Saya hanya berusaha mendiskripsikan apa yang sudah disampaikan oleh Pak Prie GS. Namun, fakta sesungguhnya ketika berhadapan dengan Pak Prie dan mendengarkan pemaparan beliau secara langsung, sungguh sangat jauh sekali kualitasnya.Â
Mendengarkan cerita-cerita beliau yang sepertinya sederhana sangat luar biasa, bagi saya sungguh memukau. Bahkan, saya tidak bisa mendiskripsikan dengan kata-kata yang pas di dalam tulisan ini. Pak Prie sangat piawai bercerita, sesi pada saat Pak Prie berbicara, saya tidak menemukan satupun peserta yang mengantuk, tidak ada peserta PK yang tidur. Semuanya larut dalam tawa dan takjub.
Ya, hari selasa ini memang istimewa. Dua sastrawan, dua penulis, dua tokoh nasional memberikan banyak pelajaran ke saya, ke kami para awardee LPDP Santri. Selanjutnya beliau berpesan untuk menjadi diri sendiri, jangan menjadi orang lain.Â
Berusahalan selalu memahami apa yang sedang terjadi di sekitar dan ambillah pelajarannya. Selalu meyakini dengan segala sesuatu yang sedang dikerjakan, bahwa suatu saat nanti akan menghasilkan sesuatu yang baik.
"Melepaskan segala capaian prestasi yang sudah diraih, karena semua itu adalah pertolongan dari Tuhan dan menjadikan Tuhan sebagai satu-satunya tujuan hidup", lanjut pesan Pak Prie.Â
Itulah beberapa pesan yang disampaikan oleh Pak Prie. Tentu bahasa yang digunakan oleh Pak Prie dan gaya dalam menuturkan pesan itu, tidak bisa saya deskripsikan dengan lengkap. Terlalu sempurna bagi saya, gaya yang dilakukan oleh Pak Prie.
Pada saat sesi tanya jawab, ada tiga penanya yang diberikan kesempatan. Yang bertanya pertama kali adalah Maya, dia adalah awardee yang akan melanjutkan S2 di Universitas Negeri Malang. Pertanyaannya adalah bagaimana cara "mensastrai" kehidupan sebagaimana yang sudah dilakukan oleh Pak Prie selama ini?
"Berbuat baik, meminta maaf. Hadapilah hidup ini, karena kehidupan memang keras. Adab lebih tinggi dari pada dunia dan seisinya, sehingga Tuhan akan menjawab doa-doa dan keinginanmu. Terkadang, hidup memang tidak seperti yang kita inginkan, namun serahkanlah segala yang dikerjakan kepada Tuhan dengan selalu memiliki prasangka yang baik", jawaban yang luar biasa dari Pak Prie GS.
Galuh menjadi penanya kedua, dia adalah awardee S2 UIN Malang, bertanya bagaimana mengubah kegalauan menjadi sastra? Bagaimanakah menjinakkan penderitaan, sehingga menderita dengan bahagia?. Pak Prie menjawab pertanyaan Galuh dengan cara mencintai segala sesuatu yang ada di luar diri. Ketika segala sesuatu yang ada di luar diri (makhluk Tuhan) bisa dicintai, maka segala soal-soal kehidupan akan dibantu oleh Tuhan.
Penanya yang terkahir adalah Gus Yasin, salah satu keluarga dari Pondok Pesantren Gading, Malang. Teman-teman langsung riuh, pasalnya Gus Yasin sebelum bertanya, langsung memperkenalkan diri dan membuka kartu bahwa dirinya baru saja menikah, lalu ikut PK, jadi harus berpisah lebih dari satu minggu dengan istrinya. Pertanyaannya adalah bagaimana caranya istiqomah, konsisten memandang keluarga selalu baik, dibanding keluarga yang lain?
Jawaban Pak Prie dari pertanyaan yang terakhir ini sekaligus menutup presentasi Pak Prie yang pagi hari ini membawakan tema "Seni dan Budaya sebagai wujud Identitas Bangsa".Â