Mohon tunggu...
Bisyri Ichwan
Bisyri Ichwan Mohon Tunggu... Dosen - Simple Man with Big Dream and Action

Santri Pesantren Darussalam Blokagung Banyuwangi dan Alumni Universitas Al-Azhar Mesir. Seorang yang kagum dengan Mesir karena banyak kisah dalam Al Qur'an yang terjadi di negeri ini. Seorang yang mencoba mengais ilmu pengetahuan di ramainya kehidupan. Seorang yang ingin aktif kuliah di Universitas terbuka Kompasiana. Awardee LPDP PK 144. Program Doktor UIN Malang. Ketua Umum MATAN Banyuwangi. Dosen IAIDA Banyuwangi. Dan PP. Minhajut Thullab, Muncar, Banyuwangi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mencintai Bangsa

11 November 2020   10:26 Diperbarui: 11 November 2020   10:36 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beliau mengulangi pesannya di awal tadi, bahwa santri haruslah bisa berperan di negara yang besar layaknya seperti garam di lautan. Eksistensinya bisa jadi tidak terlihat, tetapi hasil dari peran yang dilakukan, bisa dirasakan oleh masyarakat. Besarnya bangsa ini tentu memerlukan banyaknya peran rakyat yang ada di dalamnya, termasuk jaringan santri nusantara.

Pak Yudi Latif pada saat menjelaskan, tidak hanya duduk di atas panggung saja. Beliau turun ke bawah, menyapa secara langsung para peserta. Bahkan, beliau meminta untuk disediakan spidol dan kertas besar pengganti papan tulis yang digunakan untuk menulis keterangan yang beliau utarakan. 

Kebetulan sekali, pada sesi ini, kelompok saya di Sultan Agung mendapatkan giliran untuk duduk di belakang lagi, sehingga saya tidak bisa melihat keterangan apa yang sedang dituliskan oleh Pak Yudi, kami hanya bisa memahami penjelaskan beliau dari mendengarkannya.

Usai presentasi panjang lebar, beliau membuka sesi pertanyaan. Penanya pertama adalah Pak Hapipi, beliau seorang dosen di NTB dan akan melanjutkan S3 di UGM. Pertanyaannya adalah bagaimana eksistensi Pancasila di masa depan? Bagaimanapun Pancasila adalah kesepakatan bersama yang dibuat para pendiri bangsa ini. 

Dengan Pancasila, perbedaan yang luar biasa yang ada di dalam diri bangsa Indonesia bisa disatukan. Namun, sampai kapan kira-kira Pancasila ini akan bertahan?.

Bapak Yudi Latif langsung menjawab pertanyaan dari Pak Hapipi ini dengan sebuah teori, karena pertanyaannya adalah juga berdasar teori dan belum terjadi. Bahwa, sebuah nilai-nilai dasar dan mengandung kebaikan, menurut pengalaman selama ini, akan bertahan melawan waktu. 

Pancasila berisi nilai-nilai dasar kebaikan. Dia akan bertahan melawan waktu hingga massa yang tidak bisa ditentukan. Kebaikan selalu akan bertahan. Itulah jawaban beliau yang saya fahami.

Kyai Syaviq Muqofi yang akan melanjutkan S3 di UIN Yogyakarta lalu bertanya, bagaimanakah cara menanamkan Pancasila bagi mereka yang anti Pancasila? Sebagaimana kita ketahui, Indonesia yang majemuk ini, tidak semuanya mengakui Pancasila sebagai dasar negara. Ada golongan yang menganggap bahwa Pancasila adalah ciptaan manusia, sehingga tidak perlu untuk ditaati, yang perlu ditaati itu adalah syari'at Islam, misalnya, yang merupakan ciptaan Tuhan.

"Ciptakan dialog. Jangan pernah menyerah untuk memahamkan mereka", itulah jawaban dari Bapak Yudi Latif. Dengan cara dialoglah, kesamaan akan didapatkan. Tidak dengan cara kekerasan fisik. Kekerasan justru akan memperdalam perbedaan dan justru melahirkan permusuhan baru. Musyawarah, dialog adalah jalan terbaik untuk menanamkan Pancasila kepada orang yang belum mengerti tentang makna dan arti dari Pancasila.

Saya jadi teringat dengan pesan Maulana Habib Lutfi bin Yahya, agar kita senantiasa untuk mencintai bangsa ini. Bukan hanya mencintai ideologi bangsa, Pancasila saja. Tapi mencintai keseluruhan dari bangsa ini, baik dan buruknya. 

Beliau mengibaratkan bangsa ini seperti layaknya seorang istri. Ketika pertama kali menikah, cinta itu masih kuat sekali, karena istri masih cantik, masih muda dan seksi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun