Pak bedu, terdiam di meja kerjanya. Sambil menatap rak kayu yang berjejer panjang, dipakukan didinding. Diatasnya tersusun, minyak goreng plastik  1 liter dan 2 liter.
pikirannya membatin, " mengapa belum ada yang membeli barang satu kantongpun?," kata pak Bedu dalam hatinya.
Minyak goreng plastik sudah tersedia di warungnya, tapi satu kantongpun belum ada warga yang membelinya. Padahal sudah satu minggu Pak Bedu mendatangkannya dari kota.Â
"Aduh, bisa rugi aku kalau minyak goreng ini tidak terjual, " sambil pak Bedu menarik napas panjang.
"Kalau tiba-tiba harga minyak goreng turun lagi keharga Rp.14.000 perliter, aku bisa rugi. Minyak goreng yang kubeli dari kota ini harusnya habis begitu datang beberapa hari kemudian," seloroh pak Bedu.
Dikampung Harapan Maju, hanya terdapat dua warung yang memenuhi kebutuhan masyarakat. Warga yang tinggal di kampung ini jauh dari pusat kecamatan dan kota kabupaten. Kampung yang dulunya dikelilingi hutan, kini berubah dikelilingi kelapa sawit.
Sejak investor pengusaha kelapa sawit masuk di kampung harapan maju, warga kampung menerima tawaran Bos Budi, untuk menanam kelapa sawit di lahan mereka yang cukup luas. Dulunya, kampung ini adalah warga transmigrasi yang didatangkan dari berbagai daerah di jawa, plores, dan juga lombok.Â
***
Semua kebutuhan sehari-hari warga, tersedia di warung Pak Bedu dan Bu sueb. Keduanya mendominasi perputaran roda ekonomi dikampung ini. Warga malas berbelanja ke Kecamatan, dan kota kabubaten karena jaraknya yang jauh.Â
Sejak Minyak goreng langka, warga kampung harapan maju, juga terkena imbasnya. Warga kampung itu bingung, padahal di kampungnya penghasil kelapa sawit. Seharusnya minyak goreng berlimpah, tapi kok ini menjadi ikut-ikutan langka, dan harganya juga mahal.