Kami saling beraduh pandang dengan senyum tipis, bahasa tubuh yang mungkin mengatakan bersyukur karena bisa ikut perahu belang, atau mungkin rasa tidak percaya karena kita bisa turun kembali untuk pengurusan pemberkasan. Semua dalam tanda Tanya.
Siang itu panasnya menusuk sampai masuk ke pori-pori, hampir dehidrasi. Untuk sebotol aqua yang tadi dibeli masih ada bisa melepaskan rasa dahaga. Rupanya rasa bosan dan jenuh mulai menghantui masing-masing teman guru. Ibu Risma mulai ajak, ayo kita main Ludo. Ludo atau ludoking adalah permain paling seruh yang bisa menghilangkan rasa kebosanan karena perjalanan yang sangat jauh dan melelahkan. Ajakan itu, direspon baik oleh teman guru lain. pak Guntur, Pak Rizal, Pak Fabi dan Ibu Risma adalah tim ludoking yang siap bertarung. Kami yang lain adalah penonton setia. Karena asyik dalam permain ludo, tak terasa waktu telah menunjukan pukul 17.10 WIT, kami baru tiba di kampung Comoro distrik Ayip. Putar tanjung panjang yang sangat membosankan.
Rasa kantuk dan lapar mulai terasa. Pilihan terakhir adalah minum air yang masih tersisa di botol aqua, harap bisa bertahan sampai di Atsj salah satu distrik yang kami singgah. Permain ludo itu dilanjukan kembali dengan beda pemain. Sekedar menghibur dan memperpendek jarak perjalanan. Permain itu akhir berhenti karena lowbad baterai HP. Kami tiba di muara Ayib pukul 20:30 WIT.
Muara Ayip yang identic dengan muara yang ganas dan sangger, tetapi malam itu seperti terlelap karena seharian bekerja keras. Teduh seperti air dalam bak mandi. Perahu dari kecepatan mengunakan dua mesin, menjadi satu mesin yang digunakan hingga tiba di Atsj, pukul 22:45 WIT. Capai, kantuk dan lapar sungguh seperti pohon yang kekeriangan yang membutuhkan air hujan. Pak Fabi meminta pak Orpan, telp istrinya kalau datang jemput tolong buatkan dan bawakan kopi lagi. Permintaan itu dikabulkan dengan sebotol aqua besar penuh.
Kami bergegas mencari warung untuk dapat mengisi perut yang lagi kosong. Bungkus semua makan dan minuman, kami bawa ke perahu belang dan makan bersama di sana. Kami berpikir akan melanjutkan perjalanan malam itu juga. Ketika salah seorang guru bertanya, mereka bilang nanti besok pagi jam 3 subuh, karena mala mini bisa lanjutkan perjalan senter baterai sudah tidak bisa bertahan untuk perjalanan panjang.
pak Rizal menawarkan untuk ke rumah keluarga, biar kita santai bercerita sambil menuggu waktu. Gelap yang teramat gelap, terdengar butiran-butiran hujan dia tas seng rumah, alam sedang meratap dengan pengalamannya. Tak lupa kami mencas HP kami masing-masing, biar esok hari ada hiburan untuk menghilangkan kebosanan. Waktu menunjukan pukul 02:45 WIT. Kami bergegas kembali ke perahu belang, dengan harapan jam 03:00 WIT, kita akan bertolak menuju Agats. Kami tiba di dermaga tempat perahu belang sadar, ternyata semua dalam lelapnya tidur karena seharian melewati perjalanan panjang.
Kami tiba dalam perahu, sebagian tempat basa dan tegenang air. Kami merapikan tempat sekedar baring-baring. Tiba-tiba hujan turun lagi. Sial apa yang datang lagi. Tidak tidur sampai pagi, karena terjaga dengan genangan air di atas terpal, yang harus ditumpahkan keluar. Wajar hampir tiba, waktu menujukan pukul 05:30 WIT. Saya berusaha membangunkan adik-adik dari keluarga driver itu, ini sudah pagi, kita harus jalan, sebelum air pasang ini surut terlalu jauh. Akhirnya adik itu pergi membangunkan kakaknya atau omnya itu, karena perahu belang sudah bergeser jauh dan mulai miring ke sebelah kanan. Segera perahu belang itu diputar dan mesin jonson bunyi, gas mulai naik perlahan sampai tinggi. Perahu belang itu meninggalkan pelabuhan Atsj dengan kelajuan normal.
Tidak lama kemudian, terasa goncangan yang kuat, seperti gempa bumi yang sedang mengujang. Kami semua kaget bangun, ternyata kami sudah ada di kali Siret. Kami serasa berada dalam bahterah Nabi Nuh yang dihantam badai. Atau seperti murid Yesus yang diguncang badai terobang-ambing. Kelihatan kepanikan tergambar di wajah-wajah sang pejuang pendidik, yang sedang berjuang meraut nasib demi masa depan.
Kami pun melewati kali Siret dengan susah payah, gelombang menghantam badan perahu belang, mukanya sebentar turun, sebentar naik, sebentar berat sebelah kiri terus kesebelah kanan lagi. Perjaungan itu dilewati dengan tenang karena dikemudi oleh seorang awak yang mahir dengan terbiasa dengan situasi dan cuaca yang tak bersahabat itu. Akhirnya kami pun masuk muara kali Amborep dengan tenang dan selamat.
Sepajang kali berdiri pohon-pohon nipa dan bakau yang menghiasi nan indah sejauh mata memandang. Burung-burung hirik mudik sibuk dengan kesibukan serta suara yang merdu menawan seakan sedang menghibur perjalan kami. sebentar-sebentar pemandu yang duduk di muka perahu belang mengarahkan tangan kanan, berarti perahu harus kearah kanan karena ada potongan kayu atau pohon nipa yang hanyut. Pemandu itu mulai memandu dari kampung baru distrik awyu hingga kami pun tiba dengn selamat di dermaga pelabuhan Ferry Agats tepat pukul 12:25 WIT.
Bongkar muatan, ucapan terimakasih kepada driver dan beberapa orang yang ada di dalam perahu belang, dan kami pun turun dan bergegas naik ke dermaga. Wajib bayar karcis, bagi setiap perahu atau speedboat, viber yang sandar di pelabuhan Ferry. Akhrinya kami para rekan guru berpisah ke rumah masing-masing karena sudah dijemput oelh keluarga.