Mohon tunggu...
Yosef M.P Biweng
Yosef M.P Biweng Mohon Tunggu... Guru - Guru pedalaman

Musafir sebagai guru di pedalaman Papua

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Amukan Muara Ayip

23 Oktober 2022   03:17 Diperbarui: 23 Oktober 2022   03:21 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kisah dibalik amukan muara Ayip

Cerita lain dibalik beberapa kisah yang telah menjadi catatan sebagai pengalaman. Seperti biasa, para pegawai yang bertugas di pedalaman pasti akan mencari armada untuk kembali ke tempat tugas masing-masing. Demi tugas, rintangan dan hambatan bukan halangan. Begitu pun bapak/ibu guru.

Sabtu, 22 Oktober 2022 adalah jadwal untuk kembali ke tempat tugas, yaitu di distrik Awyu kabupaten Asmat, kampung Wagi. Kesepakatan adalah kami akan berangkat dari pinggiran kota Agats, tepatnya di tambatan perahu di kampung Suru. Kami rencana berangkat pukul 06:00 wit. Dan itu pembicaraan kami pada jum'at, 21 Oktober 2022 di rumahnya ibu Risma.

Keesok harinya, cuaca masih dingin, terdengar bunyi motor berhenti di dpan rumah. Jemputan telah tiba. Pak Nanik yang datang jemput saya di rumah pada pukul 05:35 wit untuk menuju tambatan perahu di kampung suru sebagai tempat keberangkatan. Dengan muatan minyak tanah, beras, bumbu masak dan tas pakian. Sampailah di tempat tujuan, 05:45 wit, belum ada perahu. Setelah itu, pak Nanik kembali ambil barangnya di rumah. Sedangkan ibu Risma masih di rumah sambil menungggu info jam keberangkatan dari pak guru Oto Kaibu.

Pukul 06:03 wit, saya menghubungi pak Oto, untuk tanya jam berapa baru kita bisa berangkat. Jawaban pak Oto bahwa ini air baru bertolak naik jadi kita tunggu dan saya persiapan isi minyak lagi, ganti oli ekor dan beberapa keperluan yang harus disiapkan.

Setelah saya komunikasi dengan pak Oto via telp, saya infokan ke teman ibu guru Risma dan Pak Nanik, bahwa Pak Oto baru persiapan minyak,dll, jadi kemungkinan kita agak telat keberangkat.

Pukul 06:30 wit, pak Steven suaminya ibu guru Risma datang dengan motor bersamaan dengan barang-barang. Katanya pak Steven, ini muatan pertama, mau kembali ambil barang lagi. Tidak lama kemudian pak Steven datang dengan barang-barang dengan muatan depan dan belakang penuh dengan barang bawaan milik ibu Risma.

Saya telp pak Nanik untuk beritahu bahwa pak Oto masih persiapan, sedikit baru bisa datang. Pak Nanik katakan bahwa saya agak lama karena ada sedikit gangguan pada perut. Pak guru istirahat dulu, nanti saya info kalau pak Oto sudah bergerak datang dengan perahu.

Pukul 07:12 wit, saya telp pak Oto lagi dan pak Oto katakan sedikit lagi saya menuju ke pelabuhan situ. Tak lama kemudian, pak Nanik datang dengan bawa barang dan sebungkus nasi kuning untuk saya bisa sarapan pagi, karena di rumah tadi tidak sarapan. Ya, makhlum saja, bujang lokal.

Menjelang beberapa menit kemudian, pak Steven dan ibu Risma datang untuk cek kepastian jam berapa berangkat. Kami berdiri bercerita hampir lumayang lama, hampir setengah jam kurang mau jam depalan.

Jam 08:15 wit, pak Oto tiba dengan perahu viber dengan mengunakan mesin jonson 15pk. Padahal ibu Risma dan suaminya sudah bergerak pulang, tapi kami panggil untuk kembali karena pak Oto sudah datang.

Kami bertolak dari Kota Agats, kampung Suru jam 08:30 wit. Pak Oto sebagai driver bersama dengan istri dan anak-anak serta kedua adiknya. Dan kami yang turut ikut ibu Risma, pak Nanik dan saya sendiri.

Perjalanan kali ini sangat menyenang, karena didukung dengan cuaca yang cerah, udara yang segar dan alami karena sepanjang jalan anak sungai itu berdiri pohon-pohon bakau dan berbagai jenis pohon liar lainnya.

Kami pun tiba di ditrik Atsj pukul 11:09 wit. Kami singgah sebentar saja karena mau jemput teman guru andolen pak Orpan sapaan akrannya. Sambil menunggu oak Orpan, kami istirahat sejenak karena perjalanan cukup jauh sehingga membuat lutut dan pantat sakit.

 Dari Atsj menuju muara Ayip

Pukul 11:30 wit, kami berangkat dari Atsj dengan cuaca panas membara, seakan kulit hendak terbakar. Pak Opan ambil area depan perahu viber, katanya pandu perjalanan sekaligus mengontrol kayu potong yang hanyut.

Setengah perjalanan antara Atsj dan muara Ayib, ibu Risma tanya kepada saya, pak guru ini di muara (muara Ayip) amankah? Demi percaya diri saya katakan aman, supaya ibu Risma tidak rasa takut dan gugup.

Muara Ayip sudah kelihatan, gelombang datang silih berganti, pak Nanik dan ibu Risma tanya sekali lagi ke saya, guru ini gelombang begini aman kah? Saya jawab dengan tenang, kalau di sini gelombang tidak besar berarti muara juga tidak. Tandanya aman.

Seketika situasi berubah, angin kencang dan gelombang yang cukup bersar untuk ukuran viber 15 itu sangat berbahaya. Pak Oto langsung bicara bagaimana teman-teman, kami ke menepih dulu karena gelombang. Kami sepakat ke pinggir, karena amukan muara Ayip mulai terasa. Pak Oto putar perahu viber menuju ke tepih.

Namun kami tetap nekat untuk harus tembus masuk ke kali Ayip. Keputusan terakhir adalah kita kembali sedikit jauh dari muara Ayip, dan kami melaju menyebrang sungai ke sebelah.

Namun, kami tak lolos dari amukan muara Ayip. Pak Oto dengan rawut wajah sedikit gugup dan kelihatan ketakutan sedikit, dia memberanikan niatnya untuk tetap melaju dengan kecepatan rendah. Saat yang bersamaan, gelombong dan angin membuat perahu sedikit oleng, sebentar- sebentar turun-naik. 

Pak Nanik duduk satu arah, empasan air yang membasahi tubuhnya seakan tidak ada pengaruh karena saking takut dan gugup. Sedangkan ibu Risma bilang saya, pak guru bilang pak Oto ke tepi saja dulu, biar kita tunggu saja. Saya diam saja, karena kalau saya bicara lagi situasi akan berubah kepanitan semua. Anaknya pak Oto bilang ke bapaknya, bapa kita ke pinggir dulu, tapi bapanya sedikit kata kasar bilang ke anaknya ko diam.

Pak Orpan santai duduk di depan mocong perahu seakan menikmati ayunan gelombang datang kian pergi. Pak Opan sangat menikmati perjalan. Situasi saat itu juga hening, tenang tanpa suara. Mungkin ada doa dalam hati badai ini cepat berlalu, biar kita sampai di kali Ayip dengan selamat dan aman-aman saja.

Amukan gelombang muara Ayip walaupun sebentar saja, tetapi memberikan pelajaran yang bermakna. Mungkin kadang kita perlu melawan alam demi keselamatan. Akhirnya badai itu pun berlalu. Situasi kembali hangat, canda gurau mengenang kejadian tadi. Semua tertawa.

Kami menyusuri kali Ayip melewati beberapa hingga sampai di kampung Comoro ditrik Ayip. Dari ditrik Ayip ke distrik Awyu tidak jauh. Kami singgah sebentar untuk beli dan makanan ringan. Kami bertolak dari distrik Ayip menuju kampung Wagi distrik Awyu. Kami tiba pukul 16:59 wit dengan selamat.

Catatan refleksi

Tantangan itu perlu agar kita menjadi pribadi yang lebih dewasa dan setia pada tugas dan tanggungjawab. Setiap kita pasti memiliki rintangan dan tantangan hidup masing-masing. Mungkin ada yang ringan, sedang dan berat. Semua itu kembali ke pribadi kita masing-masing dengan cara kita sendiri menanggapi dan menjawabnya.

Rintangan dan tantangan ini memang tidak seberapa dengan pengalaman para senior guru yang telah berpulang dan yang berjuang sampai saat ini.

Pengalaman rintangan dan tantangan hari ini, kami boleh lewati karena kami percaya bahwa Tuhan tak pernah meninggalkan umatnya tersesat, apalagi dalam situasi sulit apapun.

Wagi,

Sabtu, 22 Oktober 2022, pukul 16:50 wit.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun