oleh : Blasius P. Purwa Atmaja
Sudah kita ketahui bersama bahwa dunia pendidikan kita di Indonesia tak bisa dilepaskan dari peran serta sekolah swasta. Bahkan itu terjadi jauh sebelum Indonesia merdeka. Sebelum negara mampu mendirikan banyak sekolah, sekolah-sekolah swasta dari berbagai yayasan yang berbasis agama seperti sekolah-sekolah Islam, Katolik, dan Kristen serta yayasan lain yang tidak berafiliasi dengan agama tertentu pun, seperti Perguruan Tamansiswa, telah banyak berperan demi kemajuan pendidikan di Indonesia.
Di awal-awal berdirinya negara Indonesia, masyarakat melalui berbagai yayasan tersebut telah bahu-membahu menyelenggarakan pendidikan demi mencerdaskan rakyat Indonesia. Bahkan hingga saat ini, masih banyak sekolah swasta yang eksis dan memberikan sumbangsih terhadap kemajuan pendidikan di Indonesia. Meskipun di beberapa tempat ada juga sekolah swasta yang sudah gulung tikar karena tidak mampu lagi mencukupi kebutuhan biaya operasional pendidikan.
Melihat peran sekolah swasta tersebut, guru swasta yang menjadi ujung tombak penyelenggaraan pendidikan swasta tersebut tentu saja telah berperan juga dalam penyelenggaraan pendidikan di Indonesia sejak awal Indonesia berdiri. Oleh karena itu, bukan sesuatu yang berlebihan jika saat ini para guru swasta mendapat perhatian dari pemerintah melalui berbagai kebijakan seperti tunjangan profesi dan juga inpassing atau penyetaraan jabatan guru.
Kemampuan Sekolah Swasta Beragam
Mengapa kebijakan pemerintah dalam memberikan tunjangan tersebut penting dan dibutuhkan oleh para guru swasta? Kemampuan finansial setiap yayasan penyelenggara pendidikan tidaklah sama. Ada yayasan-yayasan tertentu yang berkiprah di daerah perkotaan yang mendapatkan sokongan dana yang besar dari masyarakat. Akan tetapi, ada juga yayasan-yayasan pendidikan yang berkarya di daerah-daerah pinggiran yang minim pendanaan. Kondisi yang bertolak belakang tersebut tentu saja mempunyai implikasi yang berbeda terhadap kesejahteraan para gurunya.
Dari seorang guru swasta senior di yayasan yang lumayan mampu, saya pernah diberitahu bahwa gajinya dulu pernah 4 kali lipat gaji pegawai negeri. Akan tetapi, ketika gaji PNS setiap tahun naik dan terlebih saat Presiden Gus Dur menaikkan gaji guru PNS 2 kali lipat, gajinya sebagai guru swasta tidak lagi bisa mengejar ketertinggalan terhadap bertambahnya gaji PNS. Namun, sampai saat ini, para guru di yayasan tersebut masih bersyukur karena minimal gajinya sama dengan pegawai negeri. Meskipun penyetaraannya dengan gaji PNS kadang agak terlambat. Itu cerita dari penyelenggara pendidikan yang tergolong mampu.
Kondisi berbeda dialami oleh para guru yang bekerja di yayasan  yang memiliki keterbatasan pendanaan. Selain gaji yang diberikan relatif kecil dan tidak sama dengan gaji PNS,  kadang pihak yayasan tidak mau segera mengangkat para guru tersebut menjadi guru tetap. Hal ini karena pihak yayasan tidak akan mampu memberikan gaji yang layak untuk para guru jika mereka diangkat menjadi guru tetap. Tak mengherankan jika banyak guru swasta yang statusnya digantung selama bertahun-tahun dengan tidak adanya keputusan yang pasti dari yayasan tersebut.
Namun, kini kondisinya telah berubah. Harus diakui bahwa sejak diberlakukannya Undang-Undang Guru dan Dosen Nomor 14 Tahun 2005, yang salah satunya memberi kewajiban kepada pemerintah untuk melaksanakan sertifikasi guru dan dosen, kondisi para pendidik di sekolah swasta jauh lebih baik. Baik itu para guru dari sekolah yang mampu maupun dari sekolah yang kurang mampu, semuanya mendapatkan kesempatan dan penghargaan yang sama dari pemerintah. Paling tidak, para guru mempunyai harapan suatu saat akan menerima tunjangan profesi dan penyetaraan jabatan fungsional guru. Meskipun, proses yang harus dilalui juga butuh waktu.
Tuntutan RevisiPermendikbud No 28 Tahun 2014
Menurut Permendikbud No 28 Tahun 2014 tentang Pemberian Kesetaraan Jabatan dan Pangkat bagi Guru Bukan Pegawai Negeri Sipil, pemberian kesetaraan jabatan dan pangkat guru Bukan PNS (dahulu disebut inpassing), didasarkan pada tiga aspek, yaitu 1) pendidikan/kualifikasi akademik, 2) penghargaan masa kerja, dan 3) sertifikat pendidik (opsional). Para guru swasta tidak mempersoalkan aspek ke-1 dan ke-3 dalam persyaratan tersebut, tetapi keberatan dengan persyaratan di aspek ke-2, yaitu tentang penghargaan masa kerja.