Orangtua menganggap pendidikan itu biasa-biasa saja, tidak terlalu penting juga. Faktanya bahwa ketika orangtua ke kota, pasti anak-anak juga diajak ikut ke kota. Alasan orangtua hanya sederhana saja, takut anak-anak tinggal sendiri di kampung, jadi kami harus bawa mereka juga ke kota, sekalian mereka jaga mereka punya adik.Â
Kasus lain lagi, kalau orangtua pergi ke hutan untuk mencari makan, pasti anak-anak juga diajak ikut untuk mencari makan. Dan itu terjadi pada anak-anak yang tinggal di kampung yang dekat dengan sekolah, kampung wagi, kampung Yefu dan kampung Sagare.Â
Sedangkan anak-anak sekolah yang berasal dari tiga kampung lain, Sohomane, Suagai dan Yerfun. Tiga kampung tersebut jaraknya jauh dari sekolah, sehingga anak-anak harus berjuang datang tinggal di ujung kantor distrik, di situ ada lahan kosong yang bisa digunakan untuk membuat rumah tempat tinggal mereka. Maka orangtua mereka berusaha untuk membuat rumah yang sederhana demi anak-anak mereka bisa tinggal dan pergi ke sekolah.Â
Faktor lain adalah keterbatasan ekonomi. Kebanyakan pekerjaan orangtua rata-rata petani ( dan lebih mengandalkan hasil jualan kayu gaharu). Makanan pokok adalah sagu. Dan kebanyakan anak-anak sekolah yang Asli Orang Papua bertahan demi Sekolah dengan makan sagu setiap hari selama persediaan sagu masih ada. Kalau sagu habis, mau tidak mau mereka harus kembali ke kampung untuk ambil makanan sagu lagi.Â
Anak-anak yang berasal dari tiga kampung diatas Yerfun, Suagai dan Sohomane, mereka tinggal berdasarkan keluarga dan kampung asal mereka. Mereka dengan modal nekad demi masa depan, mereka tinggal sendiri tanpa didampingi orangtua di rumah sederhana (rumah befak) yang dibuat oleh orangtua mereka dan makanan cuma sagu ( beras itu ada jika ada uang hasil jualan kayu gaharu). Jadi, jika sagu habis, mereka harus minta ijin untuk pergi kembali ke kampung ambil makanan (sagu). Dan itu bisa pergi satu sampai dua minggu baru kembali untuk masuk sekolah.Â
Terkadang mereka manfaatkan kesempatan ijin itu pergi masuk lokasi hutan untuk mencari kayu gaharu. Dan itu bisa sampai dua minggu atau satu bulan baru kembali ke sekolah. Masalah utama yang menghadapi pendidikan di kampung adalah kurang kesadaran orangtua akan pentingnya pendidikan bagi anak dan juga makanan.Â
Faktor kayu gaharu mempengaruhi pendidikan.
Pada umumnya di masyarakat Awyu mata pencahariannya peramu, beralih ke berkebun atau bertani. Dan sekarang beralih ke mencari kayu gaharu. Masyarakat lebih memilih mencari gaharu, karena dengan mendapatkan kayu gaharu, mereka bisa mendapatkan jumlah uang besar. Dan dari hasil penjualan kayu gaharu tersebut, mulai dari anak kecil sampai yang tua semua bisa pegang uang merah-biru (100.000 dan 50.0000). Mereka bisa pegang uang ratusan ribu sampai jutaan rupiah.Â
 Hal ini yang menyebabkan anak-anak sekolah mungkin berpikir kalau sekolah itu tidak ada uang, maka itu lebih baik pergi ke hutan mencari untuk pergi mencari kayu gaharu, kalau dapat berarti bisa pegang uang banyak. Dan kalau anak-anak sekolah sudah pergi ikut mencari kayu gaharu, berarti mereka bisa dua minggu bahkan sampai satu atau dua bulan baru mereka bisa kembali ke kampung untuk sekolah. Akibat terlalu lama di hutan, akhirnya baca, tulis dan berhitung jadi tidak tahu.Â
Ternyata kebiasaan mencari kayu gaharu sudah sejak anak-anak masih dalam kandungan, lahir dan besar karena ikut orangtua pergi ke hutan untuk mencari kayu gaharu. Akibatnya anak-anak terbiasa dengan kebiasaan orangtua, mereka juga lebih memilih masuk ke hutan untuk mencari kayu gaharu dan bisa mendapatkan uang yang banyak daripada belajar membaca, menulis dan menghitung yang sudah buat kepala pusing dan sakit serta tidak menghasilkan jumlah uang yang banyak.
Nilai jual kayu gaharu sangat fantastis. Kenapa? Dari hari penjualan kayu gaharu tersebut bisa menghasilkan uang berjuta-juta bahkan ratusan juta rupiah. Sangat fantastis bukan!. Makanya kesadaran untuk pendidikan sangat kurang. Orangtua juga sibuk dengan mencari gaharu, lupa bahwa perkembangan zaman ini akan mempengaruhi pertumbuhan anak-anak mereka, terutama pendidikan. Anak juga merasa bahwa pendidikan juga tidak terlalu penting karena lebih baik saya pergi mencari kayu gaharu, saya bisa dapat banyak uang, bisa beli makan-minum, HP baru, speaker baru, baju dan celana baru, dll.