Mohon tunggu...
Bisyri Ichwan
Bisyri Ichwan Mohon Tunggu... Dosen - Simple Man with Big Dream and Action

Santri Pesantren Darussalam Blokagung Banyuwangi dan Alumni Universitas Al-Azhar Mesir. Seorang yang kagum dengan Mesir karena banyak kisah dalam Al Qur'an yang terjadi di negeri ini. Seorang yang mencoba mengais ilmu pengetahuan di ramainya kehidupan. Seorang yang ingin aktif kuliah di Universitas terbuka Kompasiana. Awardee LPDP PK 144. Program Doktor UIN Malang. Ketua Umum MATAN Banyuwangi. Dosen IAIDA Banyuwangi. Dan PP. Minhajut Thullab, Muncar, Banyuwangi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tidak Tidur 50 Jam

7 November 2020   06:04 Diperbarui: 7 November 2020   06:08 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Prof. Dr. Amany Lubis mengisi PK 144 LPDP (Foto: Tim PK 144)

"Untuk bisa sukses, harus berani melawan rasa lelah dan kantuk. Saya dari dulu hingga sekarang, terbiasa tidak tidur selama 48 jam hingga 50 jam", pesan ini disampaikan oleh Ibu Prof. Dr. Amany Lubis, Lc., MA., pada saat mengisi acara Persiapan Keberangkatan (PK) 144 di gedung hotel Accacia Jakarta Pusat. Saya bersama teman-teman kelompok Sultan Agung hanya bisa melongo dengan pesan-pesan beliau yang luar biasa.

Kami semua peserta PK 144 LPDP Santri sudah memasuki hari ketiga di PK ini. Saya sudah 5 hari berada di Jakarta, dimulai sejak hari sabtu lalu berangkat dari Banyuwangi menggunakan pesawat Citylink dari bandara internasional Banyuwangi menuju bandara Cengkareng. Lalu mengikuti pra acara PK di gedung PBNU, hingga mengikuti acara inti PK LPDP hingga sekarang.

Rabo pagi ini, seperti biasa, kegiatan PK diawali dengan integrity sport. Melatih tubuh sebelum seharian nanti diforsir untuk menerima seluruh materi dari para pembicara nasional. Jadwal yang akan kami dengarkan materinya hari ini adalah dari rector Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatulloh, Jakarta, yakni Ibu Amany Lubis, juga Bapak Yudi Latif, Ph.D yang pernah menjadi kepada BPIP (Badan Pembinaan Ideologi Pancasila).

Integrity Sport pertama yang dilakukan adalah indoor, berada di dalam ruangan aula hotel Accacia. Pengalaman menjadi guru yang terbaik, itulah kata yang tepat untuk mengungkapkan sikap yang kami lakukan pagi ini. Hari selasa kemarin, ada 30 peserta PK yang telat untuk mengikuti acara integrity sport dan mendapatkan teguran keras dari Pak Rafi sebagai PIC PK. Hari rabo sekarang, mereka semuanya On time, tepat waktu, sehingga pihak PIC PK, yang diwakili oleh Mas Jufri dan Mas Mukhlis bisa langsung memulainya tanpa hambatan.

Masing-masing dari kami dibagikan lembaran soal. Berisi dua puluh soal dengan pilihan ganda. Soalnya sebenarnya bukan hal yang asing, tetapi saya secara pribadi banyak yang tidak bisa mengisinya. Soal itu berisi tentang prestasi yang diperoleh teman-teman PK Santri seangkatan ini. Dulu, di group WA PK 144, Mbak Ana Yulvia pernah mengirimkan formulir untuk mengisi form-form yang diantaranya menjelaskan tentang prestasi yang pernah kami peroleh.

Nah, saat inilah semua prestasi itu dijadikan sebagai soal. Masing-masing dari kami dites kemampuannya, seberapa jauh pengetahuan mengerti dan mengenal teman-teman seangkatan. Dari beberapa soal yang ada, saya hanya bisa menjawab prestasi saya sendiri, prestasi Bintan yang dulu memang pernah di Mesir, sama dengan saya. Prestasi Mas Anwar, karena dapat bocoran di satu group Sultan Agung, prestasi Aljabar yang duduk di samping saya, juga prestasi teman satu kelompok saja, selebihnya saya hanya menjawab sekenanya.

Usai mengisi semuanya. Soal tidak langsung dikumpulkan, tapi dioper dengan teman-teman yang lain, jadi kami mengoreksinya sendiri. Mas Jufri memberikan bocoran jawabannya. Setelah itu, saya melihat nilai yang bisa saya peroleh dari beberapa jawaban yang sudah saya pilih. Tidak memuaskan, itulah jawabannya. Saya mendapatkan nilai yang tidak memuaskan. Rupanya, saya banyak tidak mengenal teman-teman satu angkatan dengan tidak terlalu baik, padahal walaupun kami baru bertemu tatap muka empat hari ini, namun kami sudah bersama di group WA PK 144 sudah sejak 4 bulan yang lalu.

Ketika acara indoor dirasa sudah cukup, dilanjutkan dengan integrity sport outdoor. Berada di halaman samping hotel. Kami melakukan senam bersama. Senam santri yang dipimpin oleh Mbak Hajidah Musayyadah. Lalu, permainan senam otak yang dikomandoi oleh Pak Kyai Sobari yang punya pesantren di Jakarta dan hendak melanjutkan S3 di UIN Syarif Hidayatulloh Jakarta, dulu satu almamater dengan saya waktu S1 di Universitas Al-Azhar Mesir.

Jam 7 pagi, persiapan mengikuti acara inti. "Siapa yang duluan mandi?", Mas Burhan bertanya ke saya kembali seperti kemarin. "Saya", jawab dia. Saat PK seperti ini, kami harus pintar-pintar mengatur waktu. Waktu berjalan terasa sangat cepat sekali. Hanya mendengarkan materi dari para pembicara nasional, juga menyaksikan by you for you dari masing-masing kelompok teman-teman, tiba-tiba sudah malam dan sudah datang pagi lagi. Sarapan benar-benar saya nikmati, dengan menu dari hotel yang setiap hari selalu ada yang baru, cita rasa warna warni, ada lokal dan internasional.

Menjelang jam 8, kami semua sudah berkumpul di aula. Badan terasa fresh. Otak siap menampung materi. Ibu Amany Lubis sebagai pembicara pagi ini datang. Pak Rafi sebagai penanggung jawab acara PK menunjuk Mas Gilang sebagai ketua angkatan PK untuk mendampingi Ibu Amany di atas panggung. Alasan memilih Mas Gilang sebagai moderator ini adalah juga karena dia alumni dari UIN Syarif Hidayatulloh Jakarta saat S1, untuk S2 sekarang, akan melanjutkan di UI Depok.

Pagi ini Ibu Amany diberikan tema oleh LPDP untuk mengisi tentang "Pembentukan SDM Berintegritas dan Berdaya Saing Global". Beliau mengawali pembicaraannya dengan bercerita pengalaman hidupnya selama ini. Beliau lahir di Cairo, Mesir pada tanggal 22 Desermber 1963. Ibu beliau asli orang Mesir, ayah beliau dari Indonesia. Sehingga keluarga beliau perpaduan antara dua negara.

Sejak kecil beliau dididik dalam keluarga yang bernuansa pendidikan yang kental sekali. Bahkan, didikan yang dilakukan oleh orang tuanya lumayan berat. Umur 14 tahun, Amany kecil sudah diajak untuk pindah sekolah di Mesir. "Saya tidak mengerti bahasa arab sama sekali, walaupun lahir di Cairo, tetapi dewasa di Jakarta, sehingg di Cairo, setiap kali belajar, saya harus selalu menyiapkan 5 kamus di depan saya", ungkap Ibu Amany mengenang masa kecilnya dulu.

Bahkan beliau terbiasa tidak tidur hingga 50 jam untuk mengejar ketertinggalan faham pelajaran dari teman-temannya yang orang Mesir. Tahun pertama, nilai dari pelajaran-pelajaran di sekolah Mesir, tidak seperti yang diharapkan. Nilainya hancur, padahal pada saat di Indonesia, beliau termasuk murid yang sangat berprestasi. Selama satu tahun penuh, beliau konsentrasi untuk mempelajari bahasa arab dengan ditemani 5 kamus yang selalu beliau bawa.

Memasuki tahun kedua, beliau bisa menyusul teman-teman Mesirnya. Bahkan, hingga lulus sekolah, beliau selalu mendapatkan nilai cumlaude, hingga guru-guru Mesir merasa heran bercampur bangga dengan prestasi yang beliau miliki. S1 beliau ambil di Universitas Al-Azhar, Cairo, Mesir dengan mengambil jurusan Sastra Inggris.

Kebiasaan tidak tidur 50 jam tetap berlanjut hingga sekarang. Bahkan, kebiasaan ini pada akhirnya menurun ke anak-anaknya. Beliau selalu mengajarkan anak-anak untuk tidak mudah bergantung kepada orang lain. Sikap mandiri ini diajarkan sejak bayi. Ya, saat bayi. Saya tidak salah dengar dan tidak salah ketik. Ibu Amany bercerita bahwa, beliau mulai mengajarkan anaknya yang masih bayi dengan tidak memakaikannya pampers, jadi sejak bayi sudah diajarkan bagaimana buang air kecil di toilet, tidak dipampers. Entah bagaimana caranya, saya sendiri hingga saat ini juga belum menemukan jawabannnya.

Gelar Doktor beliau peroleh dari UIN Syarif Hidayatulloh Jakarta dengan spesialisasi bidang Sejarah Kebudayaan Islam. Dari sinilah, prestasi-prestasi beliau semakin gemilang. Beliau juga pernah dijadikan salah satu mufti dari luar negeri yang ditunjuk langsung oleh raja UEA (Uni Emirat Arab), juga sering mengisi kajian lintas negara. Pembicara di forum nasional dan internasional.

"Kalau dulu, setiap membaca, saya menggunakan 5 kamus. Sekarang, justru bertambah, saya menggunakan 15 kamus", Saya dan teman-teman semakin melongo dengan kebiasaan beliau ini. "Ora umum", kata Aljabar yang duduk di samping saya. Memang bukan kebiasaan yang umum. Setiap kali membaca dan belajar, beliau selalu menyediakan 15 kamus. Puluhan bahasa di dunia beliau mengerti. Setahu saya dulu, Gus Dur lah yang banyak mengerti bahasa di dunia, rupanya Ibu Amany juga masuk dalam jajaran golongan ini.

Pada saat sesi tanya jawab, kelompok saya yang paling bersemangat untuk bertanya adalah Bintan. Bintan akan melanjutkan S2 di UIN Syarif Hidayatulloh Jakarta, disamping Ibu Amany Lubis sebagai rektornya di sana, juga beliau menjadi kakak kelasnya di Universitas Al-Azhar Mesir. Bintan bertanya tentang "bagaimana mengatur waktu sebagai seorang rector, ibu rumah tangga, istri, juga pembicara internasional?, tentu dalam hitungan orang umum, itu adalah hal yang sangat berat".

"Harus berani melawan rasa malas dan rasa lelah", itulah jawaban dari Ibu Amany. Kalau bicara malas, setiap manusia, tentu punya rasa ini. Kalau mengatakan lelah, tentu juga sangat lelah. Beliau bukan hanya ibu rumah tangga yang harus mengurusi dan mendidik anak-anaknya, tetapi juga seorang istri yang mesti melayani suami setiap hari, juga seorang rector universitas negeri yang sudah dikenal dunia. Ternyata, faktanya beliau mampu mengatur waktunya dengan sangat bagus dan bijaksana.

Teman-teman PK 144 LPDP Santri yang rata-rata perempuan juga bertanya dengan kata yang berbeda tetapi genrenya sama. Intinya kunci kesuksesan beliau dalam hidup. Bagi teman-teman perempuan, beliau adalah idaman. Seorang yang datang ke Mesir dengan zero, akhirnya pulang ke Indonesia dengan menjadi hero. Berkah kedisiplinan yang tinggi, konsisten dalam belajar, bahkan tidak tidur hingga 50 jam dalam beberapa hari, akhirnya beliau mendapatkan prestasi itu semua.

"Berat", itulah yang diungkapkan oleh teman-teman saya di kelompok Sultan Agung setelah Ibu Amany Lubis menyelesaikan cerita dan presentasinya. Jawaban dari tema yang beliau bawakan pagi ini yang berjudul "Pembentukan SDM Berintegritas dan Berdaya Saing Global" sudah terjawab dengan pengalaman hidup yang dijalani oleh Ibu Amany, sehingga sudah tidak memerlukan banyak teori lagi untuk menjelaskannya kembali.

Pagi yang bermanfaat dan berkah. Saya mendapatkan pencerahan dari kisah hidup orang yang luar biasa. Walaupun tidak bisa copy paste dari apa yang sudah beliau ceritakan. Setidaknya ada satu kata yang bisa saya garis bawahi di sini, bahwa untuk bisa berhasil menuju tangga kesuksesan, maka harus berani melawan secara konsisten rasa malas dan rasa kantuk. Semoga sukses selalu menyertasi kita semua. Selanjutnya kami menunggu Bapak Yudi Latif yang juga pembicara nasional dan internasional untuk mengisi di sesi kedua hari ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun