Mohon tunggu...
Irfan Ansori
Irfan Ansori Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Berkah Bagi Masa Depan Anak Indonesia

24 Juli 2015   20:35 Diperbarui: 24 Juli 2015   20:40 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kesepakatan mereka menunjuk Syauqi sebagai koordinator program ini. Sedangkan, 10 anggota lainnya bertugas untuk mendapat jumlah anak yang berada di lingkungan tersebut, serta kiranya mampu dijangkau melalui program ini. Segmentasi yang dituju adalah anak berusia 5-10 tahun. Masa-masa seperti itu bagus untuk kita didik seperti ini.

Usai melihat fakta dan survei terawal, mereka berkumpul untuk merumuskan berbagai hal yang dibutuhkan, dicari, serta bagaimana solusi untuk mencukupinya. Tidak perlu banyak benda, kita cari saja yang berada di sekitar kita. Sekarang, kita hanya perlu konsep yang matang.

Nah, setelah disepakati usulan tersebut, satu persatu dari anggota, memberikan imajinasi-imajinasi kecil mereka secara lengkap. Karena notabene, anggota tim ini berasal dari beberapa daerah di Indonesia, seperti Jawa, Sunda (Jawa Barat), Sumatera, Nusa Tenggara Barat, bahkan Sulawesi. Hal yang terpenting, agar lebih difokuskan kepada macam permainan, serta cerita-cerita yang berkembang pada masa tersebut.

Indonesia itu Kaya

Hasilnya luar biasa. Ternyata desa-desa di Indonesia sangat kaya sekali dengan berbagai permainan serta cerita/hikayatnya. Tentunya akan semakin banyak lagi jika kita mendapatkan referensi dari budayawan setempat. Pada kali ini, kita hanya diwakili oleh mahasiswa yang berasal dari daerah tersebut saja, yang tentunya hanya sebagian imajinasi kecil yang dihasilkan. Kan tujuan Gerakan Anak Indonesia, Menjemput Imajinasi Desa bukan penelitian.. Persiapan program ini dirasa cukup, setelah terkumpul sekitar 30 permainan serta 40-an cerita yang telah diseleksi berdasarkan hasil kesepakatan.

Ketika anak-anak telah berhasil dikumpulkan, kita menyepakati waktu setiap minggu di Sabtu sore untuk diselenggarakannya program ini. Para anggota program Gerakan Anak Indonesia, Menjemput Imajinasi Desa menyelenggarakan permainan yang akan diikuti oleh anak-anak tersebut. Setelah permainan selesai, anak-anak diakrabkan kembali dengan nilai-nilai budaya yang terkandung dari berbagai permainan tersebut, dalam bentuk cerita kanak-kanak. Terkadang, masih banyak anak-anak yang ketakutan mendengarkan cerita karena Indonesia kan terkenal dengan cerita takhayulnya.

Meski terasa sederhana, nampaknya cara seperti ini masih sangat relevan untuk menumbuhkan jiwa nasionalisme pada anak Indonesia. Anak-anak dibawa untuk kembali menjemput hak atas imajinasi kekayaan tanah air mereka; kekayaan desa. Tentang masa kanak-kanak di Indonesia yang sudah sangat kaya, dengan kreasi dan cara mengekspresikan kehidupan pada masa lalu.

Seperti yang dialami Afan, dengan usia 6 tahun dia bisa dibilang merupakan peserta yang paling disenangi. Selain karena tingkah polosnya yang terkadang sangat menghibur, dia merupakan peserta yang paling semangat untuk mengikuti berbagai permainan. Setiap sesi cerita dimulai, Afan selalu berada di barisan paling depan untuk mendengarkan acara tersebut. Antusias Afan membuat panitia selalu bersemangat untuk semakin meningkatkan kreatifitas dan semangat penyelenggaraan acara tersebut.

Afan sudah mulai paham beberapa cerita berbentuk fabel, seperti tentang kancil dan monyet, serta berbagai hal lainnya, itu berasal dari tanah airnya sendiri, karena saat mahasiswa bercerita selalu menggunakan kontenstualisasi dengan daerah tertentu, terutama desa.  Namun begitu, kendala juga ternyata banyak ditemui dalam kegiatan ini. Antusias anak-anak pun menjadi sangat fluktuatif, karena beberapa permaian yang sama sekali tidak dimengertinya, atau cerita yang tidak menarik untuk didengarkan.

Kadang-kadang mahasiswa banyak tugas jadi cuma beberapa aja yang konsisten untuk mengikuti acara ini. Kita harus jaga idealisme. Kendala dana pun dapat menjadi ujian karena acara ini murni tidak—atau belum—mendapatkan sumber dana dari pihak ketiga, baik dari pemerintah maupun CSR dari perusahaan.

Bekas jadi Berkah

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun