Patut di apresiasi hadirnya komandan KOGASMA partai Demokrat Agus Harimurti Yudoyono (AHY) atas undangan Pak Jokowi ke Istana  Kamis (2/5/2019) sedikit membawa kesejukan, menurunkan tensi ketegangan politik paska pesta demokrasi 17 April lalu.Â
Tak penting siapa yang punya inisiatif yang pasti menurut AHY dalam jumpa pers menyatakan dengan Pak Jokowi berbincang hal hal yang menyangkut  kebaikan bangsa trutama bagaimana menyatukan kembali sekat yang ada karena perbedaan pilihan.
Seperti yang tersaji pada berita yang menghiasi lini masa, hangatnya suasana persaingan pemilu belum juga mereda kala proses penghitungan suara oleh KPU sebagai lembaga resmi belum usai namun sudah ada klaim kemenangan oleh pihak 02 bahkan deklarasi kemenangan itu berlangsung sebanyak tiga kali yang disertai sujud syukur oleh Prabowo beserta tim nya.
Sikap para elit terutama dari kubu 02 yang menggiring opini seakan akanPrabowo sudah menang dan sah menjadi Presiden Indonesia berpotensi menuai ricuh dikalangan akar rumput. Diluar Prabowo sendiri yang  berapi api layaknya masih masa kampanye di acara hari buruh dan moment lainya.
Ada Amin Rais yang tak lelah ungkap kecurangan versi dia dengan ide gerakan people powernya. Egi Sujana dalam pidato depan publik penuh hasutan berbahaya.
Arif Poyuono yang super ngeyel menganggap 02 sebagai pemenang sah, serta elit lainya yang merasa sudah mengungguli jumlah suara dari 01 sambil lantang berteriak pihak lawan curang curang namun tanpa bukti yang sahih.
Deklarasi sudah dilakukan, sujud syukur sudah di tunaikan, tumpengan sudah di selenggarakan. Sekarang apalagi, menunggu pengumuman KPU tgl 22 Â Meinanti? ooh.. tidak Ferguso!!Â
Demi menasbihkan Prabowo sebagai presiden versi mereka secara premature, maka keluarlah 5 point dari ijtima ulama jilid tiga yang digelar di Hotel Lorin , Bogor , jawa Barat Rabu (1/5/2019) isi lengkap dari point yang mereka buat bisa di simak disini. Miris dan ngeri menyimak isi hasil rembug dari mereka yang konon berlabel ulama. Lalu sebenarnya siapa dari kubu mana laku politik brutal, ugal ugalan?
Mereka merasa menang pun merasa di curangi. Mereka menuduh lembaga survey terverifikasi, kredible sebagai pembohong. Menuduh media semua memihak, aparat berpihak. Mereka menuduh sana sini tanpa disertai bukti. Ujaran kebencian dan kasar masih marak di sosial media, itu karena para elite laksana bara. Laiknya orang nagih hutang, yang di tagih lebih galakan dari yang punya uang.
Seharusnya kondisi ini bisa diatasi jika para elit khususnya dari 02 bisa mengikuti aturan yang ada yang sudah disepakati bersama. Sabar menunggu hasil resmi dari KPU. Tidak mengeluarkan statement yang menyulut emosi / provokasi warga. Mampu mengendalikan syahwat sang ketua yang kebelet berkuasa. Bukankah disekelilingnya para ulama yang mana salah satu tugas mulianya menanamkan ajaran untuk bersabar serta menerima takdir. Bersikap ksatria mengakui kalah jika memang kalah.
Ternyata mereka satu paket. Lantas kepada siapa kita berharap?  Mungkin kita bisa berharap dengan sosok satu ini.   Ini dia sosok salah satu dari satu paket diatas yang seharusnya sangat berperan "bukan baperan sperti selama ini yah'. Â