Benar bahwa tidak semua orangtua memiliki kesadaran akan pentingnya pendidikan bagi anak mereka. Ada juga orangtua yang berjuang mencari kayu gaharu untuk pendidikan anak-anak mereka, bahkan sampai di tingkat perguruan tinggi dengan hasil penjualan kayu gaharu. Â
Namun kita bisa ukur tingkatan pendidikan yang ada di kampung, terutama anak-anak yang sekolah aktif dan benar-benar datang ke sekolah untuk belajar jumlahnya sangat sedikit dibandingkan dengan anak-anak yang putus sekolah di usia sekolah itu lebih banyak. Banyak anak yang memilih tidak sekolah karena ikut orangtua pergi mencari kayu gaharu daripada anak-anak yang merasa sekolah itu penting untuk masa depan mereka.
Faktor lain juga adalah makanan. Kalau tidak ada makanan, pasti semua aktifitas tertunda bahkan sampai tidak bisa berjalan sama sekali. Â Itu yang dialami oleh anak-anak sekolah di pedalaman. Faktor lain juga, orangtua tidak membangun nilai kesadaran pada diri anak tentang pentingnya pendidikan. Dan yang lebih paranya adalah anak-anak juga tidak mau sekolah dan tidak membangun nilai kesadaran dalam diri mereka.Â
Akhirnya, anak-anak lebih memilih mencari kayu gaharu daripada pergi ke sekolah. Sulitnya untuk mendapatkan makanan yang mengandung gizi dan vitamin, karena setiap hari hanya mengkonsumsi makanan lokal yaitu sagu. Nasi itu kadang-kadang, itupun kalau ada uang.
Faktor makanan membuat anak-anak mudah sakit, kadang tidak makan baru ke sekolah. Fungsi kontrol dari orangtua tidak ada. Anak-anak juga pergi sekolah bukan karena benar-benar mau sekolah. Tetapi seperti hanya ikut rameh saja. Hasilnya adalah belajar juga tidak benar satu.Â
Dari sini kita bisa ukur tentang perkembangan dan kemajuan pendidikan di daerah pedalaman. Kesadaran akan pendidikan seakan mati suri, maju tidak, mundur juga tidak. Pemerintah sudah membantu dengan menyediakan sarana pendidikan yakni sekolah di setiap pedalaman (kampung-kampung). Tenaga guru juga sudah ada. Tetapi kesadaran orangtua untuk mengajak anak ke sekolah itu masih sangat jauh dari kurang.Â
Mungkin hanya sebagian orangtua yang berpikir baik untuk masa depan anaknya. Anak tidak pergi sekolah, orangtua tidak marah, tapi kalau guru terlambat naik untuk buka sekolah, orangtua marah-marah bahkan sampai ditingkat melapor ke dinas. Guru ada di tempat tugas, sebagian besar anak sekolah pemalas ke sekolah. Orangtua membiarkan anak tidak sekolah. Begitulah lika-liku jadi guru di pedalaman.
Perlu membangun kesadaran kepada masyarakat lewat sosialisasi pendidikan bahwa pendidikan itu sangat penting. Kayu gaharu yang ada saat ini, 50 tahun kedepan, pasti sudah tidak ada. Maka, anak-anak perlu disekolahkan agar mereka bisa mendapatkan pekerjaan lebih baik dan mungkin mereka bisa kembali untuk kelolah hasil hutan seperti kayu gaharu ini. Ingat masa depan anak, masa depan cucu dan generasi selanjutnya. Warobagio...
Awyu, 19 Oktober
 2024, pukul 13:56 WIT
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H