Oleh karena itu:
• Mungkin SVLK bisa berubah bentuk menjadi sebuah perizinan sederhana yang wajib dimiliki oleh semua perusahaan pengguna komoditi kayu baik untuk tujuan Export maupun pasar lokal. Tanpa perlu kerumitan dalam pegurusan maupun perpanjangan.
• Sebuah izin yang bisa diterbitkan hanya dalam hitungan hari/jam saja seperti beberapa paket kebijakan yg saat ini di gagas oleh pemerintah.
• Sebuah proses izin yg menghasilkan ZERO cost pada semua tahapan pelaksanaannya
• Sebuah izin sederhana yang tidak boleh banyak makan biaya dalam pembuatannya, perawatannya dan mudah dalam menjalankannya serta tidak membuat celah terjadinya tindakan koruptif ataupun manipilatif dalam pelaksanaannya
.
Setelah SVLK yang sederhana ini sudah banyak dimiliki oleh pelaku usaha yg berkenaan diatas, maka audit yg dilakukan per tahunan adalah merekap berapa meter kubik kayu yg di gunakan oleh perusahaan yg berkenaan tersebut. Hasilnya adalah kompensasi berupa prosentase biaya yg digunakan untuk reboisasi. Sebagai misal perusahaan X menggunakan kayu 1000 Meter Kubik Invoice, maka perusahaan X tersebut menggunakan rata-rata 2000 Meter kubik bahanan kayu. Dan setelah dilaporkan maka perusahaan X tersebut di kenakan beaya reboisasi dan kelestarian alam berapa persen dari komoditi kayu yg sudah mereka produksi. Bagi perusahaan yang tidak melaporkan penggunaan kayunya per tahun dan belum membayar kompensasinya, maka sanksi yg dikenakan adalah mereka tidak bisa export komoditi mereka atau memasarkan secara local.Â
Disamping itu harus ada aturan-aturan klasifikasi tariff berdasar jenis kayu, volume kayu, dan kategori perusahaan apakah itu menggunakan kayu solid, ranting-ranting, akar, kayu bekas, dsb. Asal tidak begitu memberatkan pelaku mebel, pastinya sah-sah saja dan ini bisa diterapkan. Ini bisa menjadi solusi fair bagi kita karena kita pengusaha kayu juga mendapat keuntungan dari pemakaian kayu tersebut, dan keuntungan lainnya disamping kita bebas bea audit oleh lembaga-lembaga sertifikasi maka kita lebih tahu asas manfaat dan sasarannya bahwa kompensasi uang tersebut jelas-jelas untuk penyelamatan hutan dan alam Indonesia.
Dimata dunia, kita tidak hanya membabat habis-habisan kayu Indonesia untuk bertahan hidup… NAMUN kita ada upaya menghormati alam dengan menjaga, menanam, dan melestarikannya. Mau tidak mau kita pasti memakai kayu untuk kebutuhan hidup semua orang di dunia, namun sisi kebaikan kita adalah mau bertanggung jawab turut memikul biaya pelestariannya.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H