Mohon tunggu...
Bisyri Ichwan
Bisyri Ichwan Mohon Tunggu... Dosen - Simple Man with Big Dream and Action

Santri Pesantren Darussalam Blokagung Banyuwangi dan Alumni Universitas Al-Azhar Mesir. Seorang yang kagum dengan Mesir karena banyak kisah dalam Al Qur'an yang terjadi di negeri ini. Seorang yang mencoba mengais ilmu pengetahuan di ramainya kehidupan. Seorang yang ingin aktif kuliah di Universitas terbuka Kompasiana. Awardee LPDP PK 144. Program Doktor UIN Malang. Ketua Umum MATAN Banyuwangi. Dosen IAIDA Banyuwangi. Dan PP. Minhajut Thullab, Muncar, Banyuwangi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sufi Istiqlal

26 November 2020   19:52 Diperbarui: 26 November 2020   19:56 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Prof. KH. Nasaruddin senantiasa memegang tasbeh (Foto : Tim PK 144)

Prof. Nasaruddin berdiri. Tangan kanan beliau memegang microfon yang diberikan oleh Mas Mukhlis. Tangan kiri beliau memegang tasbeh, bukan hanya sebagai hiasan saja, tapi disela-sela beliau berbicara, tasbeh itu senantiasa berputar, seperti menghitung sesuatu dari dzikir yang diucapkan oleh hatinya Prof. Nasaruddin. Beliau langsung menyinggung satu ayat dalam al-qur'an yang menjadi surat yang pertama kali diturunkan kepada Rosulullah Saw., yakni surat Al-Alaq yang berbunyi Iqro'.

"Iqro' itu artinya bukan hanya membaca. Tapi memiliki tingkatan. Berawal dari membaca, akhirnya naik ke level selanjutnya yakni memahami apa yang sudah dibaca. Bahkan membaca bukan hanya text book saja. Bukan hanya buku yang bisa dibaca. Segala sesuatu yang ada di alam semesta ini bisa dibaca", Ucap Prof. Nasaruddin dengan pembawaanya yang kharismatik.

Beliau melanjutkan bahwa, kita bisa membaca apa saja. Jangan hanya berpaku pada buku saja. Nabi Ibrahim ketika mengajarkan kepada umatnya untuk mencari Tuhan, dengan cara membaca alam, membaca bulan yang muncul saat malam hari, membaca matahari yang muncul siang hari, membaca bintang-bintang penghias malam. Membaca udara yang bisa dirasakan kehadirannya tapi tidak terlihat. Membaca air yang bisa menghilangkan dahaga ketika diminum.

"Kita itu jangan sampai hanya puas menjadi tilmidz, tapi harus bisa naik ke tingkat selanjutnya menjadi murid", lanjut Prof. Nasaruddin. Secara bahasa arab, tilmidz dan murid memiliki arti yang sama, yaitu murid seorang guru. Tapi menurut Prof. Nasaruddin. Tilmidz itu adalah murid dari seorang guru saja, gurunya ya manusia. Murid guru ketika SD, SMP, SMA dan seterusnya. Tapi ketika berbicara murid, maka berarti lebih luas, yakni berguru kepada apa saja, bukan hanya manusia saja.

Segala yang ada di alam semesta ini, kita bisa berguru kepadanya, bahkan berguru kepada seseorang yang dianggap sudah meninggal secara jasad. "Makanya ada istilah ilmu ladunni, itu adalah murid", kata Prof. Nasaruddin. Saya semakin tertarik dengan penjelasan beliau. Keterangan khas Tasawwuf. Ilmu yang selama ini paling saya sukai.

Setelah hampir satu minggu kami digempur dengan materi-materi 'duniawi', pagi ini Prof. Nasaruddin memberikan nutrisi materi 'ukhrawi'. Bahasanya lumayan berat sebenarnya, tetapi dalam. Perlu diresapi dengan hati. Beliau berpesan banyak hal, diantaranya untuk senantiasa menjaga wudlu. "Saat anda selesai berwudlu', anggota yang terkena bekas air wudlu jangan diusap dengan handuk. Ada banyak berkah disitu, setiap tetes dari air itu, menghapus dosa-dosa kita. Menghapus dosa di wajah, tangan, telinga, hingga kaki kita".

Beliau juga berpesan agar seimbang dalam belajar. Barat selama ini maju dengan ilmu dunianya, sementara timur berorientasi dengan ajaran batin. Nah, bagaiamana kita bisa menyeimbangkan kedua kutub yang berbeda ini dengan cara kolaborasi yang tidak berat sebelah. Prof. Nasaruddin mencontohkan diri beliau sendiri, walaupun beliau alumni barat, tetapi beliau bisa menjadi pribadi yang agamis yang selama ini beliau peroleh dari tradisi timur.

Imam Syafi'i pernah mengeluh kepada gurunya yang bernama Imam Waqi' perihal masalah yang menimpanya. Imam Syafi'i waktu itu tidak bisa menghafal sesuatu, padahal selama ini beliau sangatlah cerdas dan mudah menghafal ilmu yang beliau pelajari. Lalu gurunya, Imam Waqi' memberikan saran untuk membersihkan diri. Bukan hanya bersih secara jasad saja, tapi juga membersihkan dari segala bentuk dosa yang diperbuat.

Ternyata diketahui, Imam Syafi'i sebelumnya melakukan sesuatu yang membuat dirinya sulit untuk menghafal. Beliau beli anggur di pasar dan saat si penjual menimbang anggur yang dibeli oleh Imam Syafi'i, beliau nyicipi, mencoba satu anggur dan tidak izin terlebih dahulu kepada penjualnya, karena menganggap penjualnya ridlo hanya dicoba satu anggurnya. Namun, ternyata apa yang dilakukan oleh Imam Syafi'i ini berpengaruh terhadap anugerah mudah menghafal yang selama ada dalam dirinya.

"Jadi senantiasalah bersih. Bukan hanya bersih secara fisik saja, tapi juga membersihkan diri dari dosa-dosa dan penyakit hati", Prof. Nasaruddin berpesan banyak hal yang semuanya berkaitan dengan ajaran tasawwuf. "Jangan lupa juga untuk konsisten mengharap kepada Allah di atas sajadah, istiqomah shalat malam", lanjut beliau.

Pagi ini saya mendapatkan hidangan nutrisi hati lengkap dari seorang Sufi Istiqlal, Prof. Nasaruddin Umar. Terimakasih Prof. Memberikan pencerahan kepada kami, saya khususnya, untuk selalu belajar, belajar dan belajar. Untuk tidak pernah lelah mempelajari sesuatu. Belajar tanpa batas, bahkan tidak membatasi diri hanya dari seorang guru yang masih hidup saja, tapi belajar ke seorang guru yang dianggap sudah meninggal, bahkan segala hal yang bisa dilihat pantas dijadikan sebagai guru.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun