Rendezvous
Entah kebetulan, atau tidak. Kita bertemu di sebuah kampung yang sunyi, jauh dari hiruk pikuk keramaian. Dirimu, KKN bak ke desa penari, kita berkenalan, dekat, namun selesai sampai disana. Tidak ada cerita setelahnya. Â
11 tahun kemudian, kita bertemu di kota kelahiranmu dan diriku. Kota, dimana aku memulai tugasku yang baru. Setelah 11 tahun berteman kesunyian. Perjalanan, sendiri ditengah rantau. Tak satupun, yang bisa membuatku nyaman, melalui hari-hari perjalanan.
Seorang gadis, dengan senyuman yang ramah. Tatapan mata yang berbinar, tak pernah kulupakan, walaupun 11 tahun berlalu. Warna suaramu, yang begitu menyejukkan hati. Masih terekam dilubuk hati yang paling dalam.
Memang tidak ada janji, tidak ada harapan yang kuucapkan buatmu, waktu itu. Andaikan ada sedikit keberanian saja. Kuucapkan " tunggulah, aku dikota Samarinda, dan bila aku pulang kekota kelahiran, aku akan menemuimu,".Â
Bahkan kalau ada sedikit keberanian saja, aku akan menjadikan bidadari dihatiku. Dan menemanimu sepanjang hari, dan kita menua bersama. Dalam suka dan duka.Â
Tapi tak ada sedikit keberanianku untuk mengucapkannya. Walaupun, sebelum dirimu, pamit mengakhiri KKN didesaku bertugas, secarik kertas alamat dan nomor telpon rumah kamu berikan.Â
Itulah satu-satunya kelemahanku, sebagai seorang guru. Yang berani berbicara didepan murid dengan lantang, menjelaskan materi pelajaran dengan fasih. Tapi urusan pribadi, tentang masa depan, tak ada kata-kata yang bisa dirangkaikan buatmu.
Kesendirian, tetap dilalui sendiri, tahun berganti tahun, sampai akhirnya aku mengajukan mutasi ke Kota Samarinda. 11 tahun bertugas di desa sunyi, tak satupun yang bisa menjadi pendamping hidup.Â
Bukan tak membuka diri, bahkan aku datang kerumahmu, saat ku kembali kekampung halaman. Dan mencari alamatmu. Ketikaku berdiri disebuah pagar rumah mewah, dengan berbagai mobil berjejer didepannya, sebagai seorang guru yang bertugas dikampung. Aku mundur teratur.
***