"Info terbaru, Thailand Selatan sedang banjir Pak", lewat group Whatsapp, Mas Ikrom yang dulunya pernah kuliah di UIMSYA Blokagung Banyuwangi dan warga Sonkhla, Thailand wilayah selatan memberikan info terkini. Aku bersama rombongan dari kampus UIMSYA (Universitas KH. Mukhtar Syafa'at) Blokagung masih berharap ketika sampai Thailand, banjir itu sudah surut. Tiba saatnya pukul 18.40, kami terbang dari Bandara Internasional Kuala Lumpur, Malaysia menuju Bandara Internasional Hat Yai, Thailand.
Selama perjalanan saat di dalam pesawat, cuaca hujan, beberapa kali aku yang duduk di dalamnya, merasakan guncangan yang lumayan seperti sedang berada di dalam mobil yang melewati jalanan yang jelek. Setelah satu jam tiga puluh menit, kami terbang di udara Malaysia dan Thailand, tibalah kami di landasan Bandara Hat Yai, Thailand.Â
Ternyata Bandaranya kecil, bahkan yang aku rasakan, Bandara Hat Yai walaupun statusnya adalah Bandara Internasional, secara luas tidak lebih besar dari Bandara Internasional Banyuwangi yang ada di Blimbingsari, Banyuwangi. Hanya berjalan sebentar, aku dan rombongan dari kampus UIMSYA sudah disambut oleh gerbang imigrasi. Hanya ada 5 petugas yang stand by di sana, 3 melayani orang Thailand asli yang sedang pulang masuk negara mereka, dan 2 lainnya melayani orang luar negeri termasuk kami yang sedang masuk negara Thailand.
Saat menunggu untuk dipanggil petugas imigrasi Thailand. Salah satu petugas sontak bercanda dengan kami yang dari Indonesia, dengan logat bahasa Melayu saat mereka bicara dan aku mendengarnya, ada beberapa bahasa yang mereka ucapkan yang tidak kupahami, salah satu petugas itu ternyata meminta kami untuk berpose bersama dan "cekrek", kami diminta untuk foto bersama. Salah satu dari kami ada yang nanya, "Untuk apa ya foto itu?". Aku menjawab sekenanya, "Sepertinya akan dipajang di IG-nya Bandara Hat Yai ini", jawabku sekenanya.
Kami jadi perhatian, karena Hat Yai ini adalah kota yang tidak ramai. Keluar dari Bandara juga seperti keluar stasiun saja. Baru berjalan keluar, sudah jalan raya. Penumpang yang tadi ada di pesawat, sudah mulai dijemput masing-masing. Kami melihat ke sana kemari belum ada tanda-tanda penjemputan. Aku mencoba log in menggunakan wifi gratis yang di bandara saat berjalan perlahan keluar. "Cari sopir yang memegang nama UIMSYA Mas", Mas Najib dan Ikrom memberikan petunjuk kepada kami di group Whatsapp.
Aku langsung menelpon mereka berdua dan mengabarkan posisi kami yang belum ketemu dengan sopir travel dari Songkla yang seperti yang ada di foto WA menggunakan mobil Hiace dan memegang tulisan UIMSYA sebagai tanda. Nomornya juga sudah dishare kepada kami, tetapi Ikrom mengirim nomor itu menggunakan bahasa Thailand. Aku dan Mr. John hingga bertanya-tanya, "Ini gimana bacanya Pak?", Ucap Mr. John kebingungan bacanya.Â
Hingga akhirnya, saat di dalam pesawat tadi, ada seorang perempuan Thailand yang duduk tidak jauh dari kami. Mr. John bertanya kepadanya, "Excuse me, how to speak this write?", tanya Mr. John dengan menunjukkan nama kontak WA sopir travel yang sudah dikirimkan oleh Ikrom. "Supri Parto", jawabnya singkat dari Mbak Thailand. Aku mendengar jawabannya seperti itu, entah benar entah salah.
Akhirnya setelah menunggu sekitar lima belas menit di depan bandara Hat Yai, ada mobil Hiace berhenti di depan kami. Saat sopir keluar dari mobil, "Pak Supri Parto?", langsung saja Mr. John menyapanya dan beliau menjawabnya dengan "iya, dari UIMSYA?", sambil menjawab balik. Di dalam mobil, musik yang dia putar adalah lagu-lagu melayu Malaysia dan kami ngobrol santai selama perjalanan menggunakan bahasa Melayu karena Pak Supri ternyata berasal dari Pattani, Thailand Selatan dan bahasa yang digunakan adalah bahasa Melayu dan bahasa Siam.
"Kita mencari makan dulu Pak Supri sebelum ke hotel", ajak Mr. John kepada Pak sopir travel dan kami semua menyetujuinya. "Mau seefood atau makanan apa?", tanya Pak Supri balik. Beberapa dari kami memberikan saran. Adi, mahasiswa UIMSYA yang duduk di depan samping Pak Sopir memberikan saran yang didapat dari kami semua, "Nasi Goreng saja Pak Supri", katanya. "Oke, kita ke sana".
Kami berhenti di sebuah parkiran. Kami semua turun dari mobil dan berjalan di trotoar. Sepanjang berjalan, ada beberapa tulisan nama-nama jalan yang terpampang. Bagian atas menggunakan tulisan keriting Thailand dan bawahnya menggunakan bahasa inggris. Suasananya kayak di Surabaya di kampung China, hanya beda bahasa saja. Kami memasuki sebuah warung makan. Ada bendera Malaysia yang berkibar di sana, padahal ini adalah Thailand.