Lika-liku pendidikan di pedalaman
     (Oleh Yosef MP Biweng)Â
Sekilas gambaran umumÂ
Bicara soal pendidikan pasti tidak akan selesai hanya di bangku sekolah saja, dimana saja kita berada entah di rumah, di pasar, di kebun, di hutan, dimana saja kita berada, kita akan berhadapan dan mengalami langsung dengan yang namanya pendidikan. Sehingga kita kenal dengan pendidikan formal dan non-formal. Jadi, jangan katakan bahwa pendidikan itu hanya di sekolah saja, diluar dari sekolah itu bukan pendidikan. Itu pernyataan yang salah? Pendidikan itu tak terbatas dengan ruang dan waktu. Oleh karena itu, pada hakekatnya, pendidikan adalah sekolah kehidupan.Â
Pendidikan pada umumnya di Indonesia dan lebih khusus di Papua Selatan, pedalaman kabupaten Asmat, tidak semudah yang dibayangkan seperti pendidikan di kota Agats ibukota kabupaten Asmat. Butuh kerja ekstra untuk bidang pendidikan. Kita tidak bisa saling menyalahkan antara siswa, orangtua atau guru, atau yang lebih sadis lagi sistem?
Pendidikan lebih khusus lagi, di distrik Awyu yang secara administratif memiliki enam kampung besar, yaitu kampung Sohomane, Suagai, Yerfun, Wagi, Yefu dan Sagare. Wilayah di Awyu memiliki tiga tingkat pendidikan, yakni dua pendidikan Sekolah Dasar Inpres Suagai dan Sekolah Dasar Inpres Sagare. Dan satu SMP Persiapan Negeri Awyu.Â
Mata pencaharian masyarakat Awyu adalah meramu, ada juga yang berkebun. Dan berpindah menjadi mencari kayu gaharu. Pada umumnya masyarakat lebih memilih mencari kayu gaharu dari berkebun atau bertani. Alasan sederhana saja bahwa lebih mudah mendapatkan uang dalam jumlah yang sangat besar. Kayu gaharu membuat masyarakat lupa akan masa depan anak - cucu mereka. Tidak berpikir bahwa kayu gaharu akan susah didapat dan mungkin akan tinggal kenangan saja.
Kita kembali bicara soal pendidikan. Jumlah peserta didik secara kuantitatif sangat banyak, tetapi secara kualitas masih rendah diukur dari baca, tulis dan berhitung masih dibawah rata-rata. Sangat memprihatikan sekali, dan kenyataannya di lapangan yang terjadi seperti itu.Â
Kesulitan di tingkat SMP adalah masih banyak ditemukan anak-anak yang belum bisa baca, tulis dan berhitung. Apakah mereka harus kembali ke Sekolah Dasar? Pasti tidaklah, karena tolak ukur adalah umur lagi, secara sistem tidak bisa terdaftar dalam dapodik, jika umur sudah lewat. Maju tidak, mundur juga tidak?
Kesadaran akan pentingnya pendidikanÂ
Bicara tentang kesadaran, kita bicara juga soal kebiasaan. Menurut saya, dua hal ini tidak bisa kita pisahkan. Antara kesadaran dan kebiasaan ini harus berjalan bersamaan. Satu hal yang saya temui adalah masyarakat (orangtua) kebanyakan kurang menyadari tentang pentingnya pendidikan untuk masa depan anak-anak mereka.Â