Mohon tunggu...
Ari Wibowo
Ari Wibowo Mohon Tunggu... Dosen - Penikmat Tulisan

Belajar Terus Menerus

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jangan Hanya Sesaat, Solidaritas Pemuda Butuh Konsistensi

23 April 2020   23:14 Diperbarui: 23 April 2020   23:25 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

"Bangun pemudi pemuda Indonesia. Tangan bajumu singsingkan untuk negara.  Masa yang akan datang kewajibanmu lah. Menjadi tanggunganmu terhadap nusa"

Ditengah pandemi wabah covid-19 di Indonesia yang kian mengkhawatirkan, tak ada salahnya kita coba merenungi lagi syair lagu perjuangan yang berjudul "Bangun Pemudi Pemuda Indonesia".

Lagu yang monumental itu diciptakan oleh komposer besar Alfred Simanjuntak sekitar tahun 1940. Tujuannya untuk membangkitkan semangat solidaritas para pemuda di era perjuangan dulu. Kabarnya, karena lagu itu beliau  di kejar-kejar tentara Jepang lantaran dianggap memicu pemberontakan.

Dalam lintasan sejarah bangsa Indonesia, generasi muda selalu mengambil posisi strategis untuk merubah peradaban. Eksistensi dan konsistensi perjuangannya berebekas hingga hari ini.

Dimulai dari berdirinya organisasi Boedi Oetomo (Budi Utomo) 1908, Kongres Pemuda 1928 sampai pada peristiwa Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 1945 juga dipelopori oleh tokoh pemuda. Itu juga menunjukkan bahwa generasi muda di era perjuangan memiliki solidaritas yang tinggi untuk terlepas dari penjajahan dan meraih kemerdekaan.

Muncul tanda tanya besar, apakah kita bisa konsisten dalam perjuangan dan menuntaskan ancaman bangsa saat ini? Kita semua sadar bahwa kepanikan dan ketakutan yang kita hadapi sekarang bukanlah penjajahan, tapi ancaman wabah covid-19 dan segala dampaknya.

Indonesia sebagai negara yang besar pasti memiliki masalah yang kompleks dalam penanganan covid-19. Mulai dari terbatasnya APD dan obat-obatan bagi tenaga medis, peralatan medis yang tidak memadai, lenturnya kebijakan dalam sektor ekonomi, tumpang-tindih kebijakan dan aturan, buramnya penegakan hukum bagi penyebar hoaks, rendahnya kepatuhan masyarakat, dan masih banyak lagi yang lainnya.

Melihat berbagai masalah tersebut, bukan berarti tidak ada jalan terang untuk mengatasi dan menyelesaikannya. Kita tidak bisa memasrahkan diri pada keadaan, seolah badai wabah ini akan berlalu seperti hembusan angin. Tidak bisa juga menyerahkan tanggungjawab hanya pada pemerintah atau gugus utama penanganan covid-19 saja.

Justru ini momentum bagi kita untuk berperan secara massif merubah keadaan. Seperti kata Gill Jones (2009) dalam bukunya Youth bahwa generasi muda berperan sebagai aktor kunci untuk melakukan aksi. Kemenpora RI mencatat ada 150 organisasi kepemudan di Indonesia yang terdata dalam Buku Direktori Kepemudaan Indonesia (2012).

Namun, apakah  organisasi kepemudaan itu masih solid dan konsisten dalam membangun gerakan sosial di negara kita? Jika masih, tentu menjadi potensi  besar untuk mempercepat  penuntasan dampak covid-19 di Indonesia.

Terkait dengan konsistensi solidaritas pemuda, ada kisah menarik dari Jayathma Wickramanayake yang merupakan utusan Sekretaris Jenderal PBB untuk pemuda.  Ia bertemu 10 pemuda dari berbagai negara yang terlibat secara massif dan konsisten melakukan upaya penanganan covid-19 bersama komunitasnya. 10 Pemuda itu memiliki peran yang beragam di komunitasnya, mulai dari penanganan hoaks, kampanye sosial, penyediaan peralatan medis, sampai gerakan memasak untuk tenaga medis.

Selain itu, ada Hashim Hounkpatim dari Benin yang meluncurkan program literasi massal di Francophone Afrika bernama Araya. Program itu diperuntukkan bagi sebaran informasi di masyarakat tentang cara menjaga keamanan dan kesehatan diri dari covid-19, hingga saat ini lebih dari 90.000 orang bergabung dalam program itu. 

Menurut Hashim masyarakat perlu mendapatkan informasi yang benar dalam menjaga diri dari ancaman covid-19. Kemudian ada Helena Likaj yang mengembangkan dan mengimplementasikan pusat pengujian drive thru di New Orleans, Louisiana. Setiap sore komunitas mereka konsisten melakukan pengujian (test) covid-19 secara gratis bagi pengendara mobil dan sepeda.

Tak jauh berbeda sebenarnya dengan solidaritas sosial yang telah kita lakukan. Hanya saja, perlu dipastikan bahwa gerakan solidaritas sosial seperti; membuat posko relawan, membagikan sembako, masker, hand sanitaizer, membuat tempat pencucian tangan, penyemprotan disinfektan, sosialisasi covid-19, pelaporan hoaks, dan yang lainnya dapat dilaksanakan secara terus-menerus (konsisten).

Sebab, belum ada yang bisa menjamin kapan ancaman covid-19 ini berakhir. Seperti yang terjadi di Wuhan saat ini, setelah kebijakan lockdown dicabut pada 8/04/2020 ternyata terjadi lagi lonjakan angka kematian yang mencapai 1290 pasien pada 17/04/2020 (sumber CNN Indonesia).  

Di balik itu, kita perlu mendalami lagi semangat dan semboyan dari Ki Hajar Dewantara "Ing Ngarso Sing Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso, dan Tut Wuri Handayani", maknanya menyemangati kita untuk selalu konsisten menjadi panutan dan garda terdepan dalam menjaga keseimbangan, serta ikut memberi dorongan dalam penuntasan masalah bangsa.

Pentingnya Konsistensi

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia(KBBI) konsistensi berarti ketetapan dan kemantapan dalam bertindak. Dalam pengertian yang lain Besten (2010) menggarisbawahi 3 hal mengenai konsistensi yakni adanya kehendak, minat, dan keteguhan dalam mencapai tujuan.

Konsistensi tidak hanya berorientasi pada tujuan, tapi lebih ditekankan pada keselarasan antara sikap dan perilaku.  Dasarnya bisa subjektif atau objektif, tergantung dari kondisi psikologis seseorang.  Ketika sesuatu itu dianggap benar, berharga dan perlu diperjuangkan, maka ia akan konsisten.

Begitupun sebaliknya, jika tidak sesuai lagi dengan keinginannya dan merusak suasana hatinya, maka ia akan inkonsisten (tidak konsisten) resikonya bisa putus di tengah jalan. Dalam pandangan Psikologi Sosial, Morgan dan King (1986) menyebutnya sebagai "disonansi nilai".

Ditengah pandemi covid-19 konsistensi penting untuk memastikan bahwa perlawanan dan penuntasan wabah covid-19 tidak dilakukan dengan setengah hati dan sesaat saja.

Sejalan dengan amanat dari para pendahulu bangsa bahwa pemuda Indonesia saat ini bertanggung jawab untuk menjaga stabilitas bangsa. Bisa dibayangkan bila kita saat ini tidak konsisten dalam menjaga solidaritas bangsa, tentu bangsa ini akan dikalahkan oleh wabah covid-19.

Berbicara tentang penuntasan wabah covid-19 di Indonesia bukan hanya persoalan hari ini saja, tapi juga menjadi persoalan di masa yang akan datang. Kita butuh konsistensi dalam segala bentuk perjuangan, untuk menjamin bahwa bangsa Indonesia selalu siap dalam menghadapi ancaman.

Kita patut memberi apresiasi yang besar kepada rekan pemuda di seluruh Indonesia yang telah membangun semangat solidaritas sosial sesuai dengan  kearifan lokalnya masing-masing. Seperti seruan aksi musisi Didi Kempot dan Sobat Ambyar beberapa waktu lalu yang akhirnya terkumpul donasi sebesar 6,5 milyar. Ini menunjukkan bahwa masyarakat perlu didorong untuk memupuk kembali  solidaritas sosialnya.

Solidaritas sosial yang dilaksanakan dengan konsisten akan membentuk karakter bangsa yang kokoh. Bahkan menjadi nilai yang sangat berharga untuk menyongsong kehidupan yang beradab dan sesuai dengan butir-butir Pancasila.

Kemudian kita berharap segala bentuk solidaritas sosial tidak hanya dilakukan sesaat, atau hanya bersifat seremonial belaka. Inilah tugas kita para pemuda Indonesia untuk memastikan dan menjamin bahwa solidaritas sosial itu dilaksanakan secara konsisten.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun