Sampai Surabaya tepat pukul 04.00 pagi. Bacaan qira'at subuh bersahut-sahutan di banyak masjid. "Jadinya turun di mana mas?", tanya sopir travel yang duduk di sebelahku.Â
Satu mobil sejak istirahat di pemberhentian untuk makan tengah malam tadi, penumpang travel hanya 3 orang saja, padahal kapasitas mobil yang kami tumpangi, biasanya hingga 10 orang. "Krembangan Mas, setelah Kantor DPRD Surabaya", jawabku kepadanya. Â
Aku mengirimkan lokasi kepada Pak Udin, sahabatku. Beliau adalah pemilik Yayasan Bina Bangsa 2 di Surabaya. Posisi lokasi berdiri aku kirimkan ketika aku turun dari mobil travel. Dia langsung menjawab  pesan WA yang terkirim.Â
"Wah, seorang Kyai memang jam segini waktunya tahajjud dan membaca wirid", kata batinku. Saat di depan rumahnya dan mengirimkan pesan lagi, ternyata dia sudah nongol keluar dari rumahnya. Dia terlihat sedikit kaget. "Aku kira kamu masih di depan sana mas", katanya.
Kami langsung berjalan menuju gedung sekolah Bina Bangsa yang tidak jauh dari rumahnya. "Mau shisya mas?", beliau tahu kebiasaanku, sehingga syisha menjadi menu pertama yang hendak beliau siapkan.Â
Dengan aku tersenyum, sudah memberikan jawaban atas tawarannya. Sambil menunggu beliau menyiapkan syishanya, aku bergegas ke kamar mandi untuk mengambil air wudlu dan menunaikan shalat subuh.
Tidak terasa, kami mengobrol hingga menjelang jam 8 pagi. Beliau mengabarkan akan nada rapat bersama para guru di yayasannya hingga sore hari. Agenda hari ini pada saat sore adalah mengantarkanku untuk membeli laptop macbook yang lokasinya berada di kawasan Rungkut. "Kamu istirahat dulu Mas. Sore kita keluar", katanya.
Sekitar jam 14.00, saat aku sedang duduk santai mengobrol bersama Azwar yang menjadi salah satu guru di Yayasan Bina Bangsa, Pak Udin tiba-tiba datang. "Kok cepat Pak selesainya?", tanyaku. "Yang penting urusan beres, ya langsung pulang", katanya dengan jawaban santai yang selama ini menjadi ciri khas beliau. Sambil menikmati syisha yang sudah diracik oleh Azwar, kami mengobrol hingga selesai adzan asar.
Usai shalat asar, kami bergegas untuk ke toko laptop macbook yang ada di Rungkut. "Hari ini libur tapi malah semakin padat jalan rayanya", kata Pak Udin sambil membawa motornya. Kami membelah macetnya Surabaya yang bagiku, setiap kota besar pasti mengalami permasalahan macet yang hampir sama saja.
"Bisyri Mas, yang pesan lewat WA tadi", aku mengucapkan salam kepada pemilik toko dan dia langsung mempersilahkan kami masuk. Sudah ada beberapa laptop yang menjadi display barang dagangan.Â
Satu persatu aku melihatnya sekaligus menanyakan harganya. "Itu 27 juta Mas, yang ini 23 Juta". Aku menoleh ke Pak Udin dan menunjukkan wajah yang sedikit kaget dengan harga yang ditawarkan dari produk laptop macbook seri yang agak terbaru, padahal laptop-laptop ini adalah second bukan baru.