Mohon tunggu...
Vinna Kurniawati
Vinna Kurniawati Mohon Tunggu... -

A writer, a movie holic, a dreamer

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Sherlock – Season 1

6 Maret 2014   02:56 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:12 451
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak 2010 lalu sebuah TV series yang dibuat berdasarkan buah karya Sir Arthur Conan Doyle berjudul Sherlock mulai tayang di stasiun TV BBC, Inggris. Tapi, tidak seperti TV series biasa pada umumnya, pada setiap season Sherlock hanya berisikan tiga series di mana masing-masing series berdurasi 85-90 menit. Dengan durasi sepanjang ini kita seolah menonton sebuah film televisi, bukannya TV series. Serial Sherlock kali ini dikembangkan oleh dua orang penulis scenario film maupun serial yang sudah cukup terkenal: Mark Gatiss dan Steven Moffat yang sebelumnya juga pernah bekerja sama sebagai writer untuk serial Doctor Who yang juga ditayangkan BBC.

Awal kisah dimulai dengan mendapati seorang Doctor bernama John Watson (Martin Freeman) yang mengalami luka dan trauma pasca keterlibatannya dalam perang di Afganistan. Atas saran psikolognya, Watson diminta untuk menuliskan segala hal yang mengganggu pikirannya di sebuah blog. Tapi tidak ada satu hal pun yang menarik untuk Watson tulis di sana, sehingga blog itu pun tetap saja dibiarkan berupa halaman kosong. Lalu krisis keuangan mulai melanda Watson sehingga dia memutuskan untuk mencari seorang teman yang mau berbagi apartemen bersamanya. Di sinilah secara tidak sengaja Watson bertemu dengan Sherlock Holmes (Benedict Cumberbatch), seorang ‘consulting detective’ yang tinggal sendirian di sebuah flat yang disewakan oleh Mrs. Hudson (Una Stubbs). Awalnya Watson sama sekali tidak berniat mengambil flat itu dan tinggal bersama Sherlock, apalagi melihat sifat calon room mate nya yang sangat berbeda dengannya. Tapi secara tidak terduga Watson malah ikut serta dalam kasus yang sedang diselidiki Sherlock.

Ada begitu banyak hal lain yang membuat Watson bingung mengenai Sherlock. Belum apa-apa seorang laki-laki bernama Mycroft Holmes (Mark Gatiss) yang ternyata adalah adik Sherlock menawari Watson sejumlah uang sebagai ganti berbagai informasi yang ingin diketahuinya mengenai kegiatan sehari-hari Sherlock. Selain itu Sherlock juga begitu sering dipanggil oleh Detective Inspector Greg Lestrade (Rupert Graves) untuk menyelesaikan berbagai kasus yang membuat Metropolitan Police Service kebingungan. Sementara itu asisten sang detective sendiri menyarankan agar Watson menjauhi Sherlock yang menurutnya adalah seorang psycopat. Sherlock juga cukup sering menghabiskan waktu di laboratorium di St. Bart’s Hospital yang diurus oleh asistennya: Molly Hopper (Louise Brealey) yang juga merupakan seorang Pathologist dan sebenarnya naksir Sherlock.

Tapi anehnya dengan semua sifat yang sering kali membuat Watson kebingungan, tetap saja Watson mau mengekori Sherlock ke sana kemari untuk membantunya memecahkan berbagai kasus atau hanya sekadar mengambilkan ponsel Sherlock yang sebenarnya berada di saku jaket yang sedang dia pakai. Dan tanpa disadarinya kegiatan itu justru membuat Watson merasa ‘benar-benar hidup’ hingga dia melupakan kakinya yang sakit dan kolom di blognya pun mulai terisi.

Kalau saya boleh memulai pendapat saya kali ini dengan lebih subjectif, saya harus mengakui bahwa pada awalnya serial televisi ini sama sekali tidak membuat saya tertarik. Genre detective memang bukan genre favorit saya. Lagipula menyebut nama Sherlock Holmes akan langsung mengingatkan saya kepada sosok Robert Downey Jr. yang nyeleneh di dua film layar lebar Sherlock Holmes beberapa tahun yang lalu. Tapi lalu saya mendengar nama Cumberbatch ada dalam jajaran pemain serial Sherlock ini dan lebih mengejutkan lagi ternyata Cumberbatch memerankan sosok Sherlock tersebut! Sebelumnya saya tahu Cumberbatch memiliki kualitas acting yang luar biasa kuat, jadi saya pun penasaran bagaimana Cumberbatch bisa memerankan sosok Sherlock tanpa terpengaruh dengan actor-actor sebelumnya. Dan akhirnya saya pun menonton season pertamanya dan saya harus mengatakan bahwa saya terkesan, sangat-amat terkesan.

Cumberbatch berhasil membawakan sosok seorang detective yang pintar, nyaris jenius, dingin, arogan, tidak berperasaan tapi juga sangat berambisi dan selalu berpikiran satu langkah di depan orang lain. Berbanding terbalik dengan Sherlock, John Watson memiliki sifat yang lebih serius, berhati-hati dan berperasaan tapi juga setia, sabar dan lebih polos, yang diperankan dengan sangat apik oleh Martin Freeman.

Sherlock merupakan versi modern dari kisah klasik Sherlock Holmes yang sangat menarik untuk diikuti. Untuk menyesuaikan dengan perkembangan zaman yang ada, Sherlock sering kali menggunakan berbagai teknologi yang umumnya dimiliki orang pada zaman modern seperti sekarang ini: google, GPS dan bahkan mengirimkan SMS dan e-mail. Latar belakang Watson yang juga diubah menjadi veteran perang Afganistan agar lebih mudah dipahami oleh kalangan penonton muda. Dan juga Sherlock Holmes versi modern ini tidak lagi identik dengan pipa rokoknya, tapi kebiasaan tersebut diganti dengan label nikotin yang ditempelkan di lengan Sherlock sepanjang waktu, lagi-lagi dalam rangka modernisasi cerita.

Walaupun begitu, hal-hal yang cukup ikonik pada kisah klasik Sherlock Holmes masih dipertahankan. Misalnya alamat flat Sherlock yang berada di 221B Baker Street masih digunakan dalam serial ini. Begitu juga dengan kehadiran musuh bebuyutannya: Moriarty. Walaupun baru menghadirkan tiga episode di season pertama, tapi sosok Jim Moriarty yang diperankan oleh Andrew Scott ini sudah disinggung-singgung sejak episode pertama.

Kisahnya sendiri bergulir dengan alur yang cepat dengan karakter tokoh yang dihadirkan sedikit demi sedikit di sepanjang episode. Dialog-dialognya cukup padat, terutama dialog yang diucapkan Sherlock. Tapi kedinamisan tersebut malah semakin membuat adrenalin para penontonnya terpacu. Bagaimana dengan twist ceritanya? Itu sih tidak perlu diragukan lagi. Duo creator Mark Gatiss dan Steven Moffat yang dibantu oleh Stephen Thompson benar-benar lihai membuat penonton terpaku di layar televisi mereka hingga kisah ini selesai.

Empat dari lima bintang untuk TV series ini plus four thumbs up! Saya makin tidak sabar untuk menonton season keduanya, berburu season ketiganya yang baru saja selesai ditayangkan pada bulan Februari 2014 ini dan menunggu season keempat dan kelimanya tayang. Can’t wait!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun