Mohon tunggu...
Biyanca Kenlim
Biyanca Kenlim Mohon Tunggu... Pekerja Mıgran Indonesia - Yo mung ngene iki

No matter how small it is, always wants to be useful to others. Simple woman but like no others. Wanita rumahan, tidak berpendidikan, hanya belajar dari teman, alam dan kebaikan Tuhan.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menangkap Pesan Jokowi Melalui Susi Pdjiastuti

30 Oktober 2014   22:09 Diperbarui: 17 Juni 2015   19:07 498
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_370535" align="aligncenter" width="225" caption="indopost.co.id"][/caption]

Lahir di Pangandaran 15 January 1965 yang lalu. Sosok Susi Pudjiastuti menjadi sorotan di antara koleganya di cabinet kerja Jokowi - JK. Karena keunikan  latar belakang, gaya dan perjalanan hidupnya. Gaya bicara yang ceplas ceplos di tambah kebiasaan merokoknya plus tato di kakinya dan yang lebih bikin heboh karena  hanya tamatan sekolah menengah pertama,  membuat beliau menjadi trending topic di semua berita juga di medsos,   semua orang membicarakanya.

Sudah menjadi hal lumrah di masyarakat Indonesia, jika ada hal yang  "aneh" apalagi bersangkutan dengan politik , maka semua orang akan mengeluarkan pendapatnya, dari  pejabat tinggi sampe  penjual trasi , semua berhak berbicara dan semua sah sah saja. Namun ironisnya sebagian besar melihat , menilai dan menggunjing dari sisi negative, seakan diri sudah benar saja dalam menjalani hidup.

Jika kita mau menengok sedikit dari sekian banyak sisi positif atas pengangkatan  Ibu Susi menjadi menteri oleh pak Presiden Jokowi, maka kita (saya pribadi)   menangkap PESAN  yang kuat akan  sikap OPTIMIS sebagai pribadi atau sebagai warga Negara. sebagaimana yang tersirat juga saat sosok seorang Jokowi yang hanya orang biasa saja menjadi seorang presiden dan berlabel NEW HOPE seperti yang tertulis sebagai judul dalam majalah TIME baru baru ini.

Hak prerogratif seorang presiden untuk mengangkat para menteri untuk menjadi  pembantunya dalam menjalankan roda pemerintahan, maka sudah pasti pak Jokowi memikirkan masak2 siapa yang akan di tunjuknya.  Seperti dulu pernah di ucapkanya di suatu kesempatan , bahwa ..orang pintar banyak,  tapi orang yang mau bekerja keras dan pintar, itu yang di cari!

Pendidikan penting,  bahkan sangat penting, tapi berkaca dari sejumlah kasus, mereka yang berpendidikan tinggi, bergelar sepanjang rel sepur, berlatar belakang keluarga kaya dan berpangkat , namun hidupnya beguna hanya untuk diri sendiri, keluarga dengan hasil korupsi dan di akhir cerita menjadi penghuni penjara.

Artinya, bukan masalah "hanya lulusan smp kk bisa jadi mentri, gak perlu sekolah tinggi dong?" begitu tag yang saya dapat dalam faceebok saya kemaren oleh teman saya. Bukan begitu... kalian yang masih muda dan punya kesempatan, harus meraih pendidikan yang tinggi, . bagi  para orang tua juga  harus tetap menyekolahkan anak2 setinggi mungkin , semampu kita, karena dengan pendidikan yang tinggi akan berdampak pada kualitas diri , menjadi pribadi yang matang , dewasa,  mampu berpikir jernih dan siap bersaing dalam segala situasi. Dan berkaryalah , bergunalah untuk agama, bangsa dan Negara, sebagaimana do'a setiap orang tua.

Saya percaya dan optimis, pak Jokowi tidak sembarangan menjadikan ibu Susi sebagai pembantunya, selain sudah melewati filter dan saran dari berbagai pihak terutama KPK, Jokowi melihat sosok ibu Susi yang pekerja tangguh, god leader, menguasai bidangnya, dan sudah banyak masyarakat luas yang sudah merasakan manfaat akan karyanya.

Perjalanan karir ibu Susi sungguh  layak di teladani dan menjadi Inspirasi .  Sikap optimis, kerja keras, tekun, pantang menyerah , membuatnya sukses menjadi pebisnis di bidang perikanan dan penerbangan . Jika kemudian beliau sekarang  di percaya menjadi seorang menteri, itu sudah menjadi suratan TAKDIR dari yang maha kuasa.

*Salam Damai Anak Negeri*

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun