Sedangkan di Indonesia banyak sekali para petualang sepakbola itu, meski petualangannya hanya berputar-putar saja di dalam negeri dan belum mampu membuat sejarah bagi Indonesia itu sendiri. Salah satunya, Ferdinand Sinaga.
Dan, hmm fiuuuuhh… tulisan ini pun semakin melebar ke mana-mana. Saya memang tidak pandai mengkonsep sebuah tulisan. Berengsek betul, dalam menulis pun seringkali pikiran saya mengeluyur ke mana-mana. Entah ke mana..
Oke, selanjutnya bangsa Viking. Bangsa Viking terkenal sebagai bangsa yang senang menjelajah ke berbagai belahan dunia. Bahkan konon Viking yang berasal dari Skandinavia ini sudah lebih dulu sampai ke benua Amerika jauh sebelum Colombus menemukannya.
Bangsa Viking tidak hanya senang menjelajah. Dalam petualangannya, bangsa Viking juga senang menaklukan daerah jamahannya. Hal ini juga yang kemudian jadi cikal bakal pemberian nama salah satu kelompok supporter PERSIB Bandung yang menamai dirinya VIKING PERSIB CLUB.
Petualang kata orang adalah orang yang suka mencari tantangan, orang yang mencari pengalaman yang sulit-sulit, berbahaya, dan sebagainya. Petualang akan menjelajah seperti yang dilakukan pelaut-pelaut. Petualang seringkali mempertaruhkan nyawa demi harga diri, Kata Andre Malraux, “Jika seorang pria tidak siap mempertaruhkan nyawanya, di mana harga dirinya?” – La Kondisi Humaine (1933). Petualangan juga adalah tentang hidup, kata Heller Keller, “Hidup adalah tentang berani berpetualang atau tidak.” Ternyata petualangan juga terkadang tidak melulu tentang kesenangan yang dicari. Kadang petualangan juga dilakukan karena keterpaksaan.
Sebagaimana Odysseus terpaksa harus mengembara selama sepuluh tahun lamanya untuk bisa kembali ke Ithaka setelah perang Troya berakhir betapapun sebenarnya Odysseus ingin segera pulang bertemu dengan Penelope. Atau seperti Nabi Ibrahim yang dipisahkan selama beberapa tahun dengan Ismail juga Istrinya. Belum lagi Ahasveros yang dikutuk untuk mengembara seumur hidup tanpa mengenal rumah.
Petualang macam itu tentunya selalu memiliki harapan untuk bisa cepat pulang. Berbeda halnya apabila dalam pergi itu kita menemukan tempat yang menjadi puncak kenyamanan yang sulit diraih manusia. Seperti kisah hijrah Isra Mi’raj-nya nabi Muhammad SAW yang pergi menuju batas terjauh di langit ke tujuh lalu kembali turun lagi ke bumi. Mungkin, apabila kesempatan itu diberikan tuhan kepada petualang yang lelah akan petualangannya dia akan memilih menetap di sana tanpa harus memikirkan umat dan tak terpikir untuk kembali memijakan kaki di bumi lagi.
Berpetualang dengan cara heroik seperti fragmen-fragmen yang sudah sedikit diceritakan di atas nampaknya akan membuat kita berpikir berulang-ulang untuk melakukannya, sehingga untuk pergi berpetualang kayaknya Entar-entar lagi aja deh hehe.
Masih ada petualangan-petualangan kecil yang bisa lebih mudah kita lakukan. Petualangan itu sebut saja keluyuran. Keluyuran seringkali dianggap sebagai kegiatan yang ora ono manfaatne (gak ada manfaatnya). Menyedihkan sekali jika kita harus menghabiskan waktu hidup kita cuma untuk melakukan hal-hal yang ada gunanya (baca:ada uangnya).
Keluyuran itu salah satunya seperti yang dilakukan Pidi Baiq dalam catatan hariannya yang ditulis agak berantakan dalam buku-buku serial Drunken. Dalam bukunya pidi baiq banyak menceritakan tentang dirinya yang sedang mengeluyur gak jelas, mulai di sekitaran kota Bandung sampai ke Amsterdam. Yang menarik di dalam keluyuran Pidi Baiq adalah dia senang betul mengobrol dan bagi-bagi uang setiap ketemu orang yang sebetulnya masih asing.
Keluyuran juga seperti yang diceritakan di cerpen-cerpen Seno Gumira Ajidarma yang dihimpun ke dalam satu buku Tiada Ojek di Paris. Bagaimana diceritakan pengeluyuran orang-orang Jakarta yang terjebak macet di perjalanan. Atau tentang topik-topik menarik yang jadi obrolan sehari-hari orang urban.