Nah, ini dia. Tiba-tiba saya tertarik untuk menulis tentang catatan perjalanan. Maklum orang lapangan, jadi sukanya jalan-jalan disamping kuliah. Kali ini yang menjadi perhatian saya adalah benteng Shalahuddin Al-Ayyubi.Â
Ini adalah benteng perang peninggalan Panglima perang Saladin saat terjadi perang Salib. Menarik sekali. Teman-teman pasti udah pernah nonton filmnya-kan?! Masih ingat judulnya? Kebetulan saya lupa. Hehe.Â
Tolong share ya. Kita sama-sama berbagi di sini. Kemarin saya bersama teman-teman mengunjungi benteng tersebut. Bagi saya benteng Shalahuddin amatlah megah. Kawasan benteng Shalahudin yang sebenarnya pada zaman dulu, memanjang dimulai dari kawasan Al-Azhar hingga kawasan Muqottom, sebuah kawasan pegunungan di kota Cairo.Â
Namun, karena tergerus masa, saat ini benteng Shalahudin berada di dataran tinggi Muqottom dan selalu menjadi pemandangan indah dengan berdirinya masjid Muhamad Ali Pasya, penguasa pada saat Mesir dipegang oleh Turki Utsmani. Pertama kali saya memasuki kawasan ini, sudah disapa dengan peninggalan Ketepal besar yang digunakan untuk melempar batu pada saat perang. Kayunya masih utuh.Â
Tidak seperti di Piramida yang kami diserbu oleh para penjual asongan, di benteng Shalahudin aman-aman saja, suasananya santai, penjaganya juga ramah dan biasa saja. Jiwa paparazzi mas Amran muncul. Mulailah bidikan-bidikan mengarah ke mana-mana, apalagi kameranya juga tidak murah, 19 jt-an, eman kalo gak dipakai motret hal-hal yang menarik dan cantik. Hehe. Maksudnya istri dan anaknya sendiri.Â
Di dalam benteng Shalahudin ada museum militer dan masjid Muhammad Ali, termasuk ada juga masjid lagi yang berhadapan langsung dengan masjid Muhammad Ali namun lebih kecil dan seperti tidak terlalu terawat, lebih menjadi tempat untuk ajang fotografi karena desainnya yang menarik dan khas peninggalan islam.Â
"Wah, tempat ini kalo di Jakarta Tua, udah ada gengnya yang jaga dan kalo kita foto-foto, pasti kena tarif, tapi kalo di sini bebas sebebas bebasnya tanpa tarif", kata Pak Agus yang suka dengan fotografi dan cocok dengan mas amran yang sudah sering mendapatkan order fotografi dan film dari Indonsiar sewaktu di Indonesia.Â
Hanya saya yang tidak bawa istri, semua menggandeng sendiri-sendiri. Yah, gak apa-apa, belum aja. Namun tetap enjoy. Sampai sore hari kami menikmati kemegahan dan keindahan arsitektur di benteng Shalahudin Al-Ayyubi. Adzan ashar bergema dari seluruh menara di Cairo. Maklum, julukannya aja negeri seribu menara dan masjid ada di mana-mana.Â
Jadi ketika datang waktu shalat, wuih, sahut-sahutannya juga kemana-mana. Dan yang pasti, indah sekali. Tempat wudlu ada di luar kawasan masjid dan desainnya menjadi perhatian saya, klasik modern. Seluruh dinding-dinding di bangunan masjid, semuanya dari marmer dan granit dan masih alami peninggalan masa Shalahuddin Al-Ayyubi.Â
Pak Agus dan Bu Rinny, sebagai pengusaha dan tahu nilai dari mahalnya sebuah granit sampai bilang, "hebat". Belum lagi saat saya dan teman-teman masuk ke dalam masjid Muhammad Ali Pasya. Sungguh luar biasa, itu adalah kesan pertamanya. Bagi saya, hampir seluruh masjid-masjid di Mesir, bahan bangunannya berasal dari marmer dan granit. Dan Mesir adalah emang menjadi salah satu negara penghasil dan pengeksport granit terbesar di dunia.Â
Makanya kadang saya berfikir, wajar saja hampir seluruh peninggalan masa lalu Mesir, yang mulai zaman fir'aun dan dibangun ribuan tahun sebelum masehi, bangunannya masih utuh dan bagus sampai sekarang, Lah, bahan bangunannya emang super. Seperti contoh, kerajaan fir'aun yang saat ini menjadi museum terbuka terbesar se-dunia di wilayah Luxor, sampai sekarang masih utuh dan masih megah.Â
Ternyata bahan bangunannya dari apa? Dari batu granit. Masjid Al-Azhar yang juga masih utuh sampai ribuan tahun, bahan bangunannya dari apa? Sama juga.Â
Kadang saya sampai berfikir, mungkin inilah salah satu hikmah kenapa saat al-qur'an menceritakan kisah-kisah masa lalu, hampir selalu yang menjadi pemain dan tempatnya adalah Mesir, bahkan bisa dikatakan, sepertiga kisah yang ada di dalam al-qur'an itu berada di Mesir. Karena memang peninggalan masa lalu dari ribuaaaaan tahun lalu sebelum masehi sampai sekarang, semuanya masih utuh dan tersimpan rapi di Mesir, itu bisa menjadi bukti atas kebenaran al-qur'an.Â
Percaya atau tidak, silakan ke Mesir, nanti saya jadi guide-nya. Hehe. Semakin sore di benteng shalahudin al-ayyubi semakin ramai. Namun, ada satu hal yang membuat kami mesti balik badan alias pulang, karena adanya badai debu.Â
Teman-teman pada bawa anak-anaknya, kasian mereka. Saat kami keluar dari masjid Muhammad Ali Pasya, debunya benar-benar gila dan ditambah anginnya, apalagi ditambah posisi benteng Shalahudin yang berada di dataran tertinggi di pegunungan Muqottom, pas udah.Â
Akhirnya kami memutuskan untuk ke tempat jalan-jalan berikutnya saja, di Khan Khalily, yang menjadi pusat oleh-oleh pernak pernik Mesir. Padahal, rencananya, kita ingin santai-santai dulu di depan masjid Muhammad Ali Pasya dengan pemandangan view City Of Death dan megahnya Piramida dari arah jauh. Tapi, keadaaan mengatakan lain.Â
Okeh. Cukup di sini ceritanya. Teman-teman yang belum ke Mesir, saya sarankan jika ada rezeki, cepat ke Mesir, alasannya apa? Al-qur'an banyak menyebut kata Mesir berkali kali tentu ada hikmah dan rahasia di dalamnya, bisa jadi itu adalah satu cara untuk semakin memperkuat iman kita, gimana gak semakin kuat, bukti-bukti nyata semuanya masih ada dan ada di depan mata. Semoga bermanfaat ya. Salam Kompasiana Bisyri Ichwan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H