Mohon tunggu...
bjogja key
bjogja key Mohon Tunggu... -

No body perfect

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ken Arok dalam Lintas Ruang dan Waktu

19 Juli 2014   14:17 Diperbarui: 18 Juni 2015   05:54 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sosok Ken Arok dapat dilihat atas dua persepsi yang bertolak belakang. Bagi sebagian orang, ia dianggap sebagai pahlawan yang membebaskan rakyat jelata dari cengkeraman penguasa lalim Tunggul Ametung. Namun bagi sebagian lainnya, Arok adalah sosok culas dan licik yang menghalalkan segala macam cara demi memenuhi syahwat kekuasaan. Empu Gandring dan Kebo Ijo dikisahkan sebagai korban intrik-intrik kotor ‘sang bocah sudra ambisius’ dalam menggapai mimpinya.

Zaman boleh berganti, tapi bukan berarti karakter Arok benar-benar mati. Dalam lintas ruang dan waktu yang berbeda, Arok selalu muncul menebar pesona pencitraan. Berlagak pembela rakyat jelata, meski hakikatnya adalah pemburu tahta.

Tumbangnya rezim Orde Lama dan lahirnya Orde Baru bisa jadi merupakan ibrah nyata, betapa suksesi ala Ken Arok telah menjadi tradisi di negeri ini. SP 11 Maret dari sang Proklamator yang konon maksudnya sekadar pemberian wewenang untuk “mengembalikan keamanan dan ketertiban nasional” dimanfaatkan untuk mengkudeta Si Bung.

Tiga dasawarsa berselang, kala tahta “Bapak Pembangunan” tengah digoyang hebat, bermunculanlah Arok-Arok baru yang siap menikam sang Bapak dari belakang. Mereka yang tadinya turut menikmati empuknya singgasana tahta berkat uluran tangan sang Bapak, tiba-tiba berpaling manakala “beliau” dalam kondisi terjepit...Tanpa peduli sang Bapak yang tadi menaunginya terjerembab seorang diri, mereka rama-ramai mencari selamat dengan baju palsu reformasi.

Dan contoh paling nyata dari ‘reinkarnasi’ karakter Arok dalam suksesi politik negeri ini dapat kita lihat dari pertunjukan panggung pilpres yang sebentar lagi mencapai klimaksnya.... Di situ dapat kita lihat dengan jelas sosok Arok yang dipuja-puji sebagai ‘pembela wong cilik’.

Sungguh menarik menelisik rekam jejak sang ‘wong ndesa’ yang tiba-tiba meroket bintangnya berkat polesan palsu para penyebar warta. Karir demi karir yang dilaluinya sungguh mengingatkan kita pada Arok 8 abad silam. Mulanya Arok bukan siapa-siapa. Namun dengan cepat bintangnya meroket kala ia mengabdi sebagai satu kepala prajurit Tunggul Ametung. Arok begitu lihai mengelabuhi rakyat jelata dan segenap punggawa tumapel. Seakan dialah pahlawan yang menumpas para berandal pengacau di seantero Tumapel. Padahal, berandal tersebut tak lain hanyalah anak buah Arok sendiri. Arok begitu sempurna memainkan sandiwara, hingga puncaknya ia korbankan Kebo Ijo sebagai terdakwa pembunuh Akuwu Tunggul Ametung. Padahal, Aroklah pelakunya.

Renungkanlah dan bandingkanlah dengan kisah ‘wong ndesa’ yang kini bersiap menggenggam tahta. Tengoklah, bagaimana ia begitu sempurna memainkan sandiwara sebagai ‘pelayan rakyat’. Tengoklah, bagaimana ia teramat lihai menikam sosok yang telah mengulurkan tangan buatnya, hingga ia bertahta di kotaraja.

Barangkali sebentar lagi kita akan menyaksikan seorang Arok menduduki singgasana kerajaan. Satu kekuasaan yang ia raih dengan intrik kotor, pengkhianatan dan kedustaan.

Bagi para penjilat Arok, ingat-ingatlah akan kisah babad Singosari. Tengoklah, bagaimana dahulu Arok harus memanen benih yang dahulu ia tuai...

Maka hendaklah kalian berlepas diri darinya. Kecuali jika kalian hendak turut merasakan duri yang dahulu kalian ikut menyebarnya...

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun