Clipboard[caption caption="Sumber foto tripadvisor.com"][/caption]Dulu sewaktu jaman kecil makanan cemilan di kampung paling banter singkong atau ubi ketela. Mau di bakar , di rebus, di goreng , di kolak , di bungkus daun pisang bahan dasarnya yah sekitar itu aja, tapi paling sering di kukus yang lebih hemat biaya.
Malamnya ketika kumpul bareng di tempat pak Lurah sebelah rumah untuk nonton tv, akibat kebanyakan makan ketela imbasnya baru terasa. Orang geger sambil tutup hidung saling tuding " sapa kentut sapa kentut?". Aku kecil yang merasa cuma nyengir dan beringsut keluar...wkwkwk maaf..(untung saya tipe jujur hehe). Di dalem masih pada ngomel "kakean mangan tela ki!". (kebanyakan makan ubi ni)
Atau jika ada yang kentut baunya sangat menyengat, biasanya orang dewasa. mereka akan rame membuly " waaahh ki mesti makan tela kagol" baunya kaya telur busuk..wkwkwk
Itu pengalaman duluu waktu masih kecil...eeh padahal sampe sekrang juga masih..sssttt..(maaf yank membuatmu kaget saat kita seranjang) wkwkwkwk.
Musim dingin pinginya ngemil.
Terbayang makan ubi bakar yang sudah lama terlupakan. Tapi tak perlu bingung nyari ubi bakar di Hongkong saat musim dingin. Ada PKL dadakan yang Banyak di temui walaupun tidak berderet dan menjamur layaknya PKL (pedagang kaki lima) pada umumnya.
Menggunakan gerobak dorong , Mereka mangkal menjajakan barang daganganya di tempat strategis pojok trotoar, perempatan lampu merah, di bawah penyebrangan jalan atau di tikungan tempat pejalan kaki lewat.
Di gerobak dagangan mereka ada ubi yang sudah di bakar, buah letchi masih di wajan besar yang sedang di sangrai dalam pasir panas, telur ayam dan telur puyuh yang di pajang dalam panci/dandang dalam keadaan berasap,panas.
Apa gak semrawut di HongKong ada pedagang kaki lima?. Tidak , mereka tidak menganggu arus orang lalu lalang, walaupun agak lusuh tapi mereka rapi, menjaga kebersihan diri dengan menggunakan masker, sarung tangan lengan panjang, juga menjaga agar tidak nyampah. Perilaku tertib mereka tetap terjaga karena sudah membudaya, selain ada kamera di setiap sudut ruang publik. Juga polisi yang tampak rajin patroli mengontrol keadaan.
Para pedagang kaki lima ini memang dadakan saat musim dingin saja, kebanyakan mereka pendatang dari China atau orang Hong Kong pinggiran. Mereka menjual hasil kebun sendiri. Ubi yang mereka jual sangat manis, berwarna orange cerah, lembut juga gembur.
Persis ketela madu yang ada di sepanjang jalan Setia Budi Semarang yang di penuhi pedagang ubi bakar, atau durian saat musin durian, setahu saya karena dulu pernah tinggal di daerah situ. Cuma kalau di Semarang itu permanen, kalau di HongKong ada pas musim dingin saja.
Harganya sangat mahal, kemaren saya beli segede kepalan tangan orang dewasa seharga hk$25 (45 ribu). Gak papa buat obat kangen, sebenarnya bukan kangen ubinya, tapi kangen sensasi "kentut" yang bebas merdeka dari teguran pak lurah...wkwkwk