Mohon tunggu...
Blasius P. Purwa Atmaja
Blasius P. Purwa Atmaja Mohon Tunggu... Guru - Praktisi Pendidikan dan Pembelajar

Staf Pengajar di Yayasan TNH Kota Mojokerto. Kepala Sekolah SMP Taruna Nusa Harapan Kota Mojokerto. Kontributor Penulis Buku: Belajar Tanpa Jeda. Sedang membentuk Ritual Menulis. Email: blasius.tnh@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Mata Minus? Jangan-jangan Gejala Glaukoma!

1 Januari 2018   22:13 Diperbarui: 5 Januari 2018   17:24 4197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika saya menulis tentang pengalaman menghadapi glaukoma, beberapa pembaca sempat komplain kepada istri saya. Mengapa pengalaman berharga seperti itu baru diceritakan sekarang? 

Banyak orang yang menderita glaukoma dan sudah terlanjur mengalami kebutaan. Sebenarnya kami sudah menuliskan pengalaman itu, tetapi publikasinya memang  tidak menjangkau banyak orang.  

Oleh karena itu, melalui kompasiana kami berharap lebih banyak orang yang membaca dan bisa memperoleh manfaatnya.

Saya selalu tertarik dan peduli berbicara tentang penyakit dan kelainan mata. Pengalaman istri saya menderita glaukoma membuat kami sekeluarga selalu mencari informasi yang berkaitan dengan penyakit mata. 

Bahkan, sebelum  terdeteksi mengidap glaukoma, istri saya terlebih dulu telah ketahuan menderita rabun jauh atau mata minus dan memakai kaca mata. Tulisan kali ini akan lebih banyak berfokus pada kelainan mata minus atau miopia.

Mata minus atau miopia adalah kelainan mata yang mengakibatkan seseorang tidak bisa melihat benda atau objek yang letaknya jauh dari mata.  Dari berbagai artikel dan pelajaran di sekolah, kita mengetahui bahwa mata minus biasanya disebabkan oleh kebiasaan membaca terlalu dekat, membaca sambil  tiduran, bekerja atau bermain game terlalu lama di depan komputer atau ponsel.  

Ini tentu berbeda dengan zaman dulu. Para guru SD membiasakan para siswa membaca pada jarak aman dengan mengukur  jarak baca antara mata dan objek baca sejauh 30 cm.

Selain karena gaya hidup atau kebiasaan tersebut, mata minus ternyata bisa juga terjadi karena faktor genetis atau keturunan. Pada penglihatan normal, seseorang bisa melihat dengan jelas jika bayangan objek yang dilihat jatuh tepat di retina setelah dibiaskan melalui lensa mata. 

Akan tetapi, jika jarak lensa mata dan retina terlalu jauh atau dengan kata lain bola mata berbentuk lonjong, bayangan objek akan jatuh di depan retina. Bayangan objek tidak jatuh tepat di retina sehingga kita akan menangkap bahwa objek terlihat kabur.

Dalam sebuah artikel di detikhealth, disebutkan bahwa mata minus lebih rentan buta karena glaukoma. Mata minus membuat mata seseorang dua kali lipat lebih rentan terkena glaukoma.  

Dari pernyataan tersebut tersirat bahwa orang-orang yang menderita mata minus lebih berpotensi menderita glaukoma. Dengan kata lain, mata minus menyebabkan glaukoma. Benarkah demikian?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun