Mohon tunggu...
Bisyri Ichwan
Bisyri Ichwan Mohon Tunggu... Dosen - Simple Man with Big Dream and Action

Santri Pesantren Darussalam Blokagung Banyuwangi dan Alumni Universitas Al-Azhar Mesir. Seorang yang kagum dengan Mesir karena banyak kisah dalam Al Qur'an yang terjadi di negeri ini. Seorang yang mencoba mengais ilmu pengetahuan di ramainya kehidupan. Seorang yang ingin aktif kuliah di Universitas terbuka Kompasiana. Awardee LPDP PK 144. Program Doktor UIN Malang. Ketua Umum MATAN Banyuwangi. Dosen IAIDA Banyuwangi. Dan PP. Minhajut Thullab, Muncar, Banyuwangi.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Umroh 2011: Kecewa Lari ke Qornish (30)

7 Oktober 2011   04:37 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:14 322
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

[caption id="attachment_140043" align="alignnone" width="640" caption="Rame-rame ke bakso mang udin, Qornish, Jeddah, setelah bosan menunggu. (Foto : irfan islami)"][/caption] Saya bersama 4 orang terus mencari dimana markaz teman-teman yang lebih dulu sampai Jeddah. Di sebuah taman di Balad, kami lihat ada orang berwajah Indonesia, kami langsung tanya dia, "Maaf mas, tahu masjid 'Ukkaz?". "Oo..agak ke dalam sana mas, nyeberang saja, dari mana mas?", dia menjawab dan nanya balik. "Mesir". "Mas sendiri?". "Saya Solo". Karena kami buru-buru, kami langsung pamit dan menyeberangi jalan raya. Kami mesti bertanya beberapa kali sehingga secara tidak sengaja bertemu dengan Delta, salah satu teman kami yang  sedang jalan kaki. "Hoi..gak mau jemput ya!", dia malah ketawa. Akhirnya ketemu juga. Kami langsung ngumpul bersama di dalam masjid 'Ukkaz yang jika dilihat dari luar, seperti bukan masjid, karena letaknya diapit oleh pertokoan, namun ketika masuk ke dalamnya, terlihat luas dan sejuk, tidak seperti udara di luar yang panas dan berpolusi karena ramainya kendaraan. Di dalam masjid, saya bertemu kembali dengan Ulin dan bang Hadi, Bang Hadi adalah petunjuk jalan yang membantu teman-teman untuk mencari musa'adah. Dia yang faham di mana tempat-tempatnya. Perusahaan mana saja yang membuka bantuan. Sudah beberapa tahun setiap bulan ramadhan tiba, dia selalu umroh ke Makkah dan menggunakan kesempatan juga untuk berburu musa'adah di orang-orang kaya di Jeddah. "Ane capek sekali, Jazuli tahu tempatnya, habis ini suruh dianterin dia saja", ujar bang Hadi yang bersama kami dan sedang duduk istirahat di dalam masjid. Hari sudah hampir maghrib, rupanya teman-teman sudah hunting musa'adah sejak tadi pagi yang berangkat dari asrama Rubath setelah shalat subuh. Entah sudah ada berapa tempat yang mereka kunjungi dan sudah berapa reyal, uang dikantongi, itu rejeki mereka. Bersama kawan-kawan, saya diantar melewati pertokoan yang hampir keseluruhan sudah tutup karena sudah banyak orang yang mempersiapkan diri berbuka puasa. Dan juga, di Saudi ada peraturan ketika adzan tiba, seluruh aktifitas perdagangan harus dihentikan. Cuma saya gak tau, apa hukuman jika ketahuan tetep membuka usahanya saat adzan dan shalat dilaksanakan. Di salah satu bangunan, kami masuk, tempatnya agak ke dalam. Jalannya belok-belok, sehingga saya gak begitu hafal tempat pastinya jika harus mengulang untuk ke sana lagi. Ada satpam yang berjaga, "Rouh fein?", hei..mau pergi ke mana?. "Fouq, ilal mahal. 'indana mau'id", ke atas, ke toko, kita sudah punya janji, jawab kami kompak. "La..mamnu', wallahi mamnu', dilwa'ti maqful, lazim bukroh!", gak, dilarang, sekarang sudah tutup, besok saja!, kata dia. Kami tetap tidak peduli dengan dia. "Suwayya bas!", cuma sebentar kok. Setelah kami paksa agak lama untuk meyakinkan dia. Rupanya dia luluh juga. Semua lampu yang ada di dalam ruangan gedung emang sudah mati dan seluruh toko sudah tutup, wajar jika satpam itu berkata seperti itu. Masalahnya, yang punya toko minyak wangi yang ada di lantai tiga, kata teman-teman tadi siang, janjinya akan ngasih kami musa'adah (bantuan) tepat sebelum maghrib tiba, tadi siang dia gak mau ngasih kasih masih sibuk melayani para pelanggannya. Setiap dari kami dikasih 50 reyal. Beberapa teman nyeletuk setelah mengucapkan terimakasih, "besok kalo kita udah kaya, akan kita ganti, pasti!". Ya, mau gimana lagi, sebenarnya keinginan hati adalah ingin menjadi golongan tangan di atas, bukan di bawah, keadaan yang menuntut kami mesti melakukan hal ini. Beruntunglah, saat 10 hari di bulan ramadhan, lumayan banyak para orang dermawan yang membagikan sebagian dari rizkinya. "Kita habis maghrib mau langsung pulang ke Makkah, siapa yang mau ikut", rombongan mas kiram memberitahu kami. Saya dan empat orang teman baru datang, sehingga memutuskan untuk menginap di Jeddah saja dan besok pagi sampai sore, rencanya mau hunting musa'adah lagi. Bang Hadi yang akan menjadi guidenya langsung. Setelah dapat 50 reyal, kami langsung lari mencari masjid yang menyediakan buka puasa bersama. Salah satu dari kami mencoba menelpon bang Hadi yang sudah menguasai medan di kota Balad, Jeddah ini. "Antum tanya aja, di mana letak masjid Hanafi, kita bersama yang lain sudah di sini", jawab bang hadi. Pasar sudah agak sepi, lapak-lapak sudah pada tutup. Namun, tetap banyak orang yang lalu lalang. Kami berjalan keluar dan melewati trotoar pinggir jalan raya. Mobil-mobil mewah seperti halnya Hummer terparkir di pinggir jalan. Pemandangan yang biasa saja, serasa tidak istimewa. Ada masjid, kami langsung memasukinya. Kami duduk di pojok. Namun seperti ada yang aneh, kata bang hadi di masjid yang bernama Hanafi menyediakan menu berbuka puasa secara lengkap, namun di masjid yang kami masuki, hanya ada buah-buahan saja dan tidak ada menu berbuka puasa seperti nasi dan ayam. Kami ditelpon oleh mereka, "ente salah masuk masjid", kata dia. Jama'ah yang ada di dalam masjid menoleh ke kami, ketika kami agak malu-malu keluar lagi dari masjid. Ternyata masjid hanafi letaknya pas di samping masjid yang kami masuki dan lebih besar. Ketika kami masuk, di dalam sudah ramai sekali. Kebanyakan yang ikut berbuka bersama adalah orang-orang India, Pakistan dan Bangladesh, yang berwajah Indonesia, sepertinya hanya kami saja. Menu berbuka dibagi. Setiap orang mendapatkan satu kotak nasi bukhari dengan dua potong ayam besar. Satu botol air mineral, buah dan susu. Lumayan lengkap. Bahkan ada beberapa teman yang minta segelas kopi. Baru beberapa menit saja, adzan sudah berkumandang. Tepat setelah maghrib, kami menuju tempat pembagian musa'adah ke dua. Kami ikut ketua rombongan saja, bang Hadi. Karena jumlah kami banyak, akhirnya kami mencegat tiga taksi, tiap taksi diisi oleh lima orang. Entah nama daerahnya apa, saya lupa, kami berhenti di sebuah kantor perusahaan. Di sana rupanya sudah antri orang-orang hitam yang juga menunggu untuk mendapatkan musa'adah, kebanyakan ibu-ibu. Di sinilah kesabaran kami benar-benar dipertaruhkan. Kami menunggu pembagian, sampai dibelain tidak shalat tarawih berjama'ah dan belum juga dibagi. Salah satu perwakilan dari kami menemui petugasnya yang duduk di depan pintu, kata dia, "istanna suwayya", tunggu sebentar. Ini bukan sebentar lagi namanya. Selang berapa lama, teman-teman tahu, di sebelah kanan kami menunggu ada tulisan yang menjelaskan bahwa pembagian musa'adah sudah ditutup dan tidak ada lagi. Namun, orang-orang di depan kami tidak ada yang percaya dengan pengumuman itu karena tadi siang mereka sudah mendapatkan nomor urut untuk mendapatkan bantuan itu. Mereka tetap ingin menunggu. Beberapa dari kami ada yang mendapatkan informasi bahwa di tempat lain, katanya juga akan ada pembagian musa'adah juga. Dari pada kecewa lagi, kami hanya mengirim perwakilan saja ke sana. Namun, naas juga, mereka juga menunggu lama dan tidak dapat apa-apa. Di tempat ini, kami menunggu sampai hampir jam 12 malam, entah sudah berapa jam, kami disitu sejak habis maghrib tadi. "Sebagai gantinya, kita ke warung bakso mang udin aja yuk", ajak mas irfan yang sudah bosan, "Ayo, langsung diimplementasikan saja idenya", saya langsung mengompori juga kepada teman-teman yang lain. Mereka semua setuju. Kami langsung menuju ke Qornish dan berhenti di warung Indonesia bakso mang udin. Saya baru tahu, ternyata anak dari pemilik warung bakso mang udin juga di Mesir dan belajar di al-Azhar dan ternyata juga, saya akrab dengan dia dan sering bertemu. Cuma, ketika kami berada di sana, mang udin sang pemilik warung kebetulan sedang berada di Mesir untuk menjenguk anaknya. Rame-rame kami makan bakso. Teman yang tadi menjadi perwakilan di tempat yang berbeda juga ikut datang dan kami makan bersama. Setelah bakso, mas irfan yang duduk di depan saya, memesan empek-empek Palembang. Ini bukan balas dendam loh ya karena kami booring menunggu yang begitu lama di tempat tadi dan tidak dapat apa-apa, tapi karena emang sedang 'mupeng' makanan Indonesia. Dan rasa baksonya emang maknyus. :-) Setelah makan, banyak dari teman-teman yang memutuskan untuk tidak pulang terlebih dahulu, mereka ingin jalan- jalan di sekitar Qornish yang mana tempat ini memang terkenal dengan pasarnya, ada yang jualan baju, elektronik dan macam-macamlah, tinggal kebutuhannya apa. Termasuk, kalo udah semakin malam, ternyata banyak juga loh para TKW yang mangkal di sini. Entah sedang apa mereka, kebetulan saya hanya menonton saja dan tidak pernah bertanya secara langsung apalagi berkencan dengan mereka. :-) Rasa kecewa itu terobati. Emang gak enak jadi peminta. Menunggu sesuatu yang tak pasti. Namun, tetap alhamdulillah, tadi baru saja datang ke Jeddah, sudah dapat uang 50 reyal, lumayan buat nyambung hidup beberapa hari di Makkah. Malam ini rencananya kami akan menginap di madrasah milik Nahdlatul Ulama' yang ada di Nashiriah, Jeddah, kata teman-teman sih tempatnya tidak jauh dari Qornish, naik taksi hanya 10 reyal saja. Sebelum pulang, kami puas-pauasin dulu menikmati menu di bakso mang udin sembari melihat para bidadari malam hari. hehe. Berlanjut ke catatan berikutnya. Salam Kompasiana Bisyri Ichwan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun