Mohon tunggu...
Bi yani
Bi yani Mohon Tunggu... Guru - Guru SD Muhammadiyah Sendangtirta Berbah Sleman Yogyakarta

Saya lahir di Kulon Progo pada tanggal 1971. Pendidikan saya mengenyam pendidikan, SD dan SMP di Kecamatan Samigaluh kabupaten Kulon Progo. SMA di SMAN 4 Bhe Yogyakarta. Kuliah S1 di Fakultas Dakwah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta lulus tahun 1997. Pendidikan terakhir saya S2 UIN sunan Kalijaga Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Penyesalan Aris yang Terlambat

19 September 2022   15:36 Diperbarui: 19 September 2022   15:42 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sayup sayup terdengar suara deru motor

Rupanya Aris telah datang. Akhirnya dia mengalah, setelah bersikukuh tidak akan hadir. Dia beralasan, sibuk dan capek. Alasan itu yang selalu kudengar, setiap ibuku memintanya datang.

Entah mengapa hari ini, dia putuskan untuk memenuhi permintaan Ibu. Apapun yang menjadi alasan kedatangannya, bagiku tidaklah penting. Yang penting adikku sudah mau datang. Kedatangan as dikku tentu ak as n membuat ibuku bahagia. Di usianya yang mulai renta, kehadiran anak disampingnya tentu memberikan kegembiraan. Begitu pula dengan ibuku. Kulihat binar-binar kebahagiaan nampak pada wajah ibuku .

Kulihat adikku duduk di samping tidur Ibu. Adikku mengulurkan tangan menyalami Ibu. Kemudian bergumam pelan, "Bu, saya mohon maaf, jika selama ini tidak bisa memenuhi permintaan Ibu! Saya benar-benar sibuk Bu. "" Mendengar Hal itu, ibuku hanya mengangguk. Seolah berkata, bahwa beliau sudah memaafkan. Ibuku sudah lemah sekali, jadi tidak mampu berbicara. 

Hari sudah menjelang Maghrib. Adikku masih nampak menunggu Ibu, sambil sesekali memijit kaki Ibu. Nampak rraut penyesalan di wajah adikku. Mungkin karena ketika Ibu masih sehat, dia jarang pulang, paling setahun satu atau dua kali datang. Sehingga ketika Ibu sudah sakit dan nampak lemah, barulah dia menyadari kesalahannya selama ini. Namun melihat kebersama Ibu dan adikku, di sudut hatiku muncul rasa lega.

Kemudia saya dan adik membawa Ibu ke dokter. Setelah diperiksa, ternyata  tekanan darah  ibu rendah banget. Pantes lemah sekali, batinku berkata. Kemudian Ibu disuntik, karena tiap Ibu periksa selalu minta disuntik. Setelah mengambil obat di apotik tempat periksa, kami pun pulang. Sesampainya di rumah, ibu tidur. Adikku pun pulang. Kami pikir obat yang masuk tubuh ibu saat disuntik tadi sangat manjur. 

Melihat Ibu tertidur, saya pun menyelesaikan pekerjaan di rumah. Menjelang Isya semua selesai. Saya pun melihat ibu yang masih tidur. Ternyata ibu sedang terbangun. Ibu yang nampak lemah kutanya, apa mau makan. Kebetulan saya sudah membuatkan bubur sungsum hangat. Agar nanti bisa minum obat. Lalu kubantu Ibu duduk dan kusuapi bubur. Ternyata ibu hanya makan beberapa suap. Setelah itu buang air kecil dan minta tidur lagi. Kubantu ibu berbaring lagi.

Beberapa saat kemudian ibu sudah terlihat tertidur lagi. Tiba-tiba dalam tidurnya dia berkata, jangan masuk dulu. Mendengar hal itu saya terkejut. Selang beberapa saat, ibu seolah berkata padaku dalam tidurku , " Nok rebah rebah" . 

Walaupun beliau bilang hal tersebut hanya dalam tidurnya, saya tetap menjalankan tugas. Tebah-tebah itu Bahasa Jawa, dalam Bahasa Indonesia artinya bersih-bersihlah. Saya pun bersihkan seluruh ruangan itu. Setelah selesai saya duduk bersama suamiku sambil menonton acara di televisi. Tiba-tiba dadaku terasa sangat sakit luar biasa, kuelus dadaku yang sakit. Namun aku tak memberi tahu suamiku. 

Di saat mengelus-elus dadaku yang sakit banget, tiba-tiba pikiranku teringat ibuku yang tertidur. Kudekati Ibuku. Kubangunkan ibu, ibu diam saja. Kugoyangkan tubuhnya, tak bangun juga. 

Hatiku makin cemas. Ada apa dengan Ibu. Saya pun memanggil suamiku. Ibuku ikut membangunkan. Namun tak bangun juga. Saat mulutnya dipegang suami, ternyata sudah sulit ditutup. Innalilahi wa innailaihi Raaji'uun. Ternyata ibuku telah tiada. Ibuku tiada, bagaikan orang teridur pulas. Saya pun memberi tahu adikku. Adikku pun datang kembali bersama seluruh keluarga. 

Adikku menangis sejadi-jadinya disamping Ibu. Terus dan terus meminta maaf lagi.  Aku tak bisa berbuat apapun lagi. Rasanya lemas sudah tubuh ini. Rasanya tak percaya. Iibuku sudah menghadap Illahi. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun