Saat sedang mengeluyur kita juga sedang berpetualang, kita juga sedang menjelajah, membuka mata ke daerah yang belum teraba. Tak perlu jauh-jauh, katanya Traveling ituoverated sementara mengeluyur di daerah sendiri itu underated. Tanpa disadari kita sudah terlalu banyak melewatkan keunikan di daerah sendiri. Dalam konteks ini tak perlu menaklukan dalam artian menguasai hingga memiliki obsesi menjadi raja di daerah jajahan sendiri. Maksudnya mengeluyur adalah untuk mengenal lingkungan di daerah sendiri.
Sebagian orang melakukan Traveling untuk mengenali kekayaan Indonesia, katanya. Sehingga lupa akan kemiskinannya, mungkin, he..he… Indonesia kaya alamnya miskin orangnya. Dududu.. Bukan maksud saya skeptis tapi sekadar ingin mengingatkan di sekitarmu masih banyak yang miliki masalah ekonomi.
Keluyuran juga untuk menemukan Ide dan gagasan. Coba deh peka sama sekitar. Mungkin kita bisa tiba-tiba tahu apa yang dibutuhkan orang-orang modern ini. Dunia yang semerawut kusut ini masa sih gak ada solusinya.
Sebagaimana juga keluyuran itu bisa meningkatkan wawasan. Karena wawasan sejatinya bisa bertambah dengan dua cara: satu dengan membaca, dua dengan bepergian. Dari ke dua cara tersebut mana yang lebih mudah? Baca itu berarti butuh bacaan. Mau bacaan yang bagus mbok yo beli buku. Beli buku jauh lebih murah ketimbang harus bepergian jauh. Berpetualang? Apalagi. Berpetualang itu butuh waktu, tenaga, keberanian dan uang. Colombus pun harus membujuk ratu Isabella I dengan susah payah untuk mendapatkan dana ekspedisinya.
Kalau untuk membaca gak mau, cukuplah bepergian dengan mengeluyur. Tidak banyak waktu terbuang dengan mengeluyur. Keluyuran dengan bekal bahan bakar premium Rp 10.000,- sudah dapat mengantar kamu pergi dan pulang. Terlebih jika naik angkutan umum lebih banyak lagi pelajaran yang kamu dapat sepanjang perjalanan. Beruntunglah kalian yang mengalaminya hampir setiap hari.
Bisa juga keluyuran dengan cara menonton TV. Tidak harus olahraga, cukup dengan mata terjaga, tapi, oh tapi, Beta su lama seng piara TV lai di rumah. TV sudah masuk gudang. Seruangan dengan jaring laba-laba, baju bekas, sempak kucel dan ingatan tentang mantan. Keluyuran di layar TV sudah susah nyari yang sehat mas.
Mengeluyur ke sana ke mari memerhatikan banyak orang juga bisa jadi renungan batin. Siapa sih diri kita di antara bermilyar-milyar orang yang hidup di bumi. Semakin kita mengeluyur, justru semakin dekat lah kita pada titik berpulang dalam arti yang lebih dalam. Chandra Malik bilang, “Untuk menemukaNya bukan dengan tualang melainkan dengan berpulang”. Sedangkan dalam petualangan hidup. Sujiwo Tejo bilang, “Hidup ini petak umpet yang aneh. Semua orang mencari orang lain hanya untuk menemukan dirinya sendiri”.
Keluar dari rezim guna lalu pergi mengeluyur yang katanya gak ada gunanya. Duh, duh, duh, kemana sih mengeluyur nya. Percayalah ketika kamu tenang BAB di WC, seringkali pikiranmu keluyuran berpetualang ke mana-mana. Kamu bisa saja lupa kalau perut sudah tidak mules lagi dan beruntai tai yang panjang sudah lama terputus. Teksturnya bagus seperti feses orang sehat kebanyakan. Lalu kamu mencium baunya meski tahu baunya tetap sama bakalan, enggak enak. Benar-benar tingkah laku yang tidak guna kan.
Jika di dalam ruang sempit saja pikiranmu keluyuran. Lebih baik berhenti melamun dan ajak ragamu keluyuran juga. Jika enggan menyebutnya keluyuran anggap saja sedang piknik. Nikmati hari-hari sebagai pengangguran atau sebagai turis yang sedang liburan. Jangan sampai kurang piknik. Ayo piknik.
Sekarang dalam benak saya pikiran nakal berkecamuk. Saya sedang terpikir bagaimana Ibunda para pelaut zaman dulu ketika memarahi anaknya yang berlama-lama bermain game di depan layar laptop, HP, dan layar-layar gawai (gadget) lainnya. Mungkin dulu Ibunda Ceng Ho akan bilang “Heh, jangan main di rumah melulu. Main sana kau, yang jauh.”
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H