi sekolah pun, sekolah tidak berani melakukan pengadaan. Itulah yang terjadi di SD.
Ada sekolah yang berani menjual buku, seragam sekolah, resikonya Kepala Sekolah, akan diganti atau turun jabatan menjadi guru biasa. Karena saat ini, orang tua murid, ketika ada dibebani membeli seragam sekolah, buku, dan lainnya, yang di haruskan membeli.
Dengan mudah Orang tua siswa, menulis di media sosial, dengan berkeluh kesah, curhat, yang kemudian mengundang ratusan komentar dari medsos tersebut. Dan menjadi viral. Bisa ditebak, implikasinya adalah kepada Sekolah yang dibicarakan, baik guru, maupun kepala sekolahnya.
Sekarang, tak perlu orang tua murid, melapor ke Dinas Pendidikan, kekantor Walikota ataupun bupati, di suatu daerah. Cukup menulis di medsos, maka akan menjadi viral.
Pergeseran nilai, dan pemberian hadiah oleh orang tua siswa kepada guru, seperti zaman dulu, sulit ditemukan lagi. walaupun tidak menutup kemungkinan masih ada.
Namun memberikan hadiah kepada guru, menurut pendapat saya tidak masalah, buat guru PNS yang sudah pensiun. Seperti halnya saya beserta teman sekelas waktu di SMA, mencari guru-guru waktu SMA, yang masih hidup, untuk sekedar berbagi rejeki kepada beliau, di setiap bulannya.Â
Dengan cara iuran sesama anggota organisasi alumni sekolah saya, kemudian di salurkan kepada guru-guru yang pernah mendidik dan mengajar kami waktu SMA, yang masih hidup. Dan banyak juga yang sudah meninggal dunia.Â
Apa yang diberikan oleh siswa beliau, tidak bisa akan membalas jasa-jasanya, yang telah membuat kami, ada yang jadi Guru, dokter, perawat, bahkan ada yang jadi anggota dewan. Semoga, allah selalu memberikan rahmatnya, kepada para guru yang sudah berpulang, dan menjadikan amal jariyah buat mereka, dari ilmu yang bermanpaat.
Dan bagi yang masih hidup, diberikan kesehatan, dan umur yang panjang, Amin. (*)
Samarinda, 30 Juni 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H