Mohon tunggu...
Efendi Rahmat
Efendi Rahmat Mohon Tunggu... -

Penggemar citizen journalism yang menjadi anggota kompasiana sejak 2009..

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jokowi si Kuda Liar

6 November 2013   11:13 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:32 257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Proses kemunculan Jokowi sebagai calon Gubernur Jakarta sungguh luar biasa. Pencapaian walikota dari kota .di Jawa Tengah ini telah memikat perhatian dari dua partai politik yakni PDIP dan Gerindra untuk menjagokannya sebagai calon Gubernur DKI bersama Ahok seorang bekas Bupati di Babel dan anggota DPR yang cukup terkenal karena ketegasan, kebersihan dan perhatiannya kepada rakyat. Penampilan kedua tokoh ini mendapatkan sambutan yang luar biasa dari rakyat Jakarta yang sudah sangat jenuh dengan bentuk kepemimpinan yang bersifat status quo, birokratis, koruptif, kaku, statis dan tidak memberi harapan. Sehingga meskipun melalui proses pemilihan dua putaran akhirnya Jokowi dan Ahok memenangkan pemilihan tersebut.

Setelah Jokowi menjadi Gubernur Jakarta dan menjalankan fungsinya dibantu oleh Ahok, rakyat Jakarta dan bahkan seluruh Indonesia dibuatnya terpana dan terkagum-kagum. Resistensi yang pada awalnya begitu kuat terhadap langkah-langkahnya berubah melunak setelah melihat hasil-hasil awal yang dicapainya. Harapan bertumbuh dikalangan rakyat Jakarta untuk menciptakan Jakarta yang lebih baik. Banyak tokoh-tokoh politik yang awalnya memusuhinya kemudian mendukungnya atau paling tidak mengurangi reaksi negatif mereka. Jokowi menjadi buah bibir. Pola manajemen pemerintahannya menjadi acuan bagi manajemen di daerah-daerah lain. Tak pelak lagi nama Jokowi menjadi sangat populer, bahkan bukan saja sebagai gubernur tetapi juga sebagai calon presiden pada Pemilu 2014.

Berbagai survei yang dilakukan berkenaan dengan calon presiden untuk Pemilu 2014 selalu menempatkan Jokowi di urutan teratas yang jaraknya sangat jauh dari urutan berikutnya untuk calon presiden yang dipilih oleh responden. Hasil seperti ini sangatlah mengejutkan bagi politisi-politisi tingkat nasional yang berambisi untuk menjadi presiden terutama bagi partai pengusungnya, yakni PDIP dan Gerindra yang pimpinannya sudah memproklamirkan diri sebagai calon presiden di Pemilu 2014. Megawati dan Prabowo menjadi salah tingkah karena popularitas Jokowi bukan saja mengangkat popularitas partai mereka tetapi lebih dari itu telah melejitkan nama Jokowi jauh di atas nama Megawati dan Prabowo sendiri. Sebagai pengemudi dan penentu keputusan partai yang mendukung Jokowi langkah apakah yang akan mereka lakukan?

Yang paling dilematis adalah langkah yang harus dilakukan oleh Megawati. Ada beberapa langkah yang menjadi pilihannya: Pertama, Megawati menjadi capres dan Jokowi menjadi cawapres; langkah ini mempunyai resiko apakah Jokowi mau dan bagaimana dengan elektabilitas pasangan ini – apakah masih setinggi elektabilitas Jokowi sendiri? Kedua, Jokowi sebagai capres dan Puan Maharani sebagai cawapres. Tampaknya pasangan ini yang paling mungkin bagi PDIP untuk memenangkan Pemilu 2014 dan sekaligus mempertahankan soliditas dan hegemoni partai sedangkan kalau dibalik Puan Maharani sebagai capres dan Jokowi sebagai cawapres akan beresiko Jokowi menolaknya dan elektabilitas pasangan ini menjadi lebih rendah dari elektabilitas Jokowi sendiri. Kemungkinan ketiga adalah sama sekali meninggalkan Jokowi yang beresiko bahwa Jokowi akan diambil sebagai calon dari partai(partai) lain dan PDIP akan kehilangan hegemoni politiknya atau Jokowi tetap akan bertahan menjadi gubernur Jakarta yang akan terus meningkatkan popularitasnya dan pada Pemilu 2019 akan menjadi capres dari partai lain karena sudah dikecewakan PDIP. Ini memang pilihan yang sulitdari PDIP/Megawati.

Bagi Prabowo pilihannya jauh lebih sulit lagi. Prabowo bisa menggandeng Jokowi sebagai cawapres hanya kalau Jokowi sudah begitu kecewa kepada PDIP karena tidak dicalonkan dan Gerindra berhasil menggandeng partai-partai lain untuk memenuhi ambang batas suara untuk mencalonkan pasangan capres dan cawapres. Pilihan ini sangatlah sulit untuk dilaksanakan. Meletakkan Prabowo sebagai orang kedua hampir tidak mungkin dilakukan.

Bagaimana kemungkinan partai-partai lain merangkul Jokowi. Sangat kecil sekali kemungkinannya kecuali bagi Partai Demokrat. Golkar sudah tidak mungkin dengan adanya ARB; demikian pula dengan partai-partai selain keduanya itu. Mereka mempunyai pangsa suara kecil dan dikendalikan oleh politisi-politisi yang ingin maju sendiri di Pemilu 2014.

Jadi sampai saat ini Jokowi masih menjadi kuda liar, bukan kuda hitam, yang harus dikuasai dan dikendalikan untuk menghela kereta NKRI ini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun