Mohon tunggu...
Bambang Kuncoro
Bambang Kuncoro Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Wisdom. URL https://www.kompasiana.com/bkuncoro

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Musim Gugur Sakura

26 Agustus 2019   01:27 Diperbarui: 26 Agustus 2019   03:02 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Belum lagi dia sering curang mengurangi timbangan.  Hari itu, aku tersulut oleh kenyataan bahwa menjelang dugderan sahur pertama di rumah belum ada beras untuk keluargaku, kesabaranku habis, aku mata gelap.  Perkelahian pun tak dapat dihindari.  Jika kempetai tidak segera datang mungkin saja babah Tong bisa kehilangan nyawa.

Kembali ke sel, aku coba memejamkan mata  untuk tidur, tetapi rasa sakit ini jauh lebih parah dari pada sebelumya.  Juga ketika kudengar jeritan kesakitan teman-teman tadi jeritannya seperti lebih sakit dari biasanya. Jinggo san entah kenapa hari ini terasa lebih intens dari pada biasanya, seperti orang kerasukan setan.

Kembali aku coba tidur, tapi bau anyir bercampur dengan bau tengik memenuhi ruangan, belum lagi berbagai suara-suara penghuni penjara. Ada yg meraung, ada yg seperti bersenandung parikan kurang jelas yg diulang-ulang :

"pegupon omahe doro, melok nippon tambah soro" (pegupon kandang burung merpati, ikut Jepang tambah sengsara)

Karena  belum bisa tidur aku coba tegakkan tubuhku kembali dengan susah payah dari kasur tipis apek. Aku ambil batu kerikil di pojokan dan coba menghitung hari dengan menandainya dengan goresan turus. Rasanya aku sudah berhari-hari disini mengalami hari-hari yang panjang, dan tidak bisa mengingat hari dengan benar. Mataku yg sayu kucoba fokus memandangi dinding yang banyak goresan, bahkan ada goresan yg mirip dengan partitur musik.

Memang ada omongan sel ini kemungkinan pernah di tinggali seorang komposer ahli musik.  Setelah kutemukan goresan milikku, ternyata goresan turus di dinding belum sampai 5, dan setelah kucoba tambahkan dengan tanggal saat aku masuk, berarti hari ini tanggal 9 Agustus.  Aku coba berpikir-pikir dan mengingat ada apa dengan tgl 9 agustus ini dan tak terasa usaha menghitung-hitung ini membuatku tertidur.

Esoknya, keanehan perlakuan jinggo san jadi pergunjingan.  Pembicaraan dilakukan di bawah pohon kamboja di taman asri di sisi belakang penjara.  Taman ini menjadi oase bagi penghuni penjara dan oleh mereka sangat dirawat.  Disitu ada beberapa pohon kamboja berwarna merah dan putih. Tapi satu yang paling menonjol adalah pohon kamboja yang memiliki dahan berbunga merah dan putih dalam satu pohon.  Katanya dulu pohon ini di dahannya distek oleh salah satu tokoh pergerakan yang pernah di tahan disini. Kini pohon kamboja spesial itu rindang dengan rimbunan daun dan bunga-bunganya

Masing-masing mencoba memberi tafsiran sendiri-sendiri.  informasi yg kuberikan bahwa kemaren kejadian adalah tgl 9 juga menjadi tambahan bumbu.  Menurut mereka situasi kemarin mirip dengan situasi  4 hari lalu, atau sehari sebelum aku masuk ke pejara, dimana yg mengamuk waktu itu adalah sipir Kohara san.  Setelah di jadikan bahan gunjingan & pembahasan dengan di tambah bumbu-bumbu info dari luar penjara, akhirnya disepakati itu karena diakibatkan salah satu kota Jepang di bom oleh Amerika. Bom yg ini beda katanya.  Dan keluarga Kohara san menjadi korbannya dengan tidak menyisakan satu orang pun.

Setelah malam penyiksaan itu Jinggo san terlihat berbeda.  Hari-hari berikutnya terasa sedikit lebih ringan dijalani.  Upaca seikerei yang biasa dilakukan tiap senin pagi, dengan membungkuk menghadap Hinomaru dan menyanyikan lagu Kimigayo juga tidak dilakukan.  Penjagan juga lebih longgar.

Selama beberapa minggu sesudahnya aku jalani dengan ngobrol dengan narapidana lain dari blok yang berbeda-beda.  Yang menarik adalah dari blok maling.  Salah satunya adalah dengan Cak Senen.  Dia bercerita bahwa bersama dengan temannya Cak Kasbi atau yang lain dia sering membobol rumah orang-orang belanda dan barang curianya kemudian di bagi-bagikan ke kampung-kampung yang sangat melarat.  Di lain minggu aku sempet berbincang-bincang dengan Abdulah, yang sering dipangil Dul, di blok lain lagi. 

Ternyata dia dengan Bahasa Jawa dialek Surabaya yang masih kaku campur Bahasa Indonesia dan sedikit Bahasa Sunda menceritakan bahwa ia berasal dari sebuah pesantren di Singaparna. Sudah sejak beberapa bulan dia melarikan diri dari sana, akibat pengejaran yang dilakukan Jepang.  Saat sampai di Surabaya dia mendapati kenyataan susahnya mencari pekerjaan halal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun