Mohon tunggu...
Riduannor
Riduannor Mohon Tunggu... Guru - Penulis

Citizen Journalism

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

NIK Jadi NPWP, Apa Bisa Menjadikan Satu Data Kalau Kartunya Masih Banyak?

24 Mei 2022   07:55 Diperbarui: 24 Mei 2022   11:16 538
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menjadikan NIK terintegrasi dengan NPWP, bertujuan terbentuknya data identitas tunggal secara nasional yang dapat mempermudah dan mempercepat layanan publik kepada masyarakat, dikutip dari penjelasan stap Ahli Menteri Keuangan Bidang Pengawasan Pajak, Nufransa Wira Sakti.

Harapan masyarakat untuk mempermudah layanan publik, oleh berbagai instansi pemerintah dan swasta selaras dan sejalan dalam pemikiran, dan keinginan. Tetapi kenyataan di lapangan masih jauh berbeda. Menjadikan NIK dalam sebuah layanan satu data masih belum maksimal.

Misalnya dalam pengurusan perubahan data, penambahan data, penghapusan data di disdukcapil, masih memerlukan kartu yang lama untuk discan aslinya ketika melakukan permohonan secara online. 

NIK sebagai satu-satunya data yang valid, masih memerlukan kartu fisik yang harus ditunjukkan aslinya ketika berurusan dengan bank saat membuka tabungan, mengambil uang dengan jumlah besar di bank.

Kaitannya dengan NIK jadi NPWP, mungkin hanya sebatas itu. Sedangkan menjadikannya satu data, masih melalui proses yang panjang. Karena kesan menggunakan kartu fisik yang banyak di dompet, seperti life style bagi orang tertentu. Padahal kalau hanya di jadikan satu kartu saja, atau tanpa kartu seperti wacana KTP Digital beberapa waktu lalu lebih bagus lagi.

Apa yang diperlukan untuk menjadikan NIK menjadi identitas satu data?

Untuk menjadikan NIK sebagai satu-satunya identitas yang terekam dalam sebuah kartu KTP, sangatlah diharapkan. Sehingga tidak ribet, mengantongi berbagai macam aneka kartu. 

Contohnya saja, ketika penghapusan data peserta JKN yang meninggal supaya tagihan kepesertaannya di stop, tidak serta merta berhenti. Keluarga harus aktif melaporkan kembali ke kantor BPJS, mengantre membawa akte kematian peserta JKN yang bersangkutan. 

Harusnya begitu dilakukan pelaporan dan pembuatan Akta Kematian sudah selesai di disdukcapil, data peserta juga terintegrasi dengan BPJS secara otomatis. Dan data terhapus atau di non aktifkan secara otomatis kepesertaan JKNnya. Bagaimana masyarakat tidak melaporkan keluarganya yang meninggal, ataupun membuat akte kelahirannya?

Menurut penulis, yang perlu disederhanakan dan dibuat praktis itu adalah sistem integrasi NIK ke berbagai instansi pemerintah dan swasta yang secara otomatis. Dan semua ini kembali lagi, berkenaan dengan jaminan keamanan si pemilik NIK dalam integritas satu data untuk semua.

Di perbankan, prinsip kehati-hatian dan ketelitian merupakan syarat wajib dalam memverifikasi data pemilik NIK. Penarikan uang dalam jumlah besar, masih harus menunjukkan KTP Asli kepada teller bank. Pengalaman kecil seperti ini juga dialami hampir sebagian masyarakat. 

Yang diharapkan masyarakat sebenarnya adalah penggunaan satu dokumen untuk semua. Satu dokumen, satu data. Satu dokumen untuk semua urusan. Karena NIK seseorang pemiliki KTP Valid, tapi ternyata dibeberapa dokumen nama, tanggal lahir ada yang berbeda satu huruf saja, tentu ini menimbulkan masalah. 

Bahkan kalau ditelisik, masih ada satu orang mempunyai dua dokumen kependudukan. Jadi yang paling penting adalah pembenahan NIKnya dulu, diperlukan verval data, satu orang satu identitas NIK. Karena ada saja, orang yang berbeda nama di Kartu keluarga, hanya satu hurup, bisa membuat yang bersangkutan mempunyai dua identitas diri berupa NIK.

Penulis sendiri pernah mengalami tercatat di dua dokumen kependudukan yang berbeda, hanya disebabkan perbedaan satu hurup. Identitas satu bernama RIDUANNUR, sedangkan yang satunya RIDUANNOR. Dari sini penulis mempunyai 2 NIK yang berbeda. 

Ketahuannya ketika pengurusan akte kematian orangtua dan pengurusan peserta JKN di kantor BPJS. Di kartu keluarga orangtua tertulis sebagai Riduannur dan didokumen penulis yang digunakan sekarang namanya Riduannor. Hanya perbedaan huruf U dan O. 

Ketika pengurusan Peserta JKN, pembayaran untuk mengaktifkan kartu harus 3 orang, termasuk nama saya sendiri di kartu keluarga tersebut dan orangtua yang meninggal. Syukurnya setelah melalui proses pengurusan di disdukcapil dan kantor BPJS, permasalahan tersebut menjadi clear.

Apa yang dialami penulis mungkin sifatnya kasuistik. Tapi bagaimana diantara 1000 orang, ada 10 yang mengalami identitas NIK ganda, karena tidak terhapus atau terbaca oleh sistem disdukcapil karena adanya perbedaan huruf atau nama di kedua identitas tersebut.

Adanya keinginan kuat untuk memperbaiki dan mempermudah masyarakat dalam layanan publik oleh pemerintah merupakan harapan ideal bagi semua masyarakat. Sehingga data pemilik terjamin akurat dan dari segi keamanan terlindungi dengan baik oleh pengguna atau pengakses NIK dari berbagai kepentingan. Dan penyederhanaan dari banyak kartu menjadi satu kartu perlu dilakukan oleh pemegang kebijakan (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun