Mohon tunggu...
Bisyri Ichwan
Bisyri Ichwan Mohon Tunggu... Dosen - Simple Man with Big Dream and Action

Santri Pesantren Darussalam Blokagung Banyuwangi dan Alumni Universitas Al-Azhar Mesir. Seorang yang kagum dengan Mesir karena banyak kisah dalam Al Qur'an yang terjadi di negeri ini. Seorang yang mencoba mengais ilmu pengetahuan di ramainya kehidupan. Seorang yang ingin aktif kuliah di Universitas terbuka Kompasiana. Awardee LPDP PK 144. Program Doktor UIN Malang. Ketua Umum MATAN Banyuwangi. Dosen IAIDA Banyuwangi. Dan PP. Minhajut Thullab, Muncar, Banyuwangi.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Inspirasi City Star Mall

22 September 2010   12:54 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:03 412
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_265784" align="alignnone" width="500" caption="Toko Buku "Virgin" di City Star Mall, Cairo yang di pojok bagiannya memajang buku segala sesuatu tentang Egypt (Foto : Bisyri)"][/caption] Setiap hari dalam suasana kerja membuat saya dan para sahabat satu rumah berkeinginan untuk sedikit merilekskan fikiran dengan berjalan-jalan di mall yang paling terkenal di Cairo; City Star mall yang berada di Heliopolis. Suasana ramai memang paling pas untuk mencari inspirasi dengan segala produk yang dijual, berdiam diri di dalam rumah sulit memunculkan inspirasi karena sedikit ada obyek yang bisa dilihat. Dengan mobil suzuki yang kami punya, kami berangkat ke City Star mall dan seperti biasa, Cairo tetap saja macet. Jalan yang kami tempuh adalah lewat jalan dekat wafa' wal amal dan mampir terlebih dahulu di Syarq Mall, tempat penjualan segala macam elektronik untuk membeli beberapa alat komputer yang kebetulan kami perlukan. Syarq Mall menjadi salah satu mall elektronik yang menjadi langganan favorit para orang Mesir dan mahasiswa asing di Mesir. Di kawasan Nasr City, hanya mall inilah yang paling lengkap dan besar. Selain Nasr City sebenarnya ada, tetapi agak jauh yakni di kawasan Roxy, kawasan yang dekat dengan wilayah istana predisen Husni Mubarak berada. Di jalanan dekat Syarq Mall hingga ke Makram el Abid jalanan sangat macet. Memang sudah biasa kawasan ini dilanda macet. Jalanan yang ada tidak seimbang dengan gedung-gedung bertingkat yang berjajar yang kebanyakan tidak menyediakan lahan parkir yang memadai, sehingga jalan raya secara otomatis menjadi korban tempat parkir. Puncak kemacetan di kawasan yang berawal dari Awwal Sabi', Abbas Aqqad, Makram el Abid hingga ke Hayyu Tsamin ini adalah pada saat jam berangkat kerja hingga hampir jam satu malam. Sebenarnya banyak jalur alternatif jalan 'tikus' melewati gedung-gedung apartemen, tapi juga sering macet. Sampai Syarq Mall, kami langsung memarkir mobil di jalanan umum lagi. Jalan di Cairo termasuk luas, sehingga karena luasnya jalan malah selalu menjadi korban parkir liar. Memarkir di parkiran khusus milik Syarq Mall terlalu ribet dan antri, itu yang menjadi salah satu alasan kenapa kami memilih untuk memarkir di pinggir jalan raya. Di depan mobil kami parkir, ada mobil yang kacanya terbuka dan suara sirinenya menyala. Saya tidak tahu, apakah itu karena habis dicuri orang dengan memecah kacanya atau si pemilik yang lupa menutup kacanya. Saya biarkan saja, kebetulan juga tidak ada tukang parkir ketika kami memarkir mobil. Suasananya agak berbeda ketika memasuki pintu gerbang mall yang menjadi terbesar se Cairo ini. Beberapa patung fir'aun yang berjejer di depan mall sudah mulai menyapa, kemegahan gedung juga terasa. Di pintu masuk, seperti biasa sudah ada penjaga scan dan beberapa penjaga yang memeriksa setiap barang bawaan, termasuk rokok "Djarum" yang dibawa teman saya juga diperiksa, mungkin dikira kok merek rokoknya di Mesir tidak dikenal. Saya hanya tersenyum saja melihatnya dan kami langsung jalan-jalan melihat segala produk sekaligus melihat orang yang sedang melihat. Tujuan langkah kaki pertama kali menuju toko buku yang ada di lantai dua bernama "Virgin". Kami memasukinya dan kebanyakan produk buku yang dijual berbahasa inggris, hanya beberapa rak saja yang berbahasa arab dan perancis. Saya berjalan ke salah satu sudut yang memamerkan buku-buku tentang Mesir. Sungguh banyak sekali buku yang dikarang oleh orang barat tentang sejarah Mesir kuno. Ada yang menuliskan tentang Tutankhamun, fir'aun yang  muminya ditemukan di Dar el Bahri (Valley of the king) dan peti mayatnya terbuat dari emas murni yang diukir dengan gambar dan huruf heroglyph. Ada juga yang bercerita tentang misteri piramida, hingga yang menulis tentang Hatshepsut, satu dari sekian banyak fir'aun yang berjenis kelamin perempuan dan istananya yang ada di Luxor, Aswan. Semua bahasa yang digunakan adalah bahasa inggris, sehingga saya lebih banyak melihat gambarnya saja dan banyak dari kata-katanya yang belum saya faham secara sempurna. Saya baru sadar, betapa pentingnya bahasa inggris ini ketika bersinggungan langsung dengan banyak orang asing di Mesir, sementara dulu saya merasa bahasa ini tidak begitu penting. Sahabat saya mencari novel lawas yang dia cari selama hampir tiga bulan di toko-toko buku di Cairo dan belum menemukannya hingga kini. Dia bertanya kepada salah satu penjaga toko "Virgin" tentang novel yang lama dicarinya itu yang berjudul "Lady Chatterlay's Lover" karangannya D. H. Lawrence. Setelah melihat di list komputer dan mencari di bagian kumpulan novel-novel klasik, akhirnya dia bisa menemukan novelnya. Rencananya novel itu akan dikirim ke Indonesia sebagai hadiah buat sahabatnya yang sedang melakukan penulisan Skripsi di universitas di Jogja dan meneliti novel itu yang mana bukunya sulit sekali dicari di Indonesia. Novel "Lady Chatterlay's Lover" sendiri ditulis pada tahun 1920an. Pencarian saya terhadap beberapa karangan Naguib Mahfudz tetap tidak membuahkan hasil, hanya ada beberapa buku yang dieditori oleh beliau. Satu buku yang saya ingat yang agak lucu adalah "Aiz hatgawwij", saya lupa nama pengarangnya. Tetapi novel itu banyak mengangkat tentang budaya pernikahan yang ada di Mesir cuma sepertinya banyak humornya. Saya tidak membelinya dan hanya melihat dan membacanya di sana. Karena judul perjalanan saya kali ini hanya mencari inspirasi, maka kami melanjutkan perjalanan kembali dengan melihat-lihat suasana yang ada di dalam mall. Saya menyeletuk kepada sahabat saya, "kira-kira berapa uang yang diputar dalam satu hari di City Star Mall ini". Bos saya termasuk salah satu suplier yang menstok kebutuhan salah satu restaurant Jepang yang ada di dalam mall ini dan kira-kira berapa banyak suplier lain yang menjadi penyetok kebutuhan-kebutuhan yang ada City Star mall. Apalagi City Star tidak hanya memiliki mall saja, ada hotel yang berada persis di samping mall dan gedung Cinema yang juga satu kawasan. Uang yang berputar tentu tidak sedikit. Sambil berdiam diri dekat air mancur, saya berbincang dengan beberapa sahabat saya tentang apa yang kira-kira bisa kami lakukan ketika pulang ke Indonesia nantinya tentang masalah ekonomi. Bagaimanapun juga keberadaan kami di Cairo tidak hanya mencari ilmu di kampus Universitas Al-Azhar saja, tetapi juga belajar membangun jaringan internasional yang termasuk di dalamnya adalah mencari ilmunya bisnis. Pengalaman bergaul dengan banyak orang asing menjadi pembelajaran untuk semakin lebih maju dan tahu ilmu tentang dunia bisnis ini. Biarlah jawabannya berada pada pundak masing-masing nantinya termasuk di pundak saya. Pencarian inspirasi dengan melihat-lihat segala produk di Syarq Mall rasanya cukup. Kami mencari jalan keluar di pintu yang lain. Seperti biasanya, orang Mesir memang suka menyapa, "Malayzia?", katanya. "La Andunisia", kata saya dan dia tersenyum sambil mempersilahkan kami keluar lewat pintu yang ada didepannya, cewek yang bersama penjaga tadi hanya melihat kami lewat sambil menyunggingkan senyumnya. Kami keluar dari gedung dan langsung cabut mencari rumah makan Tegal yang ada di Musallas, Nasr City milik seorang TKW untuk makan malam. ------------------------------------------------------- Catatan sederhana sebagai salah satu bahan penyemangat masa depan. [caption id="attachment_265786" align="alignnone" width="500" caption="Halaman tengah di City Star Mall (Foto : Bisyri)"][/caption] [caption id="attachment_265787" align="alignnone" width="500" caption="Cafe di salah satu bagian di City Star Mall (Foto : Bisyri)"][/caption] [caption id="attachment_265789" align="alignnone" width="500" caption="Toko buku "Virgin" di City Star Mall, Cairo (Foto : Bisyri)"][/caption] [caption id="attachment_265790" align="alignnone" width="500" caption="Depan gedung City Star Mall tampak gelap (Foto : Bisyri)"][/caption] Salam Kompasiana Bisyri Ichwan

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun