Mohon tunggu...
Alif Biuti Anastasya
Alif Biuti Anastasya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Teknik Informatika

Nama : Alif Biuti Anastasya NIM : 41522110024 Mata Kuliah : PENDIDIKAN ANTI KORUPSI DAN ETIK UMB Dosen : APOLLO, PROF. DR, M.SI.AK

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Edward Coke: Actus Reus, Mens Rea pada Kasus Korupsi di Indonesia

19 Juni 2024   23:02 Diperbarui: 19 Juni 2024   23:02 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
from google edited by Biuti

Pendahuluan

Edward Coke, seorang ahli hukum Inggris pada abad ke-17, memainkan peran yang sangat penting dalam pembentukan prinsip-prinsip dasar hukum modern. Dikenal sebagai salah satu bapak pendiri hukum common law Inggris, kontribusi Coke mencakup banyak aspek hukum, tetapi dua di antaranya yang paling menonjol adalah konsep actus reus dan mens rea. Kedua konsep ini menjadi landasan dalam hukum pidana modern di banyak negara, termasuk Indonesia.

Actus reus, yang berarti "tindakan yang bersalah" dalam bahasa Latin, mengacu pada tindakan fisik yang melanggar hukum. Sementara itu, mens rea, yang berarti "niat yang bersalah", mengacu pada keadaan mental atau niat pelaku ketika melakukan tindakan kriminal tersebut. Keduanya harus ada untuk menetapkan tanggung jawab kriminal, yang membedakan antara tindakan yang dilakukan dengan niat jahat dan tindakan yang dilakukan tanpa niat kriminal.

Dalam konteks hukum pidana, penerapan konsep actus reus dan mens rea sangat penting untuk memastikan keadilan. Mereka membantu dalam menentukan apakah seseorang benar-benar bersalah atas kejahatan yang dituduhkan atau apakah tindakan mereka bisa dianggap sebagai kecelakaan atau kesalahan tanpa niat jahat.

Korupsi adalah salah satu kejahatan yang paling merusak di banyak negara, termasuk Indonesia. Kasus-kasus korupsi sering melibatkan tindakan fisik yang jelas-jelas melanggar hukum serta niat jahat untuk memperoleh keuntungan pribadi dengan merugikan negara dan masyarakat. Oleh karena itu, memahami dan menerapkan konsep actus reus dan mens rea sangat penting dalam upaya penegakan hukum terhadap kasus-kasus korupsi.

Artikel ini bertujuan untuk mengupas lebih dalam tentang sejarah dan warisan Edward Coke, menjelaskan secara rinci tentang konsep actus reus dan mens rea, serta menganalisis penerapan kedua konsep ini dalam kasus korupsi di Indonesia. Dengan memahami dasar-dasar ini, kita bisa lebih memahami bagaimana hukum bekerja untuk menegakkan keadilan dan mencegah kejahatan, terutama dalam konteks korupsi yang menjadi masalah besar di banyak negara.

Sejarah Edward Coke

From google edited by Biuti
From google edited by Biuti

Edward Coke lahir pada 1 Februari 1552 di Mileham, Norfolk, Inggris, dan meninggal pada 3 September 1634. Dia adalah seorang pengacara, hakim, dan politikus yang memainkan peran penting dalam pengembangan hukum common law Inggris. Coke belajar di Trinity College, Cambridge, dan kemudian melanjutkan pendidikan hukumnya di Inner Temple, salah satu dari empat Inns of Court di London.

Karir Coke dalam hukum dimulai dengan cepat, dan dia segera dikenal sebagai pengacara yang brilian. Dia menjabat sebagai Jaksa Agung Inggris (Attorney General) dari 1594 hingga 1606, di mana dia menangani berbagai kasus penting. Salah satu kontribusi terbesarnya adalah saat dia menjadi Ketua Mahkamah Agung Inggris (Chief Justice of the King's Bench) dari 1613 hingga 1616.

Coke dikenal karena keberaniannya dalam menegakkan hukum terhadap kekuasaan monarki. Dia sering berhadapan dengan Raja James I dalam mempertahankan prinsip-prinsip hukum common law dan hak-hak individu. Salah satu kasus paling terkenal adalah "Case of Prohibitions del Roy" (1607), di mana Coke menegaskan bahwa raja tidak memiliki wewenang untuk memutuskan kasus hukum tanpa melalui pengadilan. Kasus lain adalah "Case of Proclamations" (1610), di mana dia menyatakan bahwa raja tidak dapat mengeluarkan peraturan atau proklamasi yang bertentangan dengan hukum tanpa persetujuan parlemen.

Warisan terbesar Coke adalah karya tulisnya, terutama "Institutes of the Lawes of England" dan "Reports". Karya-karya ini menjadi referensi utama dalam pengembangan hukum common law dan mempengaruhi banyak sistem hukum di dunia, termasuk Amerika Serikat dan negara-negara persemakmuran Inggris.

Actus Reus dan Mens Rea

Actus Reus: Actus reus, yang berarti "tindakan yang bersalah", adalah elemen fisik dari kejahatan. Ini adalah tindakan nyata atau kelalaian yang melanggar hukum. Actus reus bisa berupa tindakan langsung seperti mencuri atau membunuh, atau bisa juga berupa kelalaian seperti gagal memberikan perawatan yang diperlukan dalam kasus tanggung jawab perawatan. Dalam hukum pidana, penting untuk membuktikan bahwa tindakan ini dilakukan secara sukarela dan disengaja.

Mens Rea: Mens rea, yang berarti "niat yang bersalah", adalah elemen mental dari kejahatan. Ini mengacu pada keadaan pikiran atau niat pelaku saat melakukan tindakan kriminal. Mens rea mencakup berbagai tingkat kesalahan mental, dari niat jahat yang jelas (dolus) hingga kelalaian yang parah (culpa). Dalam banyak kasus, mens rea menentukan tingkat kesalahan dan hukuman yang akan diberikan. Misalnya, membunuh dengan niat jahat akan dihukum lebih berat dibandingkan dengan membunuh karena kelalaian.

Dalam sistem hukum pidana, kedua elemen ini harus ada untuk menetapkan tanggung jawab kriminal. Tanpa actus reus, tidak ada tindakan yang dapat dihukum, dan tanpa mens rea, tindakan tersebut mungkin dianggap sebagai kecelakaan atau tanpa niat kriminal.

from google edited by Biuti
from google edited by Biuti

Penerapan Actus Reus dan Mens Rea pada Kasus Korupsi di Indonesia

Di Indonesia, kasus korupsi sering kali melibatkan tindakan yang jelas melanggar hukum dan niat jahat untuk memperoleh keuntungan pribadi. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berperan penting dalam menindak kasus-kasus ini, dengan menggunakan konsep actus reus dan mens rea untuk memastikan keadilan.

Modul Dosen P12
Modul Dosen P12

Kasus E-KTP:

  • Actus Reus: Penyalahgunaan anggaran dalam proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk elektronik (E-KTP). Tindakan ini melibatkan manipulasi anggaran dan pengadaan barang yang tidak sesuai dengan ketentuan.
  • Mens Rea: Niat untuk memperkaya diri sendiri dan kelompok dengan menggelembungkan anggaran proyek. Pelaku tahu bahwa tindakan mereka melanggar hukum, namun tetap melakukannya demi keuntungan pribadi.
  • Hasil: Kasus ini melibatkan banyak pejabat tinggi dan menyebabkan kerugian negara hingga triliunan rupiah. Beberapa pelaku telah dihukum penjara.

Kasus Hambalang:

  • Actus Reus: Penyalahgunaan anggaran dalam proyek pembangunan pusat olahraga Hambalang. Tindakan ini melibatkan penggelembungan biaya dan pengadaan yang tidak sesuai.
  • Mens Rea: Kesengajaan untuk memperoleh keuntungan pribadi dan kelompok melalui penggelembungan biaya proyek. Pelaku menggunakan posisi mereka untuk mengamankan keuntungan.
  • Hasil: Kasus ini melibatkan pejabat tinggi yang menggunakan kekuasaannya untuk mendapatkan keuntungan dari proyek pemerintah. Banyak dari mereka telah dihukum penjara.

Kasus BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia):

  • Actus Reus: Penyaluran dana bantuan likuiditas yang tidak sesuai dengan ketentuan, menyebabkan kerugian besar bagi negara.
  • Mens Rea: Kesengajaan untuk menyalahgunakan dana bantuan guna memperkaya diri sendiri dan kelompok tertentu. Pelaku sadar bahwa tindakan mereka ilegal namun tetap melakukannya.
  • Hasil: Kasus ini menyebabkan kerugian negara yang sangat besar dan melibatkan banyak pihak yang berkepentingan. Beberapa pelaku telah dihukum, namun banyak yang masih bebas.

Kasus Gayus Tambunan:

  • Actus Reus: Gayus menerima suap dari wajib pajak untuk mengurangi jumlah pajak yang harus dibayar dan menggelapkan dana pajak yang seharusnya masuk ke kas negara.
  • Mens Rea: Niat untuk memperkaya diri sendiri dengan menerima suap dan menyalahgunakan wewenang sebagai pegawai pajak. Gayus secara sadar melakukan tindakan ini untuk keuntungan pribadi.
  • Hasil: Gayus dihukum karena terbukti melakukan tindakan korupsi dengan niat jahat, yang menyebabkan kerugian besar bagi negara.

Pentingnya Actus Reus dan Mens Rea dalam Penegakan Hukum Korupsi

Penerapan konsep actus reus dan mens rea sangat penting dalam penegakan hukum kasus korupsi. Kedua elemen ini membantu memastikan bahwa penegak hukum tidak hanya fokus pada tindakan yang melanggar hukum tetapi juga niat di balik tindakan tersebut. Ini penting untuk:

  • Menjamin Keadilan: Dengan membedakan antara tindakan fisik dan niat, penegak hukum dapat memberikan hukuman yang adil dan proporsional. Hal ini memastikan bahwa hanya mereka yang benar-benar bersalah yang dihukum.
  • Mencegah Kesalahan Penuntutan: Menekankan pentingnya niat membantu mencegah kesalahan penuntutan terhadap individu yang mungkin terlibat dalam tindakan melanggar hukum tanpa niat jahat. Ini melindungi hak-hak individu dan memastikan bahwa hukum diterapkan secara adil.
  • Memberikan Pesan yang Kuat: Memastikan bahwa tindakan korupsi dihukum secara adil mengirimkan pesan yang kuat bahwa korupsi tidak akan ditoleransi dan bahwa pelaku akan bertanggung jawab atas tindakan dan niat mereka. Ini membantu mencegah korupsi di masa depan dan memperkuat kepercayaan publik terhadap sistem hukum.

From google edited by Biuti
From google edited by Biuti

Tantangan dalam Menangani Kasus Korupsi di Indonesia

Meskipun konsep actus reus dan mens rea membantu dalam penegakan hukum, penanganan kasus korupsi di Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan, termasuk:

  • Korupsi Sistemik: Korupsi yang melibatkan banyak lapisan birokrasi dan institusi, membuat penegakan hukum menjadi lebih sulit. Korupsi yang sistemik membutuhkan pendekatan yang komprehensif untuk mengatasinya.
  • Intervensi Politik: Campur tangan politik dalam proses hukum seringkali menghambat penanganan kasus korupsi secara adil dan transparan. Tekanan politik dapat mempengaruhi hasil penegakan hukum.
  • Kurangnya Sumber Daya: Keterbatasan sumber daya dalam penegakan hukum, seperti kurangnya tenaga ahli dan teknologi forensik, dapat menghambat penyelidikan dan penuntutan kasus korupsi. Penegak hukum membutuhkan dukungan sumber daya yang memadai untuk bekerja secara efektif.


Upaya Mengatasi Korupsi

Beberapa langkah yang dapat diambil untuk memperbaiki penanganan kasus korupsi di Indonesia meliputi:

  • Penguatan Lembaga Penegak Hukum: Memperkuat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan lembaga penegak hukum lainnya dengan memberikan sumber daya yang memadai dan otonomi penuh dalam menjalankan tugasnya.
  • Peningkatan Transparansi dan Akuntabilitas: Mendorong transparansi dalam proses pengadaan barang dan jasa serta akuntabilitas pejabat publik melalui pelaporan yang jelas dan audit yang ketat.
  • Edukasi dan Kesadaran Publik: Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang dampak negatif korupsi dan pentingnya partisipasi publik dalam mengawasi tindakan pemerintah.
  • Penegakan Hukum yang Tegas: Menegakkan hukum dengan tegas terhadap pelaku korupsi tanpa pandang bulu, termasuk pejabat tinggi dan tokoh berpengaruh.


Kesimpulan

Edward Coke memberikan dasar penting bagi pengembangan hukum pidana melalui konsep actus reus dan mens rea. Dalam konteks korupsi di Indonesia, penerapan kedua konsep ini membantu memastikan bahwa tindakan dan niat di balik kejahatan diperhitungkan dalam penegakan hukum. Meskipun masih banyak tantangan yang dihadapi, langkah-langkah untuk memperkuat lembaga penegak hukum, meningkatkan transparansi, dan mendidik masyarakat dapat membantu mengurangi korupsi dan memastikan bahwa hukum ditegakkan secara adil dan efektif. Dengan memahami dan menerapkan konsep actus reus dan mens rea, sistem hukum dapat lebih efektif dalam menegakkan keadilan dan mencegah korupsi di masa depan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun