Mohon tunggu...
Blasius P. Purwa Atmaja
Blasius P. Purwa Atmaja Mohon Tunggu... Guru - Praktisi Pendidikan dan Pembelajar

Staf Pengajar di Yayasan TNH Kota Mojokerto. Kepala Sekolah SMP Taruna Nusa Harapan Kota Mojokerto. Kontributor Penulis Buku: Belajar Tanpa Jeda. Sedang membentuk Ritual Menulis. Email: blasius.tnh@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Pengalaman Menghadapi Penyakit Mata Glaukoma

10 November 2017   13:33 Diperbarui: 23 November 2017   10:34 37685
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: http://jogja.tribunnews.com

Menderita penyakit glaukoma adalah pengalaman yang tidak akan pernah terlupakan bagi kami sekeluarga, terutama bagi istri saya, Tia Mahendra. Istri saya adalah penderita glaukoma yang hampir saja mengalami kebutaan jika tidak segera mendapatkan penanganan medis. Barangkali banyak di antara anggota masyarakat kita yang bingung dan tidak memiliki harapan ketika divonis menderita glaukoma. Bahkan, mungkin ada juga yang tidak menyadari bahwa di antara mereka sedang menderita glaukoma karena penyakit ini memang tidak menunjukkan gejala yang jelas. Dalam beberapa kasus bahkan glaukoma terdeteksi ketika sudah memasuki stadium lanjut.

Kami memiliki pengalaman berharga dalam menghadapi penyakit mata glaukoma ini. Salah rasanya jika pengalaman berharga ini hanya kami simpan untuk kami sekeluarga. Oleh karena itu, melalui tulisan ini kami ingin berbagi tentang pengalaman menangani penyakit mata glaukoma yang diderita salah satu anggota keluarga kami. Kami berharap tulisan ini bisa bermanfaat bagi siapa saja yang membaca. Berikut ini kami sajikan secara lengkap kisahnya.

Kira-kira tahun 2003 yang lalu, ketika anak pertama saya masih berusia satu tahun, istri saya mengalami sakit mata hebat. Dari keluhannya, saya bisa membayangkan seperti apa rasa sakit yang diderita istri saya. Bahkan, menurut pengakuan istri saya, suatu hari, sebelum saya pulang kerja, dia sempat membentur-benturkan kepala ke dinding gara-gara tidak kuat menahan rasa sakit.

Sebenarnya, gejala sakit mata yang dialami istri saya sudah ada jauh sebelum kami menikah. Istri saya sudah sering periksa dokter tentang sakit mata yang sering dia alami. Rasa gatal di mata, pedih, silau ketika melihat sinar adalah beberapa keluhan yang sering dia rasakan. Dokter mengatakan bahwa mata istri saya terkena virus. Oleh karena itu, sepulang dari dokter, dia biasanya diberi obat salep untuk mata. 

Suatu ketika dokter juga memberikan obat dalam bentuk spray yang harus disemprotkan ke mata. Namun demikian, berbagai resep dan obat yang diberikan itu ternyata tidak menghilangkan keluhan atau rasa sakit mata yang dialami istri saya. Puncaknya adalah di tahun 2003, satu tahun setelah dia melahirkan anak pertama. Dia merasakan sakit mata yang amat sangat tadi.

Singkat cerita, setelah melalui pemeriksaan dokter, kami mengetahui bahwa istri saya mengidap penyakit mata glaukoma. Itulah pertama kalinya kami mendengar istilah penyakit mata glaukoma. Kami sama sekali tidak punya gambaran dan pengetahuan tentang jenis penyakit tersebut. Akhirnya, dari hasil pencarian di google, kami mengetahui bahwa glaukoma adalah penyakit saraf mata yang ditandai dengan terjadinya kerusakan saraf yang menyebabkan hilangnya fungsi penglihatan yang permanen secara perlahan dan peningkatan tekanan bola mata merupakan faktor risiko utama. Penyakit ini merupakan penyebab kebutaan kedua terbesar setelah katarak.

Dari pemeriksaan tonometri yang dilakukan oleh dokter di Rumah Sakit Umum Kota Mojokerto (dokter Budi, ketika itu), diketahui bahwa tekanan bola mata atau intra okuler pressure (IOP) saat itu untuk mata kanan istri saya adalah 68 mmHg. Itu adalah angka yang sangat tinggi karena tekanan bola mata normal seharusnya maksimal hanya 20 mmHg. Mengetahui kondisi tersebut istri saya sangat down dan terpuruk. Apalagi perawat yang membantu dokter itu mengatakan bahwa kalau terlambat datang ke rumah sakit sebentar lagi istri saya akan menderita kebutaan.

Dokter mengatakan bahwa glaukoma adalah penyakit mata yang disebabkan oleh penumpukan cairan di dalam bola mata. Ada saluran humour aquos yang tersumbat sehingga cairan tidak bisa keluar. Cairan itu bisa dikeluarkan dengan operasi pembuatan lubang baru. Namun demikian, lubang baru hasil operasi itu biasanya akan mudah sekali tertutup lagi sehingga butuh operasi lagi. Oleh karena itu, secara medis glaukoma tidak bisa disembuhkan. Demikian kata dokter yang menangani kasus istri saya. Selain itu, dokter juga mengatakan bahwa istri saya sudah tidak boleh hamil lagi karena pengobatan yang dijalani akan menyebabkan keguguran. Tentu saja mendengar penjelasan seperti itu semakin membuat istri saya hilang harapan karena saat itu kami baru memiliki satu anak.

Efek  Samping Obat-obatan Glaukoma

Akhirnya istri saya menjalani pengobatan rutin dari dokter. Setiap dua minggu sekali istri saya harus datang ke rumah sakit untuk cek tekanan bola mata. Kadang belum sampai dua minggu, kami sudah harus kembali ke rumah sakit karena sakit matanya sudah kambuh dan tak bisa ditahan. Berbagai obat dari dokter pun dikonsumsi dan dipakai istri saya. Selain melelahkan, periksa dokter dan mengkonsumsi obat-obatan tersebut tentu saja membutuhkan biaya yang lumayan banyak ketika itu. Sekali periksa dan menebus obat, minimal kami harus mengeluarkan uang Rp250.000,00. 

Saya masih ingat nama-nama obat yang dipakai, seperti timol, dan cendo carpin, keduanya adalah obat tetes mata, gliserin minum, renaphar, dan beberapa obat lain. Namun sayangnya, setelah mengkonsumsi berbagai jenis obat tersebut istri saya sering merasa kesemutan di sekujur tubuh sehingga mengganggu aktivitas hariannya.

Proses Terjadinya Glaukoma

Seperti tercantum dalam berbagai sumber, glaukoma terjadi karena adanya penumpukan cairan di dalam bola mata. Penumpukan cairan ini terjadi karena adanya sumbatan pada saluran humour aquos. Penumpukan cairan yang berlebihan tersebut otomatis akan mengakibatkan bola mata membesar. Karena terjadi pembesaran bola mata, saraf optik di belakang retina menjadi tertekan. Jika saraf optik tersebut tertekan dalam jangka waktu yang lama, saraf-saraf tersebut akan mati dan tidak bisa menyalurkan sinyal penglihatan ke otak. Oleh karena itu, secara perlahan mata akan mengalami kebutaan.

Untuk menghindari risiko tersebut, langkah penting yang harus dilakukan adalah menjaga agar tekanan bola mata kembali normal sehingga tidak merusak saraf. Untuk menjaga agar tekanan selalu normal, silakan baca juga Pantangan bagi Penderita Glaukoma. Secara medis, penanganan pertama yang biasa dilakukan adalah dengan memberikan kepada pasien tetes mata atau obat-obatan yang bisa menurunkan tekanan bola mata. Salah satunya adalah tetes Timol. 

Obat tetes timol tergolong jenis beta blocker, yang dalam kasus penyakit glaukoma fungsinya adalah mengurangi produksi cairan yang ada di dalam bola mata. Jika cairan berkurang otomatis tekanan bola mata juga akan menurun. Namun demikian, penggunaan obat tetes ini harus dengan resep dan selalu dalam pengawasan dokter. Karena jika digunakan secara berlebihan, produksi cairan di dalam bola mata akan sangat kurang bahkan terhenti dan timbul masalah baru yaitu mata kering. Jika terjadi mata kering, pasien harus menggunakan air mata buatan. 

Pernah ada sesama penderita yang  membagikan pengalaman. Dia merasa bahwa obat tetes yang digunakan sudah cocok dan akhirnya membeli sendiri di apotek tanpa resep dokter. Ujung-ujungnya malah timbul masalah baru, yaitu kasus mata kering tersebut. Jenis obat lain yang biasanya digunakan adalah jenis pilocarpine atau cendo carpine. Dibandingkan dengan obat tadi, obat jenis ini katanya lebih sedikit risikonya. Jenis yang kedua ini cara kerjanya dengan mengecilkan pupil sehingga memungkinkan cairan di dalam bola mata bisa mengalir.

Pengobatan dengan tetes mata tersebut tidak selalu berhasil. Jika tidak berhasil, dokter biasanya melanjutkan penanganan dengan operasi. Dalam berbagai literatur disebutkan bahwa operasi tahap pertama adalah dengan menembak sumbatan di saluran humour aquos menggunakan laser atau istilahnya trabekuloplasti. Setelah operasi, dokter biasanya akan mengamati perkembangan hasil operasi tersebut selama beberapa minggu. Jika dampaknya tidak bagus, dokter biasanya akan melakukan operasi lanjutan, yang biasa disebut sebagai operasi trabekulektomi. 

