"kenapa kita harus terpisah seperti ini mbak...jika saja bapak tidak mendahului kita ....." Â isaknya semakin menyayat, Di tak melanjutkan kalimatnya.
"ini gara gara Jokowi Di!" Â ucapku geram.
"ini karena budaya pejabat koruptor, dana triliyunan yang seharusnya untuk menyejahterakan rakyat dalam bentuk pembangunan, fasilitas dan gaji yang layak untuk aparat yang bertugas menjaga rakyat, Â di korupsi beberapa gelintir pejabat bejat!!" Â ujarku penuh emosi.
"jika saja, para koruptor pengemplang duwit rakyat itu bisa di hajar, di basmi kalau perlu di hukum mati, tentu bapak tidak meninggalkan kita dengan segala kemelaratan ini Di" Â aku mulai terisak.
"kamu ingat, andai pemerintah membangun fasilitas trotoar pejalan kaki yang di batasi pagar besi seperti di seluruh jalanan Hong Kong yang kamu lihat tadi siang, tentu mobil pejabat yang sedang asik masyuk  bersama gundik, pustun, psk atau entahlah apa sebutanya di kendaraan mewah yang melaju kencang, kehilangan kendali , menerobos trotoar dan merenggut nyawa bapak di depan mata kita,  Di ingatkah kau kejadian 4 tahun yang lalu?"
"saya tidak harus pergi menjadi tki, kamu masih tetap sekolah, dan emak tidak menjadi orang tua tunggal yang semakin berat" Â rintihku pilu.
 "apa kemudian para penguasa itu peduli dengan nasib anak yatim dan banyak rakyat miskin, mereka hanya mengincar upeti memikirkan perut sendri dan keluarganya"  protesku tanpa ada jawab.
Kini giliran aku yang berderai air mata laksana hujan di tahun baru, mengalir deras.
Â
Spontan Di mendongak..
 "sejak kapan mbak Bi masuk menjadi kaum 'salawi' ?!"