Ada segelintir orang yang menanyakan atau menagih janji Jokowi akan Revolusi Mental. Mana program Revolusi Mental nya? Kog yang banyak dibangun infrastruktur? Dan ada lagi yang malah mempertanyakan apa guna nya pembangunan infrastruktur bagi rakyat kecil? Jalan tol di Papua dan Sumatra katanya hanya menguntungkan para penambang batubara dan perkebunan sawit?Keliatannya pertanyaan2 tersebut benar?
Salah!
Itu hanya ulah group sebelah, yang memang tidak mau melihat hal yang benar dari Jokowi karena memang bukan pilihan nya.
Disini saya coba cerita saja fakta yang saya alami sendiri.Â
Empat tahun yang lalu waktu kereta komuter baru berjalan saya berkesempatan mencobanya. Saya sangat terganggu sekali dengan ulah para penumpang yang mau masuk kereta tanpa antri bahkan sebelum yang mau turun keluar dari gerbong sudah pada berebut masuk.Â
Beberapa bulan yang lalu  saya kembali mencoba bepergian dengan komuter lagi, betapa terkejutnya saya, ternyata perilaku para penumpang sudah berubah banyak.
Bukan hanya tertib mengantri bahkan ada budaya menegor penumpang lain yang tidak tertib. Loh apa ada program revolusi mental yang dicanangkan untuk para penumpang komuter itu? Saya coba bertanya pada teman saya yang rutin menggunakan komuter tsb. Siapa yang ajarin? Jawabnya: Ya antar mereka sendiri. Karena rasa saling membutuhkan fasilitas yang ada dan menghormati sesama penumpang.
Saya masih tertegun. Kog bisa?Â
Bisa!
Nah itulah. Coba kalau kereta itu  tidak ada, apakah para penumpang itu akan belajar mengenai perilaku antri tsb?  Tentu manusia harus belajar untuk bisa merubah perilaku nya bahkan hidup nya. Tanpa fasilitas kita tidak bisa belajar.
Lalu bagaimana dengan jalan tol? Kata mahasiswa yang 'pintar' itu jalan tol tidak berguna untuk masyarakat kecil. Kata nya jalan tol hanya untuk yang punya mobil saja. Loh bagaimana dengan bus penumpang dan truk pengangkut barang? Apakah tidak lewat jalan tol?