Dalam operasi tahap kedua ini, dokter akan membuat saluran pembuangan humour aquos yang baru untuk mengurangi penumpukan cairan di dalam bola mata. Namun demikian, saluran baru ini juga tidak akan bisa bertahan lama. Jika jaringan ikat di lubang baru itu terbentuk, saluran itu akan buntu lagi. Jika demikian yang terjadi, pasien harus menjalani operasi lagi. Demikian seterusnya. Oleh karena itu. secara medis, glaukoma memang tidak bisa disembuhkan.

Pengobatan Alternatif Glaukoma

Karena tidak mau menjalani operasi dan dalam rangka menghindari risiko dan efek samping obat-obatan kimia yang tidak terlalu bagus, kami mencari pengobatan alternatif. Mulai dari menggunakan rebusan daun sirih, bunga kitolot, pengobatan herbal, dan lain-lain semuanya kami coba. Tapi tidak ada yang cocok. Sampai akhirnya sekitar tahun 2005 kami menemukan obat tetes mata buatan Bapak Heinrich Melcher, seorang berkebangsaan Jerman yang telah lama menjadi peneliti di tanah Papua. Melalui obat tetes mata buatan Bapak Heinrich Melcher inilah penyakit glaukoma istri saya bisa sembuh. Atau secara medis, mungkin lebih tepatnya penyakit glaukoma istri saya bisa terkendali karena pada dasarnya glaukoma tidak bisa disembuhkan.

Bagaimanakah cara cerja tetes mata buatan Pak Heinrich tersebut? Tetes mata tersebut terbuat dari ekstraksi buah keben (Baringtonia Asiatica) yang banyak terdapat di pantai-pantai Papua. Pak Heinrich sebenarnya tidak merekomendasikan tetes ini digunakan untuk penderita glaukoma. Bahkan dalam kemasan tetesnya pun tidak ada tulisan yang menyatakan bahwa obat ini bisa digunakan untuk glaukoma. Namun karena penasaran dan ingin mencoba-coba pengobatan alternatif, akhirnya istri saya menggunakan obat tetes ini untuk mengobati glaukoma. 

Istri saya adalah orang pertama yang menggunakan tetes mata ini untuk keperluan pengobatan glaukoma. Ajaibnya, dalam waktu kurang dari seminggu, rasa sakit mata yang diderita istri saya akhirnya berkurang dan berangsur-angsur menghilang. Hanya dengan menggunakan satu botol, gejala rasa sakit yang dialami istri saya sudah hilang dan tidak pernah muncul lagi.

Berdasarkan penjelasan Bapak Heinrich Melcher, kandungan saponine yang ada di dalam buah keben yang berfungsi seperti detergen alami yang bisa mengikis sumbatan yang terdapat dalam saluran humour aquos. Dengan lancarnya saluran humour aquos, tekanan bola mata menurun dan glaukoma bisa sembuh.

Setelah kondisi kesehatan mata membaik dan tidak ada keluhan lagi, akhirnya istri saya punya keberanian untuk hamil anak kedua. Kami mengira glaukoma istri saya tidak akan kambuh lagi. Ternyata setelah kelahiran anak kedua di bulan Agustus 2007 penyakit glaukoma istri saya kambuh lagi. Langsung saja kami pesan obat tetes dari Pak Heinrich lagi. Sampai sekarang kondisi mata istri saya masih normal dan tidak ada keluhan penyakit glaukoma lagi. Sesekali istri saya masih menggunakan obat tetes mata tersebut untuk mengontrol agar tidak terjadi sumbatan di saluran humour aquos.

Anda atau siapa pun yang punya kasus glaukoma seperti istri saya bisa berbagi cerita atau sharing dengan istri saya, Tia Mahendra, di nomor WA 081357033307. Kami sekeluarga sangat bersyukur bisa terbebas dari glaukoma ini. Tanpa harus operasi. Tanpa ketergantungan obat tiap hari. Tanpa biaya yang mahal. Oleh karena itu, melalui tulisan ini kami ingin berbagi informasi tentang pengobatan glaukoma tersebut. Siapa tahu ada orang-orang di sekitar Anda atau bahkan Anda sendiri yang saat ini sedang mencari solusi untuk mengobati penyakit glaukoma.

Pantangan bagi Penderita Glaukoma

Apa saja pantangan yang harus dijalani ketika kita menderita penyakit glaukoma? Dalam tulisan berikutnya kami akan membahas berbagai pantangan bagi penderita glaukoma. Tentu saja bukan menurut dokter, melainkan menurut pengalaman kami dan pengalaman para penderita glaukoma yang sudah sempat berbagi cerita dengan istri saya. Kini Anda sudah bisa membaca berbagai pantangan yang harus dihindari tersebut. Silakan klik di sini.

Referensi :

 Rusmayani, Emma. 2016. "Glaukoma si Pencuri Penglihatan"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun