Mohon tunggu...
Bisyri Ichwan
Bisyri Ichwan Mohon Tunggu... Dosen - Simple Man with Big Dream and Action

Santri Pesantren Darussalam Blokagung Banyuwangi dan Alumni Universitas Al-Azhar Mesir. Seorang yang kagum dengan Mesir karena banyak kisah dalam Al Qur'an yang terjadi di negeri ini. Seorang yang mencoba mengais ilmu pengetahuan di ramainya kehidupan. Seorang yang ingin aktif kuliah di Universitas terbuka Kompasiana. Awardee LPDP PK 144. Doktor UIN Malang. Ketua Umum JATMAN Banyuwangi. Dosen UIMSYA Banyuwangi. Dan PP. Minhajut Thullab, Muncar, Banyuwangi.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Bicara Islam Ramah

7 Oktober 2019   10:32 Diperbarui: 7 Oktober 2019   11:04 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Prof. Imam Suprayogo saat memberikan kuliyah S3 UIN Malang di prodi PBA (Foto : Bisyri)

Setelah sekian minggu menunggu, akhirnya hari rabo kemarin, angkatan kami S3 UIN Malang 2019 mendapatkan kesempatan untuk diisi kuliyah Pemikiran Pendidikan Islam oleh Prof. Dr. H. Imam Suprayogo, MA. 

Beliau pernah menjabat sebagai rector UIN Malang selama 16 tahun dan menjadi salah satu orang berpengaruh di kampus-kampus perguruan tinggi yang ada di Jawa Timur. 

Biasanya kami kuliyah di ruangan kelas yang sudah disediakan oleh kampus, namun kali ini berbeda, kami kuliyah di ruang kerja Prof. Imam secara langsung. Membentuk posisi layaknya konferensi meja bundar.

Pertama kali yang beliau utarakan adalah "saya baru pulang dari keliling di tiga benua, di banyak negara dalam dua minggu ini. Bahkan tanggal 16 Oktober besok sudah ada jadwal untuk keliling di negara-negara yang dulunya bekas jajahan Uni Soviet, seperti Uzbekistan, Tajikistan, dan negara-negara di sekitarnya". 

Yang menarik, beliau mengutarakan bahwa selama ini beliau mendapatkan undangan untuk menjadi pembicara Internasional adalah Cuma berbicara satu hal yakni Islam Ramah, bukan Islam Marah. 

Menurut beliau, agama Islam ini sangatlah indah dan menjadi rahmat buat seluruh alam, bukanlah agama yang menakutkan sebagaimana kalau kita melihat fenomena akhir-akhir ini seperti yang terjadi di Indonesia khususnya.

Beliau bercerita tentang pengalamannya di Columbia, Amerika Latin. Di sana umat Islam sudah ada walaupun sangat minoritas. Jumlah penduduk Kolumbia saat ini berkisar antara lima sampai enam juta penduduk, menurut yang beliau ketahui, dan dari data yang beliau peroleh dari organisasi keislaman yang ada di sana, dari enam juta penduduk itu, yang menganut agama Islam hanya 150 orang. 

Jumlah yang sangat sedikit jika dibandingkan dengan jumlah penganut Islam di negara-negara muslim tentunya. Yang menarik bukan jumlah 150 orangnya yang Islam, tetapi dari 150 muslim, di Columbia ada tiga masjid yang berdiri. 

Bukan karena umat Islamnya yang banyak, tapi adanya tiga masjid itu karena 150 muslim itu memiliki 3 aliran yang berbeda yang---menurut mereka---harus punya masjid sendiri-sendiri.

Satu fenomena ini yang memberikan kesimpulan buat beliau bahwa tradisi ini dalam ajaran Islam kurang tepat. Saat komposisi jumlah umat Islam yang minoritas saja sudah terpecah belah, apalagi saat mereka menjadi mayoritas. 

Kenapa kita tidak focus pada persamaan-persamaan yang menjadikan kita bisa bersatu dan solid. Kalo dilihat dari realita yang ada, selalu perbedaan-perbedaan yang tergaung di mana-mana, belum lagi dibumbui oleh media-media yang tidak jelas. Padahal Tuhan kita satu; Allah Swt. Nabi kita satu; Nabi Muhammad Saw.

Dakwah yang khas menjadi konsentrasi Prof. Imam saat diminta untuk menjadi pembicara di forum internasional. Beliau menjelaskan bahwa dakwah itu bukan untuk menghakimi orang lain, bukan untuk menyalahkan yang lain, tetapi lebih kepada cara mengenal diri sendiri. 

Dakwah yang khas ini beliau artikan dengan bagaimana cara mengenal diri sendiri. Jangan-jangan kita berbicara, ceramah, memberikan tausiyah ke banyak orang, sementara kita belum kenal diri kita sendiri.

Beliau bercerita saat dulu Presiden Soekarno diundang oleh Presiden Uni Soviet Nikita Khrushchev ke negaranya. Soekarno diajak keliling melihat kemajuan kota-kota yang ada di Uni Soviet oleh Khrushchev, melihat kemajuan teknologinya, memantau bagaimana majunya bidang militer, kedokteran, hingga tata ruang kota yang ada di sana. 

Sementara pada waktu yang sama, Indonesia merupakan negara yang baru merdeka dan dianggap oleh Khrushchev harus banyak belajar dari negaranya yang menjadi pemimpin dari Blok Timur.

"Bagaimana tanggapan anda Bapak Soekarno setelah berkeliling kota?", kira-kira seperti itu pertanyaan Khruschev kepada Soekarno dengan harapan menjadapatkan jawaban yang memuaskan. Tentu, jawaban itu adalah Soekarno merasa bahwa Uni Soviet merupakan negara yang maju, teratur kotanya, dan orang-orangnya terpelajar. 

Namun ternyata jawaban Soekarno membuat Presiden Soviet terperanjat, "Aku tidak terpesona sama sekali dengan fakta-fakta yang engkau tunjukkan tadi. 

Karena kalian semua belum bisa memberikan kepadaku jawaban satu tiga pertanyaan ini, Dari mana asal kalian?, Siapa kalian?, dan akan ke mana kalian nanti?", menurut beliau, dari ketiga pertanyaan inilah, sampai akhirnya Khruschev luluh dan menjadi sejarah asal usul dari berdirinya Masjid Biru yang ada di Rusia, yang terkenal juga dengan nama masjid Soekarno.

Gaya dakwah seperti ini yang seharusnya dikembangkan. Dakwah dengan cara mengenal diri sendiri. Siapa yang tidak mengenal Khruschev?! Semua agama dibasmi dan ditindak tegas di negaranya. Bahkan, konon banyak bekas-bekas masjid yang akhirnya dijadikan sebagai kandang babi, namun justru Soekarno mampu menaklukkan beliau dan akhirnya berdiri masjid megah di zamannya. 

Belum lagi kalau kita mendengar kisah ditemukan dan dibangunnya makam Imam Bukhori yang berada di Uzbekistan. Itu juga berkat gaya dakwah Presiden Soekarno.

Prof. Imam menjelaskan bahwa dalam diri manusia ada empat unsur yang paling dominan, pertama adalah unsur angin. Sifat angin itu tidak mau kelintasan, tidak mau disalip, kalo dalam istilah jawa. Unsur kedua adalah unsur air. Sifat air adalah tidak mau kerendahan. Ketiga adalah  unsur tanah yang berarti ia tidak mau kekurangan. Segala sesuatu yang diberikan kepada tanah, dia tidak akan merasa cukup. 

Dan unsur yang keempat adalah unsur api yang berarti dia tidak mau kalah. Inilah keempat unsur yang tertanam dalam diri manusia, unsur angin, unsur air, unsur tanah, dan unsur api.

Beliau pernah diundang oleh 40 pendeta Kristen dari perwakilan pendeta di Indonesia. Saat itu beliau sempat heran dan bertanya kepada para pendeta itu, "para ulama yang banyak, kenapa harus saya yang diundang?", jawaban para pendeta itu sederhana, "Prof. Imam kalo dakwah gak marah. Kalo yang lain banyak yang Sukanya marah-marah". 

Sampai satu kesempatan setelah berbicara dalam forum itu, sekitar 30 menit terakhir sebelum penutupan, tiba-tiba ada satu pendeta yang bertanya secara serius, "Prof. Imam dalam pidatonya seperti tidak menyalahkan agama kami. Lalu kenapa Prof. Imam tidak masuk Kristen saja seperti kami?."

Dengan tersenyum, beliau menjawab, "Secara hirarki, saya sebagai umat Islam mengakui agama-agama Ibrahimy. Saya  mengakui agama Yahudi yang secara ajaran dulu dibawa oleh Nabi Musa As. Selanjutnya saya mengakui agama Kristen atau Nasrani yang dulu dibawa oleh Nabi Isa As. 

Termasuk agama-agama lain yang dibawa oleh para Nabi. Analoginya adalah saya mengakui kepemimpian presiden Soekarno dulu, saya juga mengakui kepemimpian Pak Harto, Pak Habibi, Ibu Megawati, Pak SBY, sampai sekarang Pak Jokowi. 

Seluruh kepemimpinan dulu sudah digantikan oleh era setelahnya sampai sekarang. Karena sekarang eranya Pak Jokowi, makanya saya ikut Pak Jokowi. Begitu juga dengan agama. 

Semua agama sebelumnya, saya mengakuinya, karena sekarang eranya Nabi terakhir yakni Nabi Muhammad, makanya saya ikut agamanya Nabi Muhammad yakni agama Islam. Kalau bapak-bapak pendeta masih ikut eranya Pak SBY yang silakan. Saya tidak memaksa. Hehe."

Jawaban sederhana, tetapi tidak membuat para pendeta marah. Itulah sedikit gaya dakwah yang diajarkan oleh Prof. Imam Suprayogo ketika hampir setiap bulan beliau selalu ada jadwal untuk menjadi pembicara-pembicara di forum Internasional. 

Lagi dan lagi, suasana perkuliyahan di ruang kerja beliau terasa sangat singkat. Masing-masing kami bertanya banyak hal tentang pengalaman beliau selama ini. 

Catatan ini hanya sekelumit ilmu yang beliau sampaikan hari rabo kemarin. Kesimpulannya adalah era sekarang, perlu digalakkan menyampaikan ajaran Islam yang ramah, bukan Islam yang marah.

Banyuwangi, 7 Oktober 2019 Pukul 10.19 WIB

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun