Mohon tunggu...
Bisyri Ichwan
Bisyri Ichwan Mohon Tunggu... Dosen - Simple Man with Big Dream and Action

Santri Pesantren Darussalam Blokagung Banyuwangi dan Alumni Universitas Al-Azhar Mesir. Seorang yang kagum dengan Mesir karena banyak kisah dalam Al Qur'an yang terjadi di negeri ini. Seorang yang mencoba mengais ilmu pengetahuan di ramainya kehidupan. Seorang yang ingin aktif kuliah di Universitas terbuka Kompasiana. Awardee LPDP PK 144. Doktor UIN Malang. Ketua Umum JATMAN Banyuwangi. Dosen UIMSYA Banyuwangi. Dan PP. Minhajut Thullab, Muncar, Banyuwangi.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Hidup Masa Firaun

3 Agustus 2010   21:01 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:20 828
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

[caption id="attachment_215136" align="alignnone" width="500" caption="Wanita kaya masa Cleopatra yang sedang berdandan (doc. pribadi)"][/caption] Eloknya sungai nil membawa kami ke dalam kehidupan para manusia pada masa fir'aun. Sebuah replika hidup yang nyata dari kehidupan mereka mulai dari para orang kaya dan para orang miskin. Semuanya ada di kampung fir'aun yang terletak di Giza, dekat piramida berdiri. Sebuah suguhan wisata yang sangat mendidik dan memberikan pelajaran berharga untuk generasi modern saat ini. Saya bersama ketiga sahabat saya dimanjakan dengan pemandangan pada masa lalu yang begitu indah. Sebenarnya tempat yang dibuat sebagai wahana wisata sejarah ini tidak begitu luas, namun pengaturan tempat dan cara penyampaian sejarah masa fir'aunya yang membuat para pengunjung dimanjakan oleh cerita-cerita pada masa lalu yang hebat. Ketika kami melewati contoh kehidupan masa fir'aun ditepian nil, mereka sedang asyik menarik dua ekor sapi sambil menyebar bibit, beberapa keluarga mereka ada juga yang sedang asyik menyimpan gandum hasil panen ke tempat bangunan timbunan. Bagian dari keluarga mereka ada yang mengambil air dari kejernihan sungai nil. Itu adalah replika kehidupan orang desa yang sederhana, semua dari orang-orang itu mengenakan pakaian khas pada masa fir'aun. Di tepian sungai nil yang lain, seorang sedang menjaring ikan dari perahunya yang kecil. Dengan mengepak-ngepakkan jaringnya, dia mendapatkan ikan boulti yang masih hidup, sejenis ikan yang selalu ada di sungai nil. Replika kehidupan masa fir'aun berlanjut ketika kami disuguhi pemandangan seseorang yang sedang membuat alat-alat seni dengan cara tradisional. Seseorang yang sedang membuat sejenis wadah dari tanah liat, bapak tua yang sangat telaten memutar dengan kaki dan tangannya tidak berhenti untuk memoles hasil karyanya. Ada juga yang sedang berlelah-lelah membuat segala jenis senjata untuk perang dan di sebelahnya seseorang sedang memotong kayu untuk dijadikan sebagai perabotan rumah tangga. Mereka bersama-sama saling membantu yang lain untuk menyelesaikan pekerjaannya. Selanjutnya ada yang menarik perhatian kami, seorang yang sedang melakukan proses mumifikasi, pembuatan proses mumi dari mayat. Secara sekilas kami menontonnya dari atas perahu yang kami tumpangi di sungai nil. Bapak itu sedang memutar kain kafan yang digulungkan ke sekujur sang mayat, sebelumnya terjadi proses terlebih dahulu untuk pengawetan. Di tepi yang lain, seseorang sedang membuat gambar dari para tuhan dan para fir'aun, maklum, pada masa itu seorang raja adalah anak dari tuhan bahkan kedudukannya sama dengan tuhan, seperti Ramsis II yang konon masih anak dari dewa Amun. Suguhan kehidupan masa fir'aun terus berlanjut ketika kami melihat dua orang perempuan dengan pakaian yang dianggap mewah pada zamannya yang sedang membuat wewangian dari peresan kain dan dedaunan khusus. Sambil perahu berjalan, kami menikmati suguhan itu, sebuah proses yang sederhana, namun berjalan di sebelah mereka ada nuansa yang berbeda, baunya wangi sekali, wewangian alami yang dihasilkan dari tangan lembuat kedua perempuan masa fir'aun itu. Turun dari perahu, kami disambut seorang wanita memegang mikrofon dan mengajak kami ke dalam rumah mewah pada masa fir'aun. Memasuki halaman rumah, ada sebuah patung laki-laki yang sepertinya sedang berfikir dan tepat di sampingnya, ada seorang lelaki yang sudah siap dengan polpen dan selembar kertas yang terbuat dari daun papyrus, dia adalah seorang yang siap menulis hasil pemikiran seorang yang ada di sampingnya yang seorang pemikir dan ilmuwan pada masa itu. Memasuki rumah mewah itu, kami langsung disambut oleh perempuan cantik yang sedang asyik berdandan, wanita yang seksi dengan balutan baju merah dan ikatan rambut khas yang dipakai pada masa ratu cleopatra. Di belakang wanita itu terdapat beberapa lukisan yang menggambarkan betapa cantiknya wanita pada masa fir'aun. Itu adalah gambaran kehidupan wanita kaya pada masa itu, dia berada di dalam rumah dan memegang cermin sembari berpoles memperhatikan kecantikannya. Kami berkeliling ke dalam rumah mewah itu dan melihat kamarnya satu persatu, melihat tempat peribadatannya untuk menyembah para tuhan, melihat dapurnya yang ada di halaman belakang, juga ruang tamunya yang lebar. Keluar dari rumah mewah itu, kami diajak melihat replika kehidupan orang miskin pada masa fir'aun. Sungguh pemandangan yang berbeda. Orang perempuan pada masa itu harus selalu mengeluarkan keringatnya untuk menggiling gandum sebagai makanan sehari-hari di depan rumahnya, suaminya juga tidak pernah lelah untuk membantunya. Kehidupan yang kontras, rumah yang mereka miliki juga cukup sederhana, hanya dari tanah liat yang ditata sedemikian rupa yang beratap daun kurma. Kami berputar mengelilingi seluruh kehidupan pada masa fir'aun di kampung fir'aun. Kadang kami tertawa melihat aksi mereka para orang Mesir yang berperan sebagai orang masa lalu itu. Coba bayangkan saja, pekerjaan mereka tiap hari hanya seperti itu, berperan sebagai masyarakat fara'inah yang sudah didesain sedemikian rupa. Sebuah pekerjaan yang monoton. "Qoryah Fir'auniyah", tempat yang kami kunjungi ini tidak pernah sepi dari para wisatawan, entah orang Mesir sendiri maupun wisatawan asing dari berbagai belahan negara di dunia. Sungai nil benar-benar memberikan berkah terhadap masyarakat Mesir. Dari gundukan tanah yang ada di tengah sungai nil, masyarakat Mesir telah bisa memanfaatkannya sebagai wahana wisata sejarah yang hidup yang menggambarkan kehidupan masa fir'aun yang mudah difaham dan dipelajari oleh siapa saja. ************************************** Berwisata ke Qoryah Fir'auniyyah (Kampung Fir'aun) ibarat melihat film nyata masa lalu. [caption id="attachment_215138" align="alignnone" width="500" caption="Seorang sedang melakukan proses mumifikasi (doc. Pribadi)"][/caption] [caption id="attachment_215139" align="alignnone" width="500" caption="Sedang membuat perabot dengan cara tradisional (doc. pribadi)"][/caption] [caption id="attachment_215140" align="alignnone" width="500" caption="Seorang ilmuwan kaya ditemani seorang penulis naskah daun papyrus (doc. pribadi)"][/caption] [caption id="attachment_215142" align="alignnone" width="500" caption="Dua wanita masa fir'aun sedang membuat parfum alami (doc. pribadi)"][/caption] [caption id="attachment_215151" align="alignnone" width="500" caption="Guide menerangkan hidup orang miskin masa fir'aun (doc. pribadi)"][/caption] Salam Kompasiana Bisyri Ichwan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